HUKUM POLITIK

Kans Duet Anies-Ahok Dianggap 'Terbuka' Usai Putusan MK, Tapi Terganjal Oleh Satu Aturan Mutlak Ini

DEMOCRAZY.ID
Agustus 20, 2024
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
Kans Duet Anies-Ahok Dianggap 'Terbuka' Usai Putusan MK, Tapi Terganjal Oleh Satu Aturan Mutlak Ini



DEMOCRAZY.ID - Kemungkinan duet Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai calon gubernur-wakil gubernur di Pilkada Jakarta masih tertutup, meski MK telah menurunkan syarat ambang batas (threshold) pencalonan.


Pasalnya, dalam putusan yang lain, MK menegaskan larangan kepala daerah "turun kasta" menjadi calon wakil kepala daerah pada pilkada yang sama.


Dalam hal ini, orang yang pernah menjabat sebagai gubernur tidak dapat mencalonkan diri sebagai wakil gubernur pada daerah yang sama.


Dengan demikian, Anies dan Ahok yang sama-sama pernah menjabat gubernur Jakarta tak bisa mencalonkan diri sebagai cawagub di Pilkada Jakarta.


Begitu pula bupati dan wali kota, tidak dapat maju sebagai wakil bupati atau wakil wali kota pada daerah yang pernah ia pimpin.


Dalam pertimbangannya, Mahkamah menegaskan bahwa norma tersebut sama sekali tidak dapat dikatakan menghalangi keinginan seseorang untuk berpartisipasi dalam pilkada.


"(Jika pemohon) benar-benar ingin berpartisipasi membangun daerah dengan cara mengikuti kontestasi pemilihan kepala daerah atau wakil kepala daerah, para pemohon seharusnya berupaya mencari calon wakil kepala daerah yang tidak terhambat oleh ketentuan norma Pasal 7 ayat (2) huruf o UU 10/2016 (tentang Pilkada)," kata Wakil Ketua MK Saldi Isra dalam sidang pembacaan putusan perkara nomor 73/PUU-XXII/2024, Selasa (20/8/2024).


Mahkamah juga menegaskan bahwa norma tersebut sama sekali tidak dapat dikatakan menghalangi keinginan seseorang untuk berpartisipasi dalam pilkada.


Saldi menegaskan, norma itu hanya membatasi eks gubernur atau wali kota/bupati untuk menjadi wakil kepala daerah pada pemilihan setingkat di daerah yang sama.


Majelis hakim menyatakan bahwa gugatan ini tidak dapat diterima.


"Para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo," ucap Saldi.


Adapun gugatan ini diajukan 4 orang pemohon. Mereka mengajukan gugatan uji materi Pasal 7 ayat (2) huruf o Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).


Para pemohon bernama John Gunung Hutapea (Pemohon I), Deny Panjaitan (Pemohon II), Saibun Kasmadi Sirait (Pemohon III), serta Elvis Sitorus (Pemohon IV).


Mereka menilai, beleid itu tidak memberi perlakuan sama dan sederajat terhadap sesama warga negara dan bertentangan dengan konstitusi.


Sebelumnya, Ketua DPP PDI-P Eriko Sotarduga menyatakan bahwa partainya tancap gas menentukan calon yang akan diusung usai MK menurunkan ambang batas pencalonan gubernur pada Pilkada Jakarta 2024 menjadi 7,5 persen.


Eriko menyatakan, partainya bisa saja mengusung Anies Baswedan atau pun Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.


Keduanya adalah eks Gubernur Jakarta yang masih memiliki elektabilitas cukup tinggi berdasarkan sejumlah lembaga survei.


"Nanti pasti pertanyaan teman-teman (wartawan) ini apakah Pak Ahok, apakah Pak Anies, apakah siapa lagi? Hendrar Priyadi, nah ini kita harus matangkan," kata Eriko ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (20/8/2024).


Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah bahkan tidak menutup kemungkinan kans duet Anies-Ahok terbuka pasca putusan MK.


"Putusan MK ini membuka peluang PDI-P untuk maju melawan KIM Plus, sekaligus membuka peluang duet Anies-Ahok, karena dua tokoh ini yang terkuat saat ini," kata Deddy.


Sumber: Kompas

Penulis blog