DEMOCRAZY.ID - Pengamat Politik Citra Institute, Efriza menduga, mundurnya Airlangga Hartarto dari Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) bukan secara mendadak tapi sudah direncanakan usai isu bakal dijadikan tersangka kasus dugaan kasus ekspor minyak sawit mentah 2021-2022.
Sebelum mengumumkan mundur, Airlangga pada Jumat 9 Agustus 2024 menemui Presiden Joko Widodo.
"Ini terlihat sekali bahwa, ada tekanan yang besar menjelang Munaslub Partai Golkar. Dan kita lihat ini secara cermat yang paling dikhawatirkan Airlangga bukan sebagai ketua umum atau soliditas dari Golkar tapi adalah keluarga dan pribadinya," katanya, Senin (12/8/2024).
Kabar burung lainnya adalah soal dugaan keterlibatan Airlangga memasukkan 1.600 kontainer ilegal.
Bahwa, sebuah sumber Monitorindonesia.com, menyatakan Airlangga tengah 'digoyang' oleh Menperin Agus.
Isu ini juga selaras dengan laporan Kemenperin soal adanya 1.600 kontainer dengan nilai demurrage Rp294,5 miliar berisi beras ilegal yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya.
Pengamat politik lain menduga ada sesuatu juga di balik semua itu. Adi Prayitno menyatakan "Gelap gulita, kata dia, pasti ada kekuatan besar di luar Airlangga".
"Padahal Airlangga dinilai sebagai ketum Golkar sukses naikkan suara Pileg 2024 dan kinerjanya sebagai menteri. Tiba-tiba mundur bikin kaget publik," kata Direktur Eksekutif Paramater Politik Indonesia itu, Minggu (11/8/2024).
Sementara pengamat politik dari Institute for Democracy and Strategic Affairs, Ahmad Khoirul Umam menilai langkah mundur Airlangga sebagai pimpinan partai tidak lepas dari kuatnya benturan antar kekuatan di internal Golkar.
Menurut dia, faksi-faksi besar di internal Golkar itu telah berbenturan sejak menjelang Pilpres 2024.
Salah satu bentuk benturan itu sempat terlihat ketika Golkar mencoba utak-atik koalisi Pilpres. Kala itu Golkar sempat hampir mendekat dengan PDIP.
"Faksi-faksi kekuatan di internal Golkar memiliki agenda kepentingan ekonomi-politik yang beragam," katanya, Minggu (11/8/2024).
Di lain sisi, dia juga menyoroti soal peristiwa pemeriksaan Airlangga Hartarto oleh lembaga penegak hukum di kasus minyak goreng.
Sejumlah kalangan, meyakini bahwa manuver Ketum Golkar itu dianggap tidak kuat dengan agenda kepentingan.
"Tampaknya kembali bergerak karena langkah dan keputusan Airlangga di sejumlah pilkada dianggap kurang tegas dan memunculkan ketidakpastian," jelas Ahmad.
Sementara Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyatakan 'gantung kursi ketum'.
"Dari alasan yang tersedia, tak ada satu pun yang bisa cocok untuk menjelaskan aksi 'gantung kursi' kapten Golkar itu. Yang cocok justru kalau menggunakan penjelasan lain. Penjelasan lain ini, sayangnya berujung pada kesimpulan bahwa yang terjadi adalah diminta atau dipaksa mundur," kata Lucius, Senin (12/8/2024) dini hari.
Terkait isu-isu itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengklaim, penanganan kasus hukum tak berkaitan dengan dinamika politik.
Dalam hal ini, Kejagung tak ada cawe-cawe dalam upaya menggulingkan Airlangga dari pucuk pimpinan Partai Golkar.
“Penanganan perkara tidak berkaitan dengan kepentingan politik melainkan murni penegakan hukum,” tutur dia, Senin (12/8/2024).
Dalam kasus ini, Airlangga pun sudah pernah diperiksa sebagai saksi. Bahkan, dalam dakwaan Lin Che Wei, jaksa juga memasukkan nama Airlangga terutama dalam kaitan pengambilan kebijakan izin ekspor padahal tengah terjadi kelangkaan minyak di dalam negeri.
Harli mengklaim akan memberikan informasi jika penyidik memang berencana memeriksa Airlangga lagi.
“Kalau ada infonya kita sampaikan ya,” imbuh dia.
Diketahui, Airlangga hari ini turut mendampingi Presiden Jokowi di Ibu Kota Nusantara (IKN). Airlangga juga akan mengikuti sidang kabinet paripurna pertama di IKN.
Airlangga kemungkinan ada di Jakarta pada 16 Agustus mendatang untuk hadir dalam kegiatan nota keuangan di DPR.
Esok harinya pada 17 Agustus 2024 ia akan kembali ke IKN untuk menghadiri upacara kemerdekaan.
Dalam kasus korupsi izin ekspor CPO, Airlangga memang pernah diperiksa oleh Kejagung sebagai saksi pada 2023 lalu.
Kejagung menduga terdapat kebijakan yang ditengarai merugikan keuangan negara terkait fasilitas ekspor CPO dan krisis minyak goreng pada 2022.
Dalam perkara ini, sejumlah terdakwa telah mendapatkan vonis. Ada juga pelaku dari unsur perusahaan yang ditetapkan sebagai tersangka. Ketiganya yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Adapun kerugian negara akibat kasus izin ekspor CPO berdasarkan keputusan kasasi dari Mahkamah Agung yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap yakni sebesar Rp6,47 triliun.
Sumber: MonitorIndonesia