CATATAN HUKUM POLITIK

'Praktik Kotor Anak dan Menantu Jokowi Dalam Izin Nikel di Maluku Utara'

DEMOCRAZY.ID
Agustus 27, 2024
0 Komentar
Beranda
CATATAN
HUKUM
POLITIK
'Praktik Kotor Anak dan Menantu Jokowi Dalam Izin Nikel di Maluku Utara'


'Praktik Kotor Anak dan Menantu Jokowi Dalam Izin Nikel di Maluku Utara'


Dalam dua kali persidangan, nama anak dan menantu Presiden Joko Widodo mencuat. Pada persidangan 31 Juli 2024 yang menghadirkan Kepala Dinas ESDM Provinsi Maluku Utara Suryanto Andili, nama Bobby Nasution, menantu Presiden Joko Widodo yang menjabat Wali Kota Medan, untuk pertama kalinya disebut dalam persidangan. 


Saat itu, Suryanto mengatakan AGK memberikan keistimewaan kepada ‘Blok Medan’. 


Istilah tersebut muncul ketika Suryanto menjelaskan ihwal sepak terjang AGK dalam memuluskan perizinan di bidang pertambangan. Dalam penjelasannya, ia menyebutkan kegigihan AGK mengawal izin usaha tambang untuk ‘Blok Medan’. 


Bahkan, ia menyebutkan AGK kerap menggunakan istilah tersebut sebagai senjata untuk menekan Bupati Halmahera Timur agar memuluskan pengurusan izin tambang. 


Kesaksian Suryanto mengenai cawe-cawe keluarga Jokowi, diperkuat oleh pernyataan AGK dalam persidangan sehari setelahnya, 1 Agustus 2024. Dalam persidangan, AGK mengklarifikasi pernyataan Suryanto. 


Ia mengatakan ‘Blok Medan’ bukan merujuk kepada Bobby Nasution melainkan Kahiyang Ayu, istri Bobby yang merupakan anak kandung Jokowi.


Di masa AGK menjabat, ada satu blok Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) di Halmahera Timur yang dilelang oleh Kementerian ESDM berdasarkan Pengumuman Nomor 10.PM/MB.03/DJB.P/2023 tanggal 13 November 2023. 


Blok tersebut bernama Blok Foli dengan luas 2.728 hektare. Sebagai catatan, saat itu Kementerian ESDM melelang 19 blok WIUP yang diikuti oleh 130 perusahaan. 


Pada 7 Februari 2024, Kementerian ESDM mengumumkan sembilan pemenang. Dari kesembilan pemenang tersebut, satu-satunya yang berada di wilayah Halmahera Timur adalah Blok Foli dengan komoditas nikel seluas 2.728 hektare. 


Pemenang tender di blok foli ini adalah PT Wasile Jaya Lestari dengan nilai kompensasi Rp 9,8 miliar. 


PT Wasile Jaya Lestari merupakan perusahaan yang terafiliasi dengan Muhaimin Syarif lewat PT Mineral Trobos. Muhaimin pernah menjabat sebagai Wakil Direktur Mineral Trobos yang merupakan pemilik saham mayoritas Wasile Jaya Lestari. 


Direktur Wasile Jaya Jondrich Louhenapessy dipanggil untuk diperiksa KPK dalam kapasitas sebagai saksi untuk perkara dugaan korupsi, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan AGK pada 8 Agustus 2024.


Selain Wasile Jaya, salah satu perusahaan pemegang IUP nikel di Halmahera Timur adalah PT Priven Lestari yang dikomandoi oleh Michael Tjahjadi, anak konglomerat Robby Tjahjadi. Michael diduga memiliki kedekatan dengan lingkaran istana melalui koneksi keluarganya.


Priven Lestari mengantongi izin pengelolaan tambang di Wato-Wato, Kecamatan Maba, Halmahera Timur seluas 4.953 hektare yang terbit pada 2018. Lahan tersebut berada tepat di belakang pemukiman warga dengan jarak hanya 1,5 kilometer dari Desa Sailal, sehingga mendapatkan penolakan keras dari warga di Kecamatan Maba. 


Pada 2022, menurut pantauan dari beberapa media lokal, dalam pertemuan dengan perwakilan PT Priven Lestari, warga Maba secara tegas menolak perusahaan beroperasi karena jaraknya yang terlampau dekat dari pusat aktivitas dan permukiman warga. 


Menurut offshore leaks yang mengungkap skandal pengemplangan pajak perusahaan yang bersemayam di British Virgin Island, nama Michael Tjahjadi terkait dengan dua perusahaan cangkang yang berada negara suaka pajak tersebut. 


Nama Michael Tjahjadi diidentifikasi sebagai pemilik saham perusahaan Windrose Worldwide Corporation dan Victorious Star Worldwide Limited, keduanya berlokasi di BVI.


Di dalam laporan JATAM terungkap pula afiliasi terang-terangan para pengusaha tambang di Maluku Utara dengan partai, di antaranya Partai Golkar dan Partai Gerindra. Dengan terpilihnya Bahlil sebagai Ketua Partai Golkar dalam Musyawarah Nasional Partai Golkar ke-XI yang berlangsung pada 20-21 Agustus 2024 dan berkuasanya Gerindra sebagai partai yang menjadi 'rumah' bagi Presiden Terpilih Prabowo Subianto, praktik ijon politik akan berlangsung subur.


Penelusuran ini mengungkap ijon politik yang berlangsung hari ini lagi-lagi mengeksploitasi industri ekstraktif. Warga biasa yang tinggal di wilayah lingkar tambang lagi-lagi 'ditumbalkan' demi meladeni keserakahan para oligarki tambang yang sudah kawin-mawin dengan elit politik hari ini. 


Warga dirampas kemerdekaannya untuk hidup secara sehat, damai, sejahtera, dan layak bagi kemanusiaan sembari dipaksa hidup berdampingan dengan bencana.


Blok Medan


Masalah itu muncul saat Bobby Nasution jadi bakal calon gubernur terkuat di Sumatera Utara (Sumut). Bobby Nasution disebut-sebut dalam kasus korupsi yang melibatkan eks Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba.


Wali Kota Medan ini disebut dengan istilah Blok Medan di kasus Izin Usaha Pertambangan nikel tersebut. Terbaru, Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK didesak membuka penyelidikan baru terhadap Bobby Nasution.


"Perlunya penyelidikan baru oleh KPK karena nama Bobby Nasution dan Kahiyang Ayu terungkap sebagai fakta persidangan dalam perkara tipikor terdakwa AGK pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Ternate, Rabu (31/7/2024), yang didakwa menerima gratifikasi dalam pemberian IUP Nikel di Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara," kata Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus di Jakarta, Senin (5/8/2024).


Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Maluku Utara, Suryanto Andili telah diperiksa dalam persidangan.


Suryanto telah memberikan keterangan di bawah sumpah dalam sidang perkara tipikor dengan terdakwa AGK terkait pengurusan IUP Nikel.


Suryanto memunculkan nama Boby Nasution sebagai "Blok Medan". Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Andi Lesmana tentang Blok Medan mencecar saksi Suryanto Andili soal Blok Medan itu.


Suryanto pun menyatakan nama Blok Medan itu sering disebut oleh terdakwa AGK sebagai gambaran tentang pengurusan IUP di Halmahera Utara.


Istilah Blok Medan itu kemudian diperdalam dan dielaborasi oleh JPU KPK Andi Lesmana di dalam persidangan.


Terungkap fakta persidangan, nama Blok Medan itu dipakai oleh AGK karena terkait IUP Nikel yang berhubungan dengan Bobby Nasution, Wali Kota Medan, menantu Jokowi.


"Keterangan terdakwa AGK ketika ditanya oleh JPU Andi Lesmana terkonfirmasi dengan jelas oleh terdakwa AGK bahwa perihal nama Blok Medan, karena IUP Nikel-nya itu diberikan ke atas nama Kahiyang Ayu," beber Petrus.


Lebih jauh dijelaskan di hadapan Majelis Hakim PN Ternate oleh AGK bahwa terkait pemberian IUP Nikel itu pihaknya bersama keluarga dan Muhaimin Syarif serta Olivia Bachmid hadir di Medan dalam rangka memenuhi undangan untuk membahas blok tambang nikel "Blok Medan" yang terletak di Kabupaten Halmahera Timur.


Menurut Petrus, terdapat dua saksi yang memiliki informasi penting tentang bagaimana Bobby Nasution dan istrinya Kahiyang Ayu disebut-sebut memiliki IUP Nikel yang dikenal dengan sebutan "Blok Medan" di Maluku Utara dan bagaimana prosesnya hingga IUP Nikel itu diberikan ke Kahiyang Ayu.


Pengungkapan nama Bobby Nasution dan istrinya Kahiyang Ayu oleh saksi Suryanto Andili dalam sidang ketika pemeriksaan kasus dengan terdakwa AGK, lanjut Petrus, telah dikonfirmasi oleh saksi Suryanto Andili dan terdakwa AGK.


"Oleh karena itu, keterangan saksi Suryanto Andili dkk berikut terdakwa AGK bernilai sebagai fakta persidangan.


Sehingga sangat beralasan bagi penyidik KPK untuk membuka penyelidikan baru guna memanggil Bobby Nasution dan Kahiyang Ayu," katanya.


"Tujuannya untuk memastikan apakah IUP yang telah diberikan itu bermasalah hukum atau tidak melalui sebuah proses secara hukum yang adil, atas dasar tidak ada yang kebal hukum di negeri ini sesuai prinsip 'equality before the law' (kesetaraan di muka hukum).


Sekaligus untuk pemulihan nama baik manakala tidak ditemukan unsur tindak pidana korupsi," jelas Petrus yang juga Koordinator Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara. "KPK tentu sudah memiliki dua alat bukti sebagai dasar untuk menindaklanjuti sebuah proses hukum.


Yaitu beberapa saksi yang mengetahui karena langsung mengurusi IUP atas nama Kahiyang Ayu dimaksud dan diperkuat dengan keterangan saksi Suryanto Andili dan terdakwa AGK.


Sehingga merupakan fakta persidangan yang tervalidasi dan ada bukti tertulis berupa IUP itu sendiri," jelasnya.


Pertanyaannya, kata Petrus, mengapa nama anak dan menantu Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana Jokowi ini tidak muncul ketika pemeriksaan penyelidikan dan penyidikan di KPK saat pemeriksaan terhadap tersangka AGK dan saksi-saksi lainnya?


"Apakah KPK melindungi atau ini bagian dari strategi penyidikan agar keterangan saksi Suryanto Andili dan terdakwa AGK mendapat penguatan dan dukungan publik yang meluas saat dibuka dalam persidangan yang terbuka untuk umum?" tanyanya.


"Ataukah karena KPK tidak punya nyali dan tidak independen sehingga terkesan melindungi Bobby Nasution dan Kahiyang Ayu?".


Padahal mestinya penyidik KPK tahu ada nama Bobby Nasution dan Kahiyang Ayu dalam pemberian IUP Nikel sejak dalam tahap penyelidikan.


Tetapi KPK diduga menutup-nutupi dengan tidak memanggilnya untuk didengar keterangannya," sesal Petrus.


Menurut Petrus, harus dicatat dan dipertanyakan apakah etis dan elok seorang AGK selaku Gubernur Maluku Utara dan keluarganya harus datang ke Medan menemui seorang Walikota Bobby Nasution demi sebuah IUP atas nama Kahiyang Ayu?


Karena itu, katanya, perlu diperjelas apakah pemberian IUP itu transparan dan akuntabel atau tidak.


Bermasalah hukum atau tidak sehingga terdapat urgensi bagi JPU membukanya dalam persidangan tipikor. "Kita tunggu KPK," tandasnya.


Sementara itu, KPK telah angkat bicara soal nama Bobby Nasution disebut dalam sidang kasus dugaan korupsi mantan Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba.


Untuk saat ini, KPK belum bisa memberikan tanggapan yang konkret. "Berdasarkan informasi, namanya (Booby Nasution) sudah disebut.


Nanti kalau seandainya ada update akan kami sampaikan," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (2/8/2024).


Tessa belum bisa memastikan apakah Bobby Nasution akan dihadirkan di pengadilan berdasarkan fakta sidang yang terungkap. Pun dalam tahap penyidikan.


"Apakah memang perlu memanggil atau tidak. Di posisi penyidik, belum ada kebutuhan untuk memanggil yang bersangkutan. Masih didalami prosesnya," ujarnya.


Terkait hal itu, Bobby Nasution tidak menjawab secara gamblang tentang istilah Blok Medan yang muncul di persidangan.


Dia menilai tidak etis mengomentari persidangan. "Itu kan hasil sidang ya. Saya rasa kalau dikomentari dalam seperti ini tidak etis. Silakan saja dalam persidangan (ada istilah itu), apa disebutkan saya ikut saja, di persidangan ya," kata Bobby di Jalan Asia, Kota Medan, Sabtu (3/8/2024).


"Semua cerita pengadilan korupsi akan berubah? Korupsi di Indonesia hanya bisa diatasi munculnya Presiden benar negarawan, jujur dan berani menghukum mati para koruptor". 



Sumber: MonitorIndonesia

Penulis blog