Anies