DEMOCRAZY.ID - Sebagian masyarakat lokal di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, masih kesulitan mengakses air bersih di tengah seremoni uji coba pengoperasian Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) untuk Ibu Kota Nusantara (IKN).
Arman, salah pemuda Suku Balik yang merupakan masyarakat adat di Sepaku, mengatakan air yang mengalir ke Intake Sungai Sepaku hanya bisa dikonsumsi oleh penghuni di dalam area Kota Nusantara.
Alih-alih diasup oleh intake atau penangkap aliran sungai, masyarakat di luar area inti IKN harus membeli air ke sejumlah penyedia sumur bor lokal.
“Beli airnya juga bukan ke intake itu, tapi ke penyedia air yang sudah ada sebelum IKN muncul," kata Arman saat dihubungi Tempo, Senin, 6 Agustus 2024.
Untuk kebutuhan rumah tangga, kata Arman, warga Sepaku harus membeli air seharga Rp 80-90 ribu per tando, setara pengisian 1.200 liter. Jumlah tersebut hanya penggunaan rata-rata selama empat hari saja.
Sebelum proyek Intake Sepaku untuk IKN dibangun, dia memastikan masyarakat lokal tidak harus membeli air karena bisa mengambil dari sungai dan sumur.
Proyek intake di Desa Sukaraja, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, dia meneruskan, menyerap air dari Sungai Sepaku, kemudian memasoknya ke IKN melalui pipa-pipa panjang.
Sebagian pipa, menurut dia, melintasi pemukiman yang sudah memiliki sumur sendiri.
“Lantas sumur ini harus tertimbun dan warga kehilangan sumber airnya," kata dia.
Dengan kondisi pilu masyarakat Sepaku, sejumlah pejabat negara justru membagikan cerita dan dokumentasi pengujian air bersih yang muncul dari SPAM Sepaku.
"Air dari intake tidak disalurkan ke warga. Tidak gratis, dijual juga tidak.”
Arman mengaku khawatir terhadap rencana pembangunan tembok di sekitar anak Sungai Sepaku yang diklaim pemerintah sebagai langkah pencegahan banjir. Tembok ini ditengarai bakal membatasi akses warga sekitar IKN ke sungai.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Timur, Fathur Roziqin Fen, secara tegas mengatakan ruang dan akses hidup warga Sepaku, khususnya yang berada dekat dengan IKN, semakin terbatas.
Alih-alih memenuhi kebutuhan air, dia menilai proyek intake justru menjauhkan warga dari sungai yang menjadi sumber kehidupan.
"Sungai-sungai itu dibeton, dibendung, lantas apakah ini bentuk dari pemenuhan? Saya rasa tidak,” katanya kepada Tempo.
Hingga saat ini pun, belum ada pembahasan ihwal akses air untuk warga di Sepaku atau daerah yang terdampak pembangunan IKN.
Ketua Satgas Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur IKN, Danis Sumadilaga, sebelumnya hanya mengatakan bahwa air minum sudah mengalir di Istana Negara IKN, Kantor Presiden, Gedung Sekretariat Presiden, Gedung Kementerian Sekretariat Negara (Setneg), gedung-gedung kementerian koordinator, hingga Hotel Nusantara.
"Saya sedang menunggu kabar proses masuk (air minum) ke rumah tapak jabatan menteri dan hunian apartemen aparatur sipil negara," ujar Danis.
Sumber: Tempo