CATATAN HUKUM POLITIK

'Malu-Malu Jokowi di 10 Tahun Memimpin Pemberantasan Korupsi'

DEMOCRAZY.ID
Agustus 17, 2024
0 Komentar
Beranda
CATATAN
HUKUM
POLITIK
'Malu-Malu Jokowi di 10 Tahun Memimpin Pemberantasan Korupsi'


'Malu-Malu Jokowi di 10 Tahun Memimpin Pemberantasan Korupsi'


Jokowi ‘sukses’ membawa pemberantasan korupsi di Indonesia ke titik nol alias tak meningkat


Presiden Joko Widodo tidak menyinggung maupun menyebut satu kata pun terkait korupsi dalam pidato kenegaraan terakhirnya di Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD RI, Jumat (16/8/2024).


Sebaliknya, Jokowi lebih asik memamerkan berbagai capaian yang diraih dalam 10 tahun pemerintahannya di bidang lain, utamanya infrastruktur.


Pun saat membicarakan perkembangan dunia hukum. Jokowi tetap tidak menyinggung kasus korupsi. Ia hanya menyinggung pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru dan restorative justice yang diterapkan Mahkamah Agung.


Sikap berbeda yang ia tunjukan di dua tahun terakhir. Pada 2022, Jokowi menyebut kata korupsi sampai lima kali. Saat itu, bahkan Jokowi meminta pemberantasan korupsi menjadi agenda prioritas. Jokowi lantas menyinggung kasus-kasus besar yang merugikan negara hingga triliunan rupiah seperti, Jiwasraya, ASABRI, Garuda, dan BLBI.


Pada Pidato Kenegaraan 2023, Jokowi menyinggung persoalan rasuah, meskipun itu hanya satu kata. Saat itu, Jokowi menyoroti konsistensi reformasi struktural, terutama regulasi yang disederhanakan, kemudahan perizinan, kepastian hukum, dan pencegahan korupsi.


Padahal menurut koleganya di PDIP Hasto Kristiyanto, Jokowi harusnya menjelaskan capaian 10 tahunnya memegang tongkat komando pemberantasan korupsi di Indonesia.

    

“Mengapa indeks pemberantasan korupsi justru memasuki sisi-sisi gelap,” ujar Hasto


Lantas segelap apa pemberantasan korupsi di Indonesia di era Presiden Jokowi?


Jokowi Bawa Indonesia ke Titik Nol


Jika berpatokan pada capaian Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dihitung dengan skala 0-100. Angka 0 berarti menjadi yang paling korup, sedangkan angka 100 menjadi yang paling jujur, maka pada 2024, IPK Indonesia turun ke angka 34.


Poin tersebut merupakan angka yang sama dengan laporan Transparency International Indonesia (TII) pada 2014 silam, ketika Jokowi baru menjabat presiden. Artinya Jokowi ‘sukses’ membawa pemberantasan korupsi di Indonesia ke titik nol alias tak meningkat.


Perolehan IPK itu, berpengaruh terhadap peringkat korupsi Indonesia di dunia, sehingga merosot jadi posisi 115 dari 180 negara pada 2023.


Pun pada Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), dimana menunjukkan skor IPAK mengalami penurunan pada 2023. Skor IPAK Indonesia pada tahun lalu masih berada di angka 3,92. 


Skor ini lebih rendah 0,01 ketimbang penilaian IPAK pada 2022. Skor IPAK Indonesia pada 2022 mencapai 3,93, 2021 mencapai 3,88, dan 2020 mencapai 3,84.


Catatan serupa diberikan Indonesia Corruption Watch. Dalam laporan hasil pemantauan tren korupsi 2023 yang dirilis 19 Mei 2024, menunjukan jumlah kasus korupsi terus meningkat setiap tahun sejak periode kedua Jokowi. 


Jumlahnya melonjak nyaris tiga kali lipat dari hanya 271 kasus pada 2019 menjadi 791 kasus pada 2023.


Potensi nilai kerugian negara dari kasus-kasus ini juga ikut melambung. Dari hanya Rp 8,4 triliun pada 2019 menjadi Rp 28,4 triliun pada 2023. Bahkan pernah mencapai Rp 42,7 triliun pada 2022.


Peneliti ICW Diky Anindya mengatakan amburadulnya tren pemberantasan korupsi ini, tidak lepas dari tumpulnya keberanian negara memberikan hukuman berat kepada koruptor. Itu terlihat data tren vonis bagi para koruptor pada 2020-2022, yang hanya dihukum rata-rata 37-41 bulan atau maksimal 3 tahun 4 bulan.


Negara, lanjut Diky, juga masih tidak punya taring untuk memiskinkan para koruptor. Terlihat dari perbandingan hasil vonis kerugian negara dengan nilai uang yang bisa dikembalikan pada 2020-2022.


Diky menyebutkan, tren potensi kerugian negara pada 2023 berada di angka Rp 28,4 triliun, turun dibandingkan Rp 42,7 triliun pada 2022.


