DEMOCRAZY.ID - Aktivis '98 hingga akademisi berkumpul di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai bentuk dukungan terhadap putusan terkait UU Pilkada.
Mereka menolak tegas revisi undang-undang Pilkada oleh DPR dan Pemerintah yang dinilai tidak mengindahkan putusan MK.
Salah satu yang hadir di barisan tersebut adalah Direktur Eksekutif Amnesti Internasional Indonesia Usman Hamid.
Dalam kesempatan itu pula, dia bicara soal tujuh dosa demokrasi yang dilakukan oleh Presiden Jokowi.
"Setidaknya ada tujuh kritik atau tujuh dosa terhadap demokrasi yang dilakukan oleh Kepresidenan Joko Widodo," kata dia dalam kesempatan tersebut, Kamis (22/8).
Dia menuturkan, era Kepresidenan Jokowi telah melemahkan kebebasan berekspresi melalui legislasi yang represif.
Kemudian melemahkan oposisi partai politik di parlemen, yang sangat dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan kekuasaan.
Lalu, melemahkan peranan media massa yang juga sangat penting dan merupakan pilar demokrasi. Selain itu, soal kredibilitas penegak hukum.
"Keenam adalah pelemahan terhadap integritas pemilu," kata dia.
"Ketujuh melemahkan politik polarisasi untuk memecah belah kekuatan masyarakat entah isu pluralisme, terorisme, atau radikalisme, dan lain sebagainya, lainnya termasuk pelemahan KPK, pelemahan MK, pelemahan parpol, pelemahan media massa dan pelemahan lain yang saya kira kalau disederhanakan jadi tujuh," sambung dia.
Menurut Usman, tujuan aksi pada hari ini levelnya tingkatan politik yang sangat serius.
Karena banyak kalangan intelektual, akademisi, aktivis, yang melihat tindakan pemerintah tidak bisa ditoleransi.
"Sehingga muncul mendorong penggulingan Jokowi atau impeachment atau pemakzulan terhadap Jokowi. Karena yang dilanggar sudah sangat benar-benar serius yaitu konstitusi itu," kata dia.
"Sebenarnya kami sudah hampir putus asa karena tidak ada lagi harapan di Mahkamah konstitusi, setelah putusan MK tahun 2023. Tetapi putusan kemarin (soal UU Pilkada) menunjukkan bahwa harapan itu masih ada," sambung dia.
Sayangnya, kata Usman, begitu ada harapan, justru kembali diredupkan oleh tindakan Jokowi dan DPR yang mencoba mengesahkan revisi UU Pilkada.
Hal itu, menurutnya, tak lain untuk kepentingan Jokowi, khususnya keluarganya.
"Karena itulah muncul wacana turunkan dinasti, lawan dinasti, turunkan Jokowi dan seterusnya," kata dia.
Sidang Paripurna di DPR RI saat ini ditunda karena tak mencapai kuorum usai sekali diskors.
Belum diketahui kapan sidang paripurna tersebut akan kembali digelar.
Muncul kabar jika sidang diduga sengaja ditunda. Terkait itu, Usman menilai bisa saja terjadi.
"Iya saya kira itu sangat mungkin terjadi. Bisa terjadi di tengah malam, bisa dicoba di akhir pekan, yang pasti mereka mengejar waktu pendaftaran Pilkada. Kita sebenarnya tidak membawa kepentingan pilkada sama sekali. Tapi integritas pemilu baik itu di tingkat nasional, baik itu di daerah itu sangat penting sebagai jaminan berjalannya fungsi demokrasi di Indonesia," pungkasnya.
Sumber: Kumparan