DEMOCRAZY.ID - Membicarakan utang pemerintah memang selalu menarik, khususnya bagi ekonom.
Apalagi era Jokowi yang pertumbuhan utangnya cukup 'nendang'. Dari sekitar Rp2,6 kuadriliun pada 2014, menggunung hingga Rp8,5 kuadriliun per Juli 2024.
Ekonom senior Faisal Basri memproyeksikan utang pemerintah pada tahun pertama Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka bakal menjulang hingga Rp10 kuadriliun.
Atau Rp10.000 triliun. Atau hampir 3 kali APBN yang rata-rata nilainya Rp3,4 kuadriliun (Rp3.400 triliun).
Sedangkan utang warisan Jokowi yang lengser pada Oktober 2024, menurut prediksi Faisal, kurang dari Rp8,7 kuadriliun, atau Rp8.700 triliun.
"Sampai akhir tahun, itu (utang pemerintah) Rp 8,7 kuadriliun. Tahun depan itu pasti nambah. Kemungkinan bisa Rp10 kuadriliun," kata Faisal dalam diskusi Bright Institute bertema 'Review RAPBN 2025 Ngegas Utang' di Jakarta, dikutip Kamis (22/8/2024).
Faisal menyebut, utang pemerintah mengalami kenaikan yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Hingga pertengahan 2024, misalnya, utang tercatat Rp8.500 triliun. Sesuai data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada Juli 2024.
Tapi, Faisal memproyeksikan angka tersebut akan terus menanjak hingga menyentuh Rp8,7 kuadriliun pada akhir tahun ini.
Ironisnya, laju peningkatan utang tidak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang cenderung melambat.
Selama Jokowi berkuasa, kata Faisal, ekonomi Indonesia hanya bertumbuh di angka 5 persen. Masih lebih bagus pertumbuhan ekonomi era SBY yang mencapai 6,8 persen.
Sejak awal pemerintahan Jokowi pada 2014, kata dia, utang pemerintah pusat mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun.
Pada 2014, utang pemerintah tercatat sebesar Rp2.610 triliun dengan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 24,7 persen.
Angka rasio utang terus meningkat seiring naiknya kebutuhan pembiayaan untuk berbagai program pembangunan dan pemulihan ekonomi.
Pada 2015, utang pemerintah kembali naik menjadi Rp3,17 kuadriliun (Rp3.170 triliun) dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 27,5 persen. Tren kenaikan utang terus berlanjut di tahun-tahun berikutnya.
Pada 2016, utang naik menjadi Rp3,52 kuadriliun (Rp3.520 triliun) dengan rasio utang sebesar 28,3 persen.
Pada 2017, utang meningkat menjadi Rp3,99 kuadriliun (Rp3.990 triliun) dengan rasio utang 29,4 persen.
Pada 2018, utang pemerintah mencapai Rp4,47 kuadriliun (Rp4.470 triliun) dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 29,8 persen.
Meningkat lagi pada 2019 menjadi Rp4,78 kuadriliun (Rp4.780 triliun) dengan rasio utang 30,2 persen.
Peningkatan yang paling signifikan terjadi saat pandemi COVID-19 masuk Indonesia pada 2020. Utang pemerintah melonjak drastis Rp6,08 kuadriliun (Rp6.080 triliun) dengan rasio utang 39,4 persen. Terjadi lompatan kebutuhan yang cukup tinggi.
Pada 2021, utang pemerintah meningkat menjadi Rp6,91 kuadriliun (Rp6.910 triliun) dengan rasio utang 40,7 persen.
Tren kenaikan berlanjut pada 2022, utang tercatat Rp7,73 kuadriliun (Rp7.730 triliun) dengan rasio utang 39,5 persen.
Memasuki 2023, utang pemerintah mencapai Rp8,14 kuadriliun (Rp8.140 triliun), rasio utang sedikit turun menjadi 39,1 persen.
Proyeksi 2024, utang meningkat menjadi Rp8,7 kuadriliun (Rp8.700 triliun )dengan rasio utang 38,5 persen.
"Utang era Jokowi sampai 2024 aja naik 3,3 kali," kata Faisal.
Sumber: Inilah