Angka itu juga lebih kecil ketimbang tren potensi kerugian negara di tahun 2021 senilai Rp 29,4 triliun.Meski terjadi penurunan dibandingkan dua tahun sebelumnya, namun potensi kerugian negara pada tahun 2023 dinilai ICW masih tergolong sangat besar.


Berkaca dari hasil itu, peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gajah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menyebut Jokowi gagal dalam mengemban misi pemberantasan korupsi. Salah satu faktor terbesar kegagalan, menurutnya terletak pada pelemahan KPK melalui revisi undang-undang.


“Nawacita gagal diwujudkan, korupsi menjadi semakin parah, lembaga pemberantas korupsinya hancur,” ujar Zaenur kepada Inilah.com


Zaenur juga menyoroti banyaknya menteri di kabinet Jokowi yang terjerat korupsi. Dari catatan inilah.com, tercatat ada enam menteri yang mendekam di sel tahanan gara-gara korupsi. 


Pada era Jokowi-Jusuf Kalla periode 2014-2019, terdapat dua orang menteri, yakni Menteri Sosial Idrus Marham serta Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi. Sedangkan di periode kedua Jokowi-Maruf Amin, terdapat Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Mensos Juliari Batubara, Menkominfo Johnny G Plate dan Mentan Syahrul Yasin Limpo.


Titik Keseimbangan


Catatan lain adalah tentang bagaimana hukum menjadi alat politik dan terjadinya korupsi di bidang penegakan hukum baik di Kepolisian, Kejaksaan, Mahkamah Agung (MA) bahkan KPK.


Terjeratnya Firli Bahuri selaku ketua komisi antirasuah dalam kasus pemerasan merupakan buah kehancuran pemberantasan korupsi. 


Hal yang akan menjadi catatan sejarah bagaimana Firli menjadi Ketua KPK pertama yang justru tersandung kasus korupsi.


“Jadi ini catatannya adalah bahwa pada masa Presiden Jokowi sekali lagi ketika menyetujui terjadi revisi UU KPK,” ujar mantan ketua wadah pegawai KPK, Yudi Purnomo kepada Inilah.com.


Namun sebaliknya menurut Yudi, kehancuran KPK tidak bisa juga dianggap menjadi kehancuran Jokowi dalam memimpin komando pemberantasan korupsi. Yudi berkaca pada prestasi yang kemudian ditunjukan Kejaksaan Agung, dimana sukses menggarap korupsi dengan nilai kerugian negara besar.


Sebut saja seperti kasus Jiwasraya Rp16 triliun, kasus Asabri Rp22 triliun, kasus jalan tol MBZ Rp15 triliun, dan kasus BTS Kominfo Rp8 triliun.


“Jadi saya pikir ini ada satu titik keseimbangan ya, bahwa pemberantasan korupsi ya sudah bukan hanya lagi di KPK kiblatnya,” kata Yudi yang juga tercatat pernah menjadi mantan penyidik KPK.


Melihat kiprah Kejaksaan di era Jokowi, menurut Yudi tidak salah kalau kemudian harus diacungi jempol. Pendapat yang kemudian diamini oleh anggota Komisi III dari partai NasDem, Taufik Basari.


Menurut Taufik, hal yang menjadi berat bagi KPK periode ini dalam memimpin garda pemberantasan korupsi adalah karena kerap dilanda konflik internal.


Catatan inilah.com sejumlah konflik internal menggelayuti langkah KPK, bukan cuma Firli, namun beberapa pimpinan KPK lain juga harus berurusan dengan Dewan Pengawas (Dewas), salah satu yang paling heboh yakni Lilik Pintauli, sosok yang sempat dielukan para aktivis anti korupsi. Wakil Ketua KPK yang menjabat sejak 2019 hingga Juli 2022 itu, kedapatan menerima gratifikasi berupa fasilitas menonton MotoGP Mandalika.


Menurut Taufik, hal ini tentu saja menjadi buah simalakama, sebab KPK sejatinya dibentuk untuk memperbaiki kinerja Kepolisian dan Kejaksaan.”Kita berharap KPK mampu memperbaiki dirinya sendiri,” kata Tobas sapaan akrab Taufik Basari.


Soal apakah penegakan hukum di era Jokowi berhasil atau tidak, menurut Taufik hal itu terkandung dari sudut mana kita memandang. Secara kualitatif berdasarkan hasil survei, bisa saja kemudian banyak masyarakat merasa tidak puas dengan penegakan hukum, namun tidak begitu jika dipandang secara kuantitatif.


“Kuantitatif bisa saja bagi orang-orang yang tidak bersentuhan langsung dengan hukum menganggap penegakan hukumnya berhasil, bisa saja,” kata Tobas.


Kembali lagi ke soal apakah pemberantasan korupsi menuju kegelapan ataukah sebaliknya, semestinya itu dijawab Jokowi dalam pidato terakhirnya sebelum lengser 20 Oktober nanti. Jokowi tak perlu malu mengakui.


Sumber: Inilah

Penulis blog