'Dugaan Ijazah Palsu Gibran: Publik Desak Bongkar Kartel Gelar di Kemendiknas'
Oleh: Damai Hari Lubis
Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212
Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) harus segera memberikan klarifikasi dan informasi terkait ijazah Gibran Rakabuming Raka yang sebenarnya, berikut data lampiran berbasis regulasi.
Ini penting untuk menghindari tuduhan penggunaan ijazah palsu terhadap Gibran, apalagi mengingat ia akan dilantik sebagai Wakil Presiden pada 20 Oktober 2024.
Awalnya, Gibran dinyatakan oleh KPU RI sebagai alumni S1 dari University of Bradford.
Hal ini didasarkan pada Surat Keputusan (SK) dari Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan yang ditandatangani oleh Paristiyanti Nurwardani pada 8 Agustus 2019 dengan nomor SK 2296/Belmawa/Kep/IJLN/2019, yang menyatakan bahwa ijazah Gibran dari University of Bradford telah disetarakan dengan gelar Sarjana.
Namun, ada dugaan bahwa pendidikan Gibran justru merupakan produk dari lembaga pendidikan yang berafiliasi dengan kampus asing, yang dikelola oleh mafia kartel gelar pendidikan.
Institusi tersebut dikatakan banyak berhubungan dengan lembaga pendidikan di Amerika, Inggris, dan beberapa negara Eropa lainnya, dengan fokus pendidikan yang lebih mengarah pada mindset bisnis, seperti sales, marketing, serta perantara properti.
Dengan demikian, tidak mengherankan jika KPU kemudian mengubah status pendidikan Gibran yang sebelumnya ditampilkan di berbagai media sosial sebagai S2 (meskipun ada spekulasi itu hasil editan), menjadi S1.
Namun, KPU kemudian menurunkannya lagi menjadi D1, karena disebutkan Gibran hanya menempuh pendidikan selama empat tahun setelah lulus dari SLP/SMP atau setara SLA.
Pertanyaannya, apakah Kemendiknas memiliki dasar hukum yang sah untuk membenarkan siswa lulusan SLP/SMP bisa melanjutkan pendidikan setara D1 tanpa ijazah SLA/SMA? Ini perlu ditelusuri lebih jauh oleh publik terkait regulasi pendidikan bagi lulusan yang hanya memiliki ijazah SLP namun bisa melanjutkan studi ke program S1 atau D3.
Untuk meredakan keresahan publik, sesuai asas-asas good governance dan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), pejabat di Kemendiknas harus segera menyampaikan dasar keputusan yang menyatakan Gibran memiliki ijazah setara D1 atau SLA/SMA.
Jika ketidakjelasan ini dibiarkan, maka akan menimbulkan keraguan mengenai transparansi dan kredibilitas proses yang ada.
Jika klarifikasi tidak segera diberikan, mungkin bangsa ini perlu bersabar dan mendesak Presiden terpilih Prabowo untuk, setelah dilantik, memerintahkan Kapolri mengusut pejabat di Kemendiknas serta Gibran terkait ijazah yang digunakan di KPU.
Jika terbukti ada konspirasi, maka DPR RI dapat menggunakan hak politiknya untuk meng-impeach Gibran berdasarkan TAP MPR RI No. 6 Tahun 2001, merujuk pada sistem konstitusi yang berlaku.
Dengan adanya dugaan mafia kartel yang memberikan gelar tanpa dasar yang sah, kasus ini bukan sekadar masalah pribadi, melainkan mencerminkan tantangan besar dalam sistem pendidikan dan birokrasi di Indonesia yang harus segera dibenahi untuk menjaga integritas bangsa. ***