DEMOCRAZY.ID - PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), perusahaan induk KFC di Indonesia, tengah menghadapi masa sulit.
Laporan keuangan semester I-2024 menunjukkan rugi periode berjalan perusahaan membengkak drastis menjadi Rp 349 miliar, melonjak 6.168,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Sejumlah faktor turut berkontribusi pada kinerja buruk KFC Indonesia. Selain dampak Pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya pulih, aksi boikot yang marak di media sosial terhadap merek-merek tertentu akibat perang di Timur Tengah antara Palestina dan Israel diduga turut memberikan dampak signifikan terhadap kinerja perusahaan.
"Selama beberapa tahun terakhir, Grup telah melaporkan kerugian berulang dan untuk periode enam bulan yang berakhir pada tanggal 30 Juni 2024, Rugi periode berjalan mencapai Rp349.751.341," tulis Direktur Utama FAST Ricardo Gelael dalam laporan keuangannya di laman Bursa Efek Indonesia (BEI) dikutip Kamis (1/8/2024).
Kondisi ini lanjut Ricardo diperparah dengan jumlah utang yag dihadapi perseroan lebih tinggi dibandingkan dengan aset yang dimiliki.
"Total liabilitas lancar konsolidasi Grup melebihi total aset lancar konsolidasinya sebesar Rp1.043.333.072," tulisnya.
Menurutnya kondisi ini akibat dampak berkepanjangan dari pemulihan Grup dari pandemi Covid-19, di mana penjualan belum mencapai tingkat yang diharapkan oleh manajemen, dan situasi pasar memburuk akibat dampak dari Krisis Timur Tengah.
"Dua masalah ini telah berdampak negatif terhadap hasil Grup untuk periode enam bulan yang berakhir pada 30 Juni 2024," katanya.
Asal tahu saja pendapatan KFC sepanjang semester I 2024, yakni merosot dari Rp3,1 triliun pada semester I 2023 menjadi Rp2,48 triliun di semester I 2024.
Pendapatan makanan dan minuman yang merupakan lini bisnis utama perusahaan tercatat turun dari Rp3,1 triliun menjadi Rp2,47 triliun.
Penurunan juga terjadi dari komisi atas penjualan konsinyasi dari Rp11,85 miliar menjadi Rp10,46 miliar.
Sementara itu, beban pokok penjualan turun tipis yakni dari Rp1,14 triliun menjadi Rp1,06 triliun.
Bahkan, ada peningkatan beban operasi lain dari Rp10,06 miliar menjadi Rp22,07 miliar.
Dari sisi liabilitas, beban utang perusahaan naik sepanjang paruh pertama tahun ini dari Rp3,1 triliun menjadi Rp3,5 triliun.
Sementara itu, jumlah aset perusahaan tercatat meningkat Rp3,91 miliar menjadi Rp3,97 miliar.
Meski demikian, Ricardo optimis upaya bisnis berkelanjutan yang saat ini dilakukan pihaknya dapat merespons dan mengelola dampak negatif dari kondisi bisnis yang ada.
Salah satunya dengan penerapan pengurangan biaya, menunda beberapa pengeluaran modal atau proyek yang tidak penting dan memprioritaskan hanya pengeluaran esensial untuk menjaga operasi.
Selain itu, penggunaan restoran secara efektif untuk meminimalisir biaya tetap dan mencapai ekonomi skala.
Begitu juga dengan penerapan pengurangan biaya, menunda beberapa pengeluaran modal atau proyek yang tidak penting dan memprioritaskan hanya pengeluaran esensial untuk menjaga operasi.
Sumber: Suara