CATATAN POLITIK

'Selangkah Lagi Jokowi Benar-Benar Sukses Begal Golkar'

DEMOCRAZY.ID
Agustus 21, 2024
0 Komentar
Beranda
CATATAN
POLITIK
'Selangkah Lagi Jokowi Benar-Benar Sukses Begal Golkar'


'Selangkah Lagi Jokowi Benar-Benar Sukses Begal Golkar'


Oleh: Karyudi Sutajah Putra

Analis Politik pada Konsultan dan Survei Indonesia


Setelah Airlangga Hartarto tumbang, disinyalir akibat “digergaji” Jokowi, kini selangkah lagi Presiden RI itu bakal benar-benar dapat menguasai Partai Golkar. Betapa tidak?


Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang baru saja digeser Jokowi ke posisi Menteri Energi dan Sumber Daya Mimeral (ESDM) ditetapkan sebagai calon tunggal Ketua Umum Partai Golkar pengganti Airlangga Hartarto. 


Bahlil pun sudah ditetapkan secara aklamasi sebagai Ketua Umum Partai Golkar periode 2024-2029 dalam Musyawarah Nasional (Munas) XI Partai Golkar yang digelar di Jakarta, Rabu (21/8/2024) ini.


Ketua Pimpinan Sidang Munas XI Partai Golkar Adies Kadir menyatakan, Ketua Umum Partai Golkar memiliki kewenangan penuh untuk menentukan pengurus partai dan siapa yang akan mengisi posisi Dewan Pembina, Dewan Kehormatan, Dewan Penasihat, Dewan Pakar, dan Dewan Etik Partai Golkar.


Di sisi lain, politikus Partai Golkar Ali Mochtar Ngabalin yang juga Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) mengklaim banyak peserta Munas yang menginginkan Jokowi menjadi Ketua Dewan Pembina Partai Golkar.


Di era Orde Baru, Ketua Dewan Pembina Golkar paling berkuasa, dan kursinya selalu diduduki Presiden Soeharto. Ketua Umum kekuasaannya tidak lebih besar daripada Ketua Dewan Pembina.


Dalam konteks kekinian, ketika Golkar sudah bermetamorfosis menjadi Partai Golkar, kekuasaan Ketua Dewan Pembina juga tidak kalah besar dengan Ketua Umum, dan kursinya selalu diduduki oleh mantan Ketua Umum. 


Misalnya Akbar Tandjung dan Aburizal Bakrie yang setelah lengser dari jabatan Ketua Umum langsung naik ke kursi Ketua Dewan Pembina.


Ketua Dewan Pembina Partai Golkar posisinya selevel dengan Ketua Dewan Syura di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) atau Ketua Majelis Tinggi di Partai Demokrat yang punya semacam hak veto untuk menolak atau menyetujui kebijakan Ketua Umum.


Nah, kini kursi Ketua Dewan Pembina Partai Golkar selangkah lagi diprediksi akan diduduki Jokowi. Bahlil selaku formatur tunggal Munas cuma tinggal main tunjuk jari saja.


Apakah Jokowi yang tidak pernah menjadi pengurus pusat atau bahkan Ketua Umum Partai Golkar bisa duduk di kursi Ketua Dewan Pembina? Itu gampang saja. 


Tinggal ubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar yang bisa dilakukan dalam Munas yang merupakan forum tertinggi partai.


Sebenarnya sudah cukup lama beredar rumor Jokowi hendak mengambil alih kursi Ketua Dewan Pembina bahkan Ketua Umum Partai Golkar. 


Kini, selangkah lagi rumor itu diprediksi akan menjadi nyata, bukan sekadar isapan jempol belaka. Golkar pun akan benar-benar ada dalam genggaman tangan Jokowi.


Sebelum Golkar, Jokowi disinyalir hendak merebut kursi Ketua Umum PDI Perjuangan yang sudah sejak 1996 diduduki Megawati Soekarnoputri. 


Tapi ada resistensi bahkan perlawanan internal, sehingga Jokowi urung menguasai Partai Banteng. Megawati pun tak mempan diintimidasi, tidak seperti Airlangga Hartarto.


Luput membegal Banteng Ketaton, kini Jokowi selangkah lagi sukses menggergaji atau membegal Beringin setelah berhasil menumbangkan Airlangga Hartarto, anak buahnya di Kabinet Indonesia Maju sebagai Menteri Koordinator Perekonomian.


Mengapa Jokowi perlu membegal partai besar semacam PDIP atau Golkar, jawara dan “runner up” Pemilu 2024?


Sebab usai lengser pada 20 Oktober nanti, Jokowi tak mau menjadi “lame duck” atau bebek lumpuh. 


Jokowi ingin tetap eksis, bahkan menjadi “king maker” percaturan politik nasional. Terpilihnya Prabowo Subianto sebagai Presiden RI di Pilpres 2024, “king maker”-nya juga adalah Jokowi.


Mengapa Jokowi perlu menjadi “king maker”?


Pertama, untuk memastikan program-program pembangunannya dilanjutkan oleh Prabowo. 


Termasuk pembangunan dan pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.


Jika tidak dilanjutkan maka akan mangkrak dan secara hukum akan bermasalah.


Kedua, membuat jaring pengaman hukum bila ternyata kebijakan-kebijakan atau bahkan tindakan-tindakan pribadi dan keluarganya bermasalah secara hukum.


Dengan punya kekuasaan politik, Jokowi akan bisa mengendalikan kekuasaan hukum.


Ini dengan catatan Prabowo mau mengikuti alur pikiran Jokowi. Jika Prabowo berkhianat seperti Jokowi mengkhianati Megawati, maka ceritanya akan lain. Kita tunggu saja tanggal mainnya. ***

Penulis blog