AGAMA POLITIK

[KRONIK] Liku-Liku Seteru PKB dan PBNU: Meruncing di Era Cak Imin & Gus Yahya

DEMOCRAZY.ID
Agustus 02, 2024
0 Komentar
Beranda
AGAMA
POLITIK
[KRONIK] Liku-Liku Seteru PKB dan PBNU: Meruncing di Era Cak Imin & Gus Yahya



DEMOCRAZY.ID - Arifin Junaidi masih terngiang betul momen sehari setelah Soeharto lengser dari presiden pada 22 Mei 1998. 


Kala itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menerima banyak sekali aspirasi dari para kiai dan warga NU untuk membentuk partai politik.


"Jadi ada yang mengusulkan PBNU membuat partai. Bahkan ada yang mengusulkan NU yang jadi partai, menjadi partai lagi," kata Arifin saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Rabu (31/7).


Saat itu Arifin menjabat Wakil Sekretaris Jenderal PBNU. Banyaknya usulan membuatnya sibuk menyusun agenda rapat PBNU pada keesokan harinya. Salah satu poin hasil rapat pada 23 Agustus 1998 yaitu menghargai aspirasi agar PBNU membuat partai.


PBNU kemudian membentuk 'Tim Lima' yang diketuai oleh Ma'ruf Amin untuk menindaklanjuti hal ini. Tim ini memiliki anggota para petinggi PBNU yakni M. Dawam Anwar (Katib Aam PBNU), Said Aqil Siraj (Wakil Katib Aam PBNU); H.M. Rozy Munir, (Ketua PBNU), dan Ahmad Bagdja (Sekretaris Jenderal PBNU).


Ketua Umum PBNU saat itu, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur setuju dengan usul ini. Selanjutnya, untuk memperkuat posisi dan kemampuan kerja Tim Lima, dibentuk Tim Asistensi.


Tim ini diketuai oleh Arifin sendiri. Dia ditemani anggota lain yakni Muhyiddin Arubusman, Fachri Thaha Ma'ruf, Abdul Aziz, Andi Muarli Sunrawa, Nasihin Hasan, Lukman Hakim Saifuddin, Amin Said Husni, dan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Tim Asistensi kemudian dibekali Surat Tugas oleh PBNU.


Ia mengatakan ada lima hasil dari tim khusus ini. Pertama, menyusun pokok-pokok pikiran NU mengenai reformasi politik. Kedua, menyusun Mabda' Siyasi (fondasi politik). Ketiga, menyusun hubungan partai politik (PKB) dengan NU, keempat menyusun naskah deklarasi pendirian partai, dan terakhir penyusunan logo partai.


Arifin menjelaskan tim ini turut merekomendasikan tiga nama bagi partai baru tersebut. Di antaranya Partai Nahdlatul Ummah, Partai Kebangkitan Umat dan Partai Kebangkitan Bangsa.


"Untuk Partai Nahdlatul Ummah, Gus Dur tidak setuju, karena masih ada bahasa Arabnya. Jadi pakainya yang bahasa Indonesia lah. Akhirnya yang terakhir yang dipilih Partai Kebangkitan Bangsa, itu pilihannya Gus Dur," kenang Arifin.


PKB kemudian dideklarasikan pendiriannya pada 23 Juli 1998 di Ciganjur, Jakarta Selatan. Sejak Pemilu 1999 hingga 2024, PKB mewarnai hajatan politik lima tahunan dan selalu lolos ke parlemen.


Partai yang kini dipimpin Muhaimin Iskandar itu memperoleh 16.115.358 suara atau 68 kursi di DPR RI pada Pemilu 2024, melonjak 10 kursi jika dibandingkan pemilu 2019 yaitu 13,5 juta suara.


Muhaimin atau Cak Imin juga menjadi calon wakil presiden mendampingi calon presiden Anies Baswedan pada Pilpres 2024 lalu meski mengalami kekalahan.


Benih selisih PKB-PBNU


Hubungan PKB dan PBNU mengalami pasang surut. Dalam buku Biografi KH Ilyas Ruhiyat berjudul 'Ajengan Cipasung' yang ditulis oleh Iip D. Yahya (2006) mencatat beberapa momen elite PKB 'berseberangan' dengan PBNU.


Perbedaan ini terlihat sejak awal kelahiran PKB. Ilyas melihat Gus Dur "mengabaikan" aspirasi kolega ulama NU kala itu dan lebih percaya pada perhitungan politiknya. Ada momen jajaran ulama syuriah PBNU menggugat susunan pengurus pertama PKB, namun Gus Dur jalan terus.


Ilyas bercerita para kiai kala itu meminta waktu deklarasi diundur karena segala sesuatunya belum sempurna, termasuk ketidaksetujuan mereka terhadap sosok Matori Abdul Djalil. Bila deklarasi tetap dilaksanakan pada 23 Juli 1998, para ulama meminta agar susunan pengurusnya tidak diumumkan terlebih dahulu.


Gus Dur bergeming. Dia tetap pada pendiriannya untuk mendeklarasikan PKB dan mengumumkan Matori Abdul Djalil sebagai ketua umum. Gus Dur mengatakan PKB didirikan atas dasar aspirasi warga NU, bukan oleh PBNU.


