DEMOCRAZY.ID - Wakil Hamas di Iran, Khaled Qaddoumi, mengungkap beberapa fakta di balik terbunuhnya kepala biro politik faksi pejuang Palestina tersebut, Ismail Haniyeh, dan pengawalnya, Wassim Abu Shaaban.
Qaddoumi menceritakan bahwa syahid Ismail Haniyeh tiba di Iran pada dini hari Selasa 30 Juli 2024 dengan memimpin delegasi yang terdiri atas para petinggi Hamas, termasuk kepala Kantor Hubungan Arab dan Islam, Khalil al-Hayya, dan pejabat biro politik Muhammad Nasr dan Zaher Jabarin, serta Qaddumi sendiri.
Dia menambahkan bahwa belegasi tersebut berangkat pada Selasa malam menuju Parlemen Iran Majelis Syura Islam untuk berpartisipasi dalam upacara pelantikan Presiden Iran Masoud Pezeshkian.
Dia menambahkan bahwa di sana, sejumlah besar anggota parlemen, pejabat Iran, dan tamu asing berkumpul di sekelilingnya, dan Presiden Iran Masoud Pezeshkian memeluknya dengan hangat dan mengangkat tangannya sebagai simbol kemenangan. Setelah itu delegasi Hamas mengunjungi pameran “Bumi Peradaban” di Menara Milad, Teheran.
Qaddoumi mengatakan, miniatur Kubah Al-Sakhrah Masjid Al-Aqsa dalam pameran tersebut menghentikan Syahid Haniyeh selama beberapa saat.
Dia melihat seorang gadis kecil Iran sedang berperan sebagai anak Palestina yang keluarganya gugur di tengah kehancuran.
Haniyeh memanggilnya dan mencium kepalanya, dan terkenang anak-anak Gaza beserta para cucu dan anak-anaknya yang sendiri yang gugur.
Qaddoumi menambahkan bahwa selanjutnya Haniyeh dan rombongan pergi ke tempat kediaman presiden Iran demi memenuhi undangan Pezeshkian untuk jamuan makan malam, lalu pindah ke penginapannya di Teheran utara, yang bukan merupakan tempat rahasia , melainkan diketahui umum, dan diperuntukkan bagi para tokoh penting yang datang ke Iran.
Qaddoumi menepis rumor yang beredar tentang bagaimana Israel mengetahui tempat tinggal Haniyeh dan hal-hal lain.
Menurutnya, semua itu omong kosong, karena Haniyeh saat itu sedang melakukan kunjungan terbuka, dalam pertemuan terbuka, dan dia adalah seorang tokoh diplomatik, karena dia adalah pemimpin Hamas dan juga mantan perdana menteri Palestina.
Qaddoumi menjelaskan, “Setelah kami tiba di penginapan pada larut malam, Sang Pemimpin telah syahid itu (Haniyeh) melaksanakan salat Isyak, kemudian kami duduk dan berbincang tentang upacara pelantikan presiden dan suasananya yang baik di mana wakil sejumlah negara, yang sebagian di antaranya tidak mengakui Hamas, telah datang menghampirinya untuk bersalam dan bertukar ucapan selamat dengannya.”
Dia menambahkan, “Kami berbincang tentang pembunuhan syahid Fouad Shukr (komandan senior Hizbullah), keutamaan kesyahidan, dan husnul khotimah. Dia mengatakan bahwa ini merupakan akhir yang bahagia bagi setiap pejuang yang melawan entitas Zionis.”
Setelah itu, sambung Qaddoumi, Haniyeh pergi ke kamarnya untuk tidur. Saat itu, pengawalnya, Wassim Abu Shaaban, yang sebelumnya telah menjadi makmum dalam shalat Isyak yang ditunaikan Haniyeh, menjaganya di luar kamarnya, dan Haniyeh sedang membaca Al-Qur’an, yang masih ada di tangannya ketika dia gugur sehingga darahnya pun melumuri kitab suci ini.
Mengenai saat-saat terakhir kehidupan Ismail Haniyeh, Qaddoumi mengisahkan bahwa tepat pada pukul 1:37 terjadi guncangan pada gedung.
“Saya lantas meninggalkan tempat saya berada, dan melihat asap tebal, dan setelah itu kami mengetahui bahwa Haji Abu Al-Abd telah gugur syahid, dan sebelum itu sempat ada kilatan cahaya,” tuturnya.
Dia menambahkan, “Semula saya menduga telah terjadi sambaran guntur atau gempa bumi, jadi saya membuka jendela dan tidak mendapati adanya hujan atau guntur, dan cuaca pun sedang panas. Kami pergi ke lantai tempat Sang Syahid berada, dan kami mendapati dinding dan langit-langit tempat dia berada telah runtuh dan hancur.”
Qaddoumi juga mengisahkan, “Terlihat jelas dari penampakan tempat setelah terjadi serangan dan apa yang terjadi padanya, dan dari jenazah Ismail Haniyeh, bahwa serangan dilakukan dengan proyektil dari udara, entah misil atau peluru.”
Dia kemudian mengaku tidak ingin bercerita lebih lanjut karena tim penyelidik Iran masih melakukan penyelidikan dan akan mengumumkan hasilnya.
Dia mengatakan bahwa narasi New York Times dan jubir IDF Daniel Hagari terbantahkan oleh kesaksian dan fakta di lapangan.
Dia memastikan narasi itu dimaksudkan supaya Israel dapat cuci tangan dan terhindar dari dampak dan balasan atas kejahatannya.
Qaddoumi mengatakan bahwa Israel-lah yang merencanakan dan melakukan kejahatan itu dengan sepengetahuan dan persetujuan AS, sehingga pemerintah AS berpartisipasi dalam kejahatan ini, dan memberi lampu hijau kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu saat dia berkunjung ke Washington belum lama ini.
Qaddoumi menyebutkan bahwa Syahid Ismail Haniyeh adalah satu di antara 40,000 orang yang gugur syahid dalam perang genosida Gaza, dan 70 persen korban itu adalah kaum wanita dan anak kecil.
Dia memastikan bahwa darah suci Syahid Haniyeh akan menjadi kutukan yang mengusir kaum Zionis serta badai baru yang melengkapi Badai Al-Aqsa untuk membawanya kepada tujuan terakhir berupa pembebasan Al-Quds dan negeri Palestina, dari sungai hingga lautnya.
Sumber: LiputanIslam