Jokowi, Gibran, Bobby, dan Kaesang: 'Mungkinkah Mereka Semua Berakhir Dalam Satu Sel Penjara?'
Oleh: Damai Hari Lubis
Pengamat Hukum & Politik
Gibran Rakabuming Raka, meski belum resmi menjabat sebagai Wakil Presiden, sudah menghadapi kritik tajam dari publik.
Belum lama ini, Gibran terlibat dalam kontroversi terkait status pendidikannya. KPU RI menyatakan bahwa Gibran memiliki latar belakang pendidikan setara D-1, padahal ia pernah memajang ijazah S1-nya di Gedung Kantor Walikota Surakarta.
Ini menimbulkan pertanyaan mengenai dasar penetapan pendidikan Gibran oleh Kemendiknas, terutama mengingat bahwa ia tidak pernah menempuh pendidikan di tingkat SLA.
Selain itu, Gibran yang dijuluki “bocah asam sulfat” oleh publik, juga dicurigai melakukan praktik nepotisme bersama pamannya yang merupakan Ketua MK, serta diduga melakukan kecurangan saat debat cawapres dengan menggunakan teknologi canggih.
Menurut pakar telematika dan IT, Dr. Roy Suryo, ada indikasi bahwa Gibran menggunakan tiga mikrofon sekaligus dan alat “curi dengar” yang tersembunyi di dalam pakaiannya untuk berkomunikasi dengan pihak penuntun debat.
Dari sisi moralitas dan hukum, Gibran dan Jokowi, sebagai ayah dan anak, sama-sama dihadapkan pada tuduhan publik mengenai penggunaan ijazah bodong, yang ancaman hukumnya sesuai Pasal 264 KUHP adalah penjara selama 8 tahun.
Selain itu, ada laporan di KPK mengenai dugaan gratifikasi, korupsi, dan pencucian uang yang melibatkan Gibran, Kaesang, Bobby, dan Kahiyang.
Publik berharap, di era kepemimpinan Presiden Prabowo, penegakan hukum dilakukan secara adil dan sesuai proses hukum.
Ini akan mendukung pencapaian tujuan negara Indonesia yang aman, nyaman, sehat, cerdas, dan sejahtera serta berkeadilan sosial di kancah internasional.
Jika ketiga prinsip fungsi hukum—utilitas, legalitas, dan keadilan—ditegakkan dan terbukti bahwa ijazah Gibran dan keluarga adalah palsu, maka tidak menutup kemungkinan Gibran, Kaesang, Bobby, dan Joko Widodo akan hidup bersama dalam satu sel penjara. ***