Perbedaan pandangan juga terjadi menjelang Pilpres 2004. Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Megawati Soekarnoputri yang menjadi calon presiden dari PDIP. Saat itu, Hasyim beralasan ingin membuat keseimbangan dengan kekuatan politik di PKB.


Hasyim maju sebagai cawapres dengan menggunakan bendera NU. Sementara PKB kala itu mendukung pasangan Wiranto-Shalahudin Wahid bersama Golkar, usai Gus Dur gagal maju sebagai capres di tahap persyaratan kesehatan.


Ketika PBNU dipimpin oleh Ketua Umum Said Aqil Siroj sejak 2010-2021 lalu, hubungan PKB dan PBNU tergolong lebih lancar. Perbedaan pendapat secara terbuka antara PKB dan PBNU belum pernah terdengar lagi di publik ketika itu.




Meruncing di era Gus Yahya


Hubungan PKB dan PBNU kembali memanas ketika Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya terpilih menjadi Ketua Umum PBNU pada Desember 2021. Dia sempat menyatakan NU tak boleh jadi alat politik parpol manapun, termasuk PKB.


Merespons hal itu, Muhaimin yakin pernyataan Gus Yahya tidak akan mempengaruhi 13 juta suara PKB di Pemilu 2024. Klaim itu kembali dibalas oleh PBNU. Ketua PBNU Ishfah Abidal Aziz menilai Cak Imin sebagai sosok yang arogan dan mengabaikan peran PBNU dalam perkembangan politik PKB.


Tensi makin panas antara PKB dan PBNU, setelah DPR membentuk Pansus Angket Haji terkait sengkarut penyelenggaraan ibadah haji 2024. Cak Imin, yang menjabat Wakil Ketua DPR, mengetok palu pembentukan Pansus Haji.


Pansus akan menelusuri keputusan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengalihkan tambahan kuota haji reguler sebanyak 20 ribu ke haji khusus. Pengalihan ini dianggap anggota Pansus melanggar Undang-Undang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.


Gus Yahya tampil keberatan atas pembentukan Pansus Haji itu. Ia curiga salah satu tujuan pansus itu untuk menyerang NU, karena Kementerian Agama saat ini dipimpin adiknya, Yaqut Cholil Qoumas.


"Soal pansus haji ya. Nah, ini yang kemudian menimbulkan pertanyaan kepada kita pansus haji kemudian nyerang NU, jangan-jangan ini masalah pribadi. Jangan-jangan gitu loh. Jangan-jangan gara-gara menterinya adik saya," kata Gus Yahya dalam jumpa pers.


Tim Khusus PBNU untuk Ambil Alih PKB


Gus Yahya kemudian membentuk tim khusus untuk mengkaji ulang hubungan PBNU dan PKB. Tim ini disetujui oleh Rapat Pleno PBNU pada 27-28 Juli 2024.Wakil Rais Aam PBNU Anwar Iskandar dan Wakil Ketua Umum PBNU Amin Said Husni mengisi tim ini.


Gus Yahya mengatakan tim ini dibentuk menyusul pelbagai narasi konflik yang menyiratkan ketegangan hubungan PBNU dan PKB yang meruncing beberapa waktu terakhir.


Amin Said Husni menjelaskan secara umum tim khusus sudah diberi mandat untuk membentuk tim panel. Selanjutnya, tim ini dapat mengundang tokoh-tokoh tertentu untuk gali informasi terkait PKB, termasuk mantan Sekjen PKB Lukman Edy.


Amin menjelaskan tim ini akan mengkaji soal relasi PKB dan NU ke depannya. Namun, ia tak mau lebih jauh membahas soal materi yang akan dibahas nantinya."Soal relasi PKB dan NU. Secara umum itu," kata Amin di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu (31/7).


Terpisah, Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid mengatakan PKB sebetulnya telah menghormati hak PBNU untuk menjaga jarak dari seluruh partai politik. Namun, ia justru heran ketika Gus Yahya dan Gus Ipul selalu menggembosi PKB.


"Mengganggu. Apa yang dilakukan PKB. Dan ketika PKB di 2024 terbukti memiliki prestasi yang luar biasa malah tidak diakui," kata Jazilul di Kompleks MPR/DPR, Senayan Jakarta, Selasa (30/8).


Jazilul mengatakan selama ini PKB memperjuangkan aspirasi, ajaran, tuntunan terkait Ahlussunnah Wal Jamaah di bidang politik. Ia juga menyinggung suara PKB bergerak naik karena konsolidasi kultural antara struktur PKB dengan warga NU di bawah berjalan baik.


"Jadi itu melecehkan suara-suara Nahdliyin yang memilih PKB dong," kata dia.


Beda haluan politik


Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komarudin menilai konflik antara elite PBNU dan PKB karena perbedaan haluan politik masing-masing pucuk pimpinan.


