DEMOCRAZY.ID - Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menyoroti munculnya nama Bahlil Lahadalia yang mulai menguat dan disebut-sebut, akan menjadi pengganti Airlangga Hartarto sebagai ketum definitif Partai Golkar.
Menurutnya, munculnya nama Bahlil bukan lagi mempertimbangkan sosok dari kapasitasnya, melainkan siapa sosok yang berada di belakangnya.
Ia mengatakan, jika nantinya Bahlil terpilih maka makin terbukti kecurigaan publik bahwa mundurnya Airlangga karena ada tekanan pihak tertentu yang ingin menguasai dan mengendalikan partai beringin.
"Situasi saat ini bukan soal pantas atau tidak, mundurnya Airlangga timbulkan ragam spekulasi, salah satunya tentu intervensi pihak luar Golkar, intervensi kuat hanya mungkin dilakukan oleh kekuasaan. Sehingga Bahlil bukan lagi soal kapasitas, melainkan soal ia menjadi 'tangan' siapa," kata dia, Jakarta, dikutip Kamis (15/8/2024).
Dedi juga menyayangkan, dengan keputusan mundurnya Airlangga Hartarto sebagai ketua umum (Ketum) Partai Golkar.
Langkah ini dinilai memprihatinkan, sebagai pemimpin partai besar harusnya Airlangga jangan selemah ini.
"Airlangga sejauh ini bukan tipe tokoh yang lunglai, Golkar punya tokoh sekaliber Akbar Tanjung yang melawan status tersangka dengan gigih, bahkan Setya Novanto sekalipun punya keberanian melawan," kata Dedi.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pembina Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Golkar, Idrus Marham mengklaim dukungan terhadap Bahlil Lahadalia untuk menjadi Ketua Umum Partai Golkar menggantikan Airlangga Hartarto bukanlah perwakilan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Saya katakan tidak ada. Yang pasti setahu saya, dengan kompetensi Bahlil sekarang ini, arus bawah arus atas hampir semua dukung (Bahlil). Saya punya keyakinan tidak ada (cawe-cawe Jokowi), dan tidak ada alasan untuk itu,” kata Idrus dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (13/8/2024).
Menurut Idrus, Bahlil yang menjabat Menteri Investasi merupakan salah satu sosok yang tepat untuk menggantikan Airlangga.
Idrus menilai sepak terjang Bahlil di Partai Golkar sangat baik, yaitu pernah mengurus Golkar di Dewan Pengurus Daerah (DPD) Papua, dan memahami situasi kebatinan di daerah.
Lebih lanjut, ia menyayangkan banyak orang maupun petinggi Golkar yang menganggap Bahlil tidak pantas menjadi ketua umum Partai Golkar.
Padahal, lanjut dia, dalam AD/ART Golkar menyatakan secara jelas bahwa syarat untuk menjadi ketua umum, salah satunya pernah menjadi pengurus DPP satu periode maupun DPD Partai Golkar.
“Bahlil itu pada saat saya jadi sekjen dan ketua umumnya Aburizal Bakrie, itu menjabat sebagai, pernah kita SK-kan sebagai bendahara DPD I Partai Golkar Provinsi Papua, ini jadi memenuhi syarat, jadi kalau ada goreng-goreng seperti ini, mungkin tidak tahu ya kita maafin,” ujar Idrus.
Sumber: Inilah