Beranda
CATATAN
HUKUM
POLITIK
'Fulus Sakti Kuota Haji'


'Fulus Sakti Kuota Haji'


Bandara Soekarno Hatta, Tangerang di akhir Juni 2024. Budi terlihat lelah. Bersama istri, wajahnya terlihat pucat. 


Tapi dia berusaha tersenyum setelah menempuh perjalanan udara panjang dari Arab menuju Indonesia, 13 jam setengah lebih waktu tempuhnya.


“Capek banget. Mekah panas pool,” tutur dia.


Lelahnya sebanding dengan menunaikan ibadah haji tahun ini tanpa menunggu antrean tiga tahun lagi. 


“Harusnya berangkat 2027. Eh ada tawaran haji percepatan tahun ini dan kebetulan ada dana lebih, saya ikutan aja,” tuturnya.


“Diminta tambahan 4.000 US Dolar. Daripada nunggu lama, ya saya ikutan,” ujarnya.


Berapa total dana yang dikeluarkan? Budi merinci, dia mengambil paket haji khusus 12.000 US Dolar. 


Pembayaran pertama diminta 5.000 US Dolar. Sisanya 7.000 US Dolar dan 4.000 US Dolar mesti dilunasi dua bulan sebelum berangkat.


“Yang empat ribu dollar itu katanya buat ongkos percepatan, itu urusan travel sama orang Kemenag (Kementerian Agama),” ujarnya.


Untuk menunaikan haji, ada tiga pilihan. Haji Reguler, Haji Khusus, dan Haji Furoda. Biaya dan tata kelolanya juga berbeda. 


Haji Reguler dana jemaah sepenuhnya dikelola oleh negara, dari urusan tiket, hotel, makan dan tetek bengek lainnya. Ongkosnya kisaran Rp65 jutaan.


Kemudian Haji Khusus dikelola biro travel yang menyiapkan segala kebutuhan akomodasi dan lain sebagainya. Biayanya minimal 12.000 US Dolar atau setara Rp190 jutaan. 


Dan  Haji Furoda adalah program haji yang diatur langsung oleh pemerintah Arab Saudi. Biayanya bisa mencapai Rp500 juta sampai Rp700 juta.


Ada duit belum tentu langsung berangkat. Haji Reguler bisa antre hingga 25 tahun untuk wilayah Jakarta. 


Kalimantan Selatan harus antre 36 tahun. Haji Khusus maksimal 9 tahun. Sedangkan Haji Furoda, jalur tanpa antre.


Antre bertahun-tahun, usia tua, dan kematian tak terduga, maka peribahasa “Banyak Jalan Menuju Roma” akhirnya harus ditempuh agar bisa berangkat haji tanpa mesti antre lama. Modalnya cuma fulus alias uang pelicin.


Jurnas.com menemui salah satu pemilik biro travel umrah dan haji di Jakarta. Dia tersenyum ketika kami menanyakan soal istilah haji khusus percepatan. “Ngeri-ngeri sedap istilah itu, Mas,” tuturnya.


“Bisa ditutup izinnya nih travel saya,” tuturnya lagi sambil tertawa. Dan kami sepakat untuk tidak mengungkap identitas nama maupun perusahaan biro hajinya. “Kasih nama saya Susatyo aja, Mas,” pintanya.


Dia menceritakan, istilah haji khusus percepatan sebenarnya hanya diucapkan kalangan travel saja. Dan sebenarnya sudah lama berlangsung. 


Bahkan sebelum pandemi Covid-19 praktik ini sudah terjadi. Namun kuotanya sedikit. “Tahun ini (2024) kami dapat tambahan kuota haji khusus yang percepatan itu,” ujarnya.


Nah, ujar Susatyo, ada tawaran kuota khusus itulah maka muncul “percepatan”. Tapi tidak semudah itu dapat kuotanya, katanya, travel diminta untuk membayar biaya tambahan ke kantong pribadi oknum pejabat. “Ini tidak ditrasfer ke rekening negara,” tuturnya.


“Uang itu bukan buat kami, itu untuk orang Kementerian Agama. Ada yang ngaku orang dekat menteri, ada ngaku staf pejabat kementerian. Dan pihak travel sudah paham jalur-jalur pintasnya,” ujar Susatyo tertawa.


Tawaran itulah, travel menginformasikan kepada jamaahnya. “Kami mesti bayar untuk mendapatkan kuota jika ada jemaah yang ingin dipercepat. Nah disinilah setiap biro haji harus berani sikut-sikutan,” ujarnya.


Dia menjelaskan, yang dimaksud haji khusus percepatan itu misalnya, jemaah A estimasi berangkat yang dikeluarkan tujuh tahun lagi. Tapi bisa dipercepat tahun depan. “Kami tawarkan kepada jemaah, syaratnya dana tambahan 4.000 US Dolar,” ujarnya.


Jadi, ujar Susatyo, travel hanya tetap kelola sisa paket jemaah haji khusus saja. Misalnya paket haji 12.000 US Dolar, yang dikelola hanya 8.000 US Dolar. Yang 4.000 US Dolar untuk dapatkan antrean ke rekening negara, dan 4.000 US Dolar untuk Haji Khusus percepatan, “Ini masuk ke kantong pejabat,” tuturnya.


Sedangkan untuk yang haji reguler, Susatyo tidak pernah mau  membantu jamaah yang ingin dipercepat. 


"Saya dengar saja, itu melalui jalur dinas daerah dan juga pusat. Kabarnya mencapai Rp 25 juta per jamaah,” ujarnya.


“Kalau ada yang bilang antrean by sistem dan enggak bisa diutak-atik, lah kan sistem yang bikin mereka (Kemenag) juga,” ujarnya.


Jurnas.com mengkonfirmasi pihak Kementerian Agama. Melalui Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag) Hilman Latief melalui pesan WhatApp mengatakan, tidak ada kebijakan atau arahan itu.


“Siapa travelnya dan kepada siapa di Kemenag-nya. Tidak ada kebijakan, arahan maupun langkah-langkah seperti itu di Ditjen PHU. Siapa yang dimaksud dengan Kemenag-nya?” ujar Hilman. Kemudian tidak lagi merespon.


Sedangkan Anna Hasbie, Juru Bicara Menteri Agama mengatakan, “kami akan sangat terbantu apabila sumber Anda bisa menyebutkan siapa dan di mana pejabat yang dimaksud. Apakah di pusat atau di daerah.”


Sebab, lanjut Anna, pembagian kuota haji, baik reguler maupun khusus dilakukan menurut nomor porsi yang diatur oleh sistem.


“Sebagai contoh, saya punya Om dan Tante usia lansia yang mendaftar haji reguler. Tapi sampai saat ini saya pun tidak bisa mempercepat tahun keberangkatan mereka karena memang sistemnya tidak memungkinkan,” ujarnya dan mengakhiri responnya.


Sumber: Jurnas

Penulis blog