Ia menilai Gus Yahya merupakan 'loyalis Gus Dur'. Jika di tarik ke belakang, baik Gus Dur dan Cak Imin sudah lama berselisih karena konflik internal PKB pada 2008 lalu. Ujang lantas menyinggung perseteruan saat ini merupakan konflik lama yang bersemi kembali.


"Tentu dengan dia sekarang punya posisi Ketum PBNU, dia goyang-goyang ingin jatuhkan Cak Imin dari kepemimpinan di PKB. Konflik ini karena haluan berbeda, kepentingan beda kubu berbeda," kata Ujang.


Konflik internal PKB antara Gus Dur dan Cak Imin bermula ketika Cak Imin diberhentikan dari jabatan Ketua Umum PKB dalam rapat gabungan Dewan Syura dan Dewan Tanfidz yang digelar di Jakarta pada 26 Maret 2008. Dua pihak sama-sama menggelar Muktamar Luar Biasa PKB untuk mendapatkan keabsahan.


DPP PKB pimpinan Gus Dur lebih dulu menggelar Muktamar Luar Biasa di Ponpes Al-Asshriyyah, Parung, Bogor pada 30 April-1 Mei 2008. Muktamar Luar Biasa kubu PKB Gus Dur ini menghasilkan keputusan bahwa Gus Dur ditetapkan sebagai Ketua Dewan Syuro DPP PKB dan Ali Masykur Musa sebagai Ketum DPP PKB menggantikan Cak Imin. Kemudian Yenny Wahid sebagai Sekjen DPP PKB.


Selang sehari setelah Muktamar Parung, Cak Imin bermanuver. Pada 2-4 Mei 2008, DPP PKB pimpinan Cak Imin menggelar Muktamar Luar Biasa di Hotel Mercure Ancol, Jakarta.


Muktamar Ancol menghasilkan keputusan Cak Imin sebagai Ketua Umum PKB, sementara KH Aziz Mansyur ditetapkan sebagai Ketua Dewan Syuro, dan Lukman Edy sebagai Sekjen.


Di antara dua muktamar tersebut, pemerintah saat itu mengesahkan PKB kubu Cak Imin.


Melihat hal ini, Ujang mengatakan ketika PBNU dipimpin oleh Gus Yahya, maka otomatis Cak Imin berbeda haluan dan kepentingan dengan PBNU saat ini.


"Sekarang karena beda kubu, akhirnya PKB dan PBNU beda haluan dan kepentingan. Akhirnya terjadi beda jalur politik," kata dia.


Lebih jauh, Ujang menilai tim yang dibentuk PBNU untuk mengkaji hubungan NU dan PKB akan sulit untuk mengintervensi PKB. Sebab, PBNU dan PKB merupakan dua entitas berbeda.


Ia pun menduga PBNU 'dibantu' oleh kalangan penguasa sehingga memiliki keberanian untuk melakukan hal seperti yang terjadi saat ini.


"Cak imin bisa diganti kalau ada muktamar. Itu pun harus dari internal," kata dia.


Selesaikan dengan cara NU


Dosen President University sekaligus cendekiawan NU, AS Hikam mengakui relasi PBNU dan PKB di era kepemimpinan Said Aqil Siroj sebagai Ketum PBNU berjalan lebih mulus.Menurutnya, tak ada gesekan yang nyata antara PKB dan PBNU kala itu lantaran komunikasi keduanya berjalan baik.


"Memang tidak ada konflik yang nyata, ada kanalisasi, dan komunikasi yang baik antara Ketua Umum PBNU dengan Ketua Umum PKB. Sehingga berjalan more or less bisa dikatakan mulus," kata Hikam.


Hikam menganggap letupan yang terjadi baru-baru ini menyangkut salah paham pribadi-pribadi semata.


Ia mengatakan warga NU di lapisan terbawah sama sekali tak terjadi konflik meski di level atas sedang panas. Karenanya, ia mengatakan persoalan ini harus diselesaikan dengan tabayun antara kedua belah pihak. Ia menganggap cara ini sebagai 'cara NU' ketika menyelesaikan konflik.


"Di NU ada syuriah, dan kemudian di PKB juga ada dewan syuro. Para sepuh itu bisa sebenarnya memberikan, menjadi alat atau menjadi cara untuk resolusi konflik," kata dia.


Terpisah, Putri Gus Dur, Yenny Wahid masih enggan mengomentari terkait langkah PBNU yang membentuk tim untuk mengkaji relasi NU dan PKB ini. Dia yang juga Ketua Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) ini mengaku sedang fokus mengawal para atlet panjat tebing Indonesia yang akan berlaga di Olimpiade Paris.


Sementara mantan Ketua Tim Asistensi Pembentukan PKB Arifin Junaidi menyayangkan kisruh ini. Ia mengimbau petinggi PKB dan PBNU dapat menyelesaikan konflik ini dengan cara baik-baik dan menjalin komunikasi.


Ia lantas meminta PBNU jika ingin 'mengembalikan PKB ke NU', harus dilakukan secara prosedural dengan aturan yang berlaku.


"Asal dilakukan secara prosedural dan konstitusi PKB ya monggo saja. Kalau di luar prosedur jangan lah," kata Arifin.


Sumber: CNN

Penulis blog