'Paman Usman Melawan, Suhartoyo Tertawan, Pengadilan Layani Kekuasaan'
Oleh: Karyudi Sutajah Putra
Calon Pimpinan KPK 2019-2024
Paman Usman melawan, Suhartoyo tertawan, pengadilan selalu melayani kekuasaan.
Demikianlah. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan sebagian gugatan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, sehingga nasib Ketua MK Suhartoyo pun tertawan. Pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK dinyatakan batal atau tidak sah.
“Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian. Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor: 17 Tahun 2023, tanggal 9 November 2023 tentang Pengangkatan Dr Suhartoyo SH MH sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023-2028,” bunyi Putusan PTUN Jakarta seperti dikutip dari putusan tersebut, Selasa (13/8/2024).
PTUN Jakarta pun memulihkan harkat dan martabat Paman Usman, sebutan untuk Anwar Usman yang merupakan adik ipar dari Presiden Joko Widodo, alias paman dari Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi-Ibu Iriana.
Namun, PTUN Jakarta menolak permohonan Paman Usman untuk dikembalikan kedudukannya sebagai Ketua MK.
Sebutan Paman Usman mulai populer setelah Majelis Hakim MK membacakan Putusan No 90 Tahun 2023 pada 16 September 2023.
Putusan kontroversial ini membuka jalan bagi Gibran untuk maju sebagai calon wakil presiden pada Pemilihan Presiden 2024 dan akhirnya terpilih bersama capres Prabowo Subianto.
Akibat putusan ini, Anwar Usman dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang saat itu doketuai mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie.
Paman Usman kemudian melawan dengan mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta, dan akhirnya sebagian gugatannya dikabulkan.
Kini, Suhartoyo menjadi tidak sah alias batal jabatannya sebagai Ketua MK. Suhartoyo pun tersandera alias tertawan.
Lantas, bagaimana langkah MK menyikapi putusan PTUN Jakarta yang memicu polemik itu?
Menurut Juru Bicara MK Fajar Laksono, MK akan merapatkan ihwal pembatalan Suhartoyo sebagai Ketua MK itu hari ini, Rabu (14/8/2024).
Dengan putusan PTUN Jakarta itu, kini makin sempurnalah fenomena bahwa pengadilan di Indonesia selalu melayani kepentingan kekuasaan atau penguasa. Betapa tidak?
Sebelum ini, MK menerbitkan Putusan No 90 Tahun 2023 pada 16 September 2023 yang memberikan “karpet merah” bagi Gibran untuk maju sebagai cawapres di Pilpres 2024, meskipun usianya baru 36 tahun hanya karena dia sedang menjabat Walikota Surakarta, Jawa Tengah.
Putusan MK No 90/2023 itu menganulir syarat usia minimal 40 tahun capres/cawapres sebagaimana disyaratkan Pasal 169 huruf q UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Setelah itu, Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Putusan No 23P/2024 pada 10 Mei 2024 yang memberikan “karpet merah” kepada Kaesang Pangarep, sehingga putra bungsu Jokowi yang belum genap berusia 30 tahun itu bisa maju sebagai calon gubernur/wakil gubernur pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 yang akan gigelar 27 November mendatang, karena usia cagub/cawagub dihitung per tanggal pelantikan, bukan per tanggal penetapan calon.
Putusan MA tersebut menganulir Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No 9 Tahun 2020 tentang Pilkada.
Alhasil, kalau hamba hukum sudah menjadi hamba penguasa, jangan harap kebenaran dan keadilan akan menjadi nyata. Kebenaran dan keadilan akan tetap menjadi utopia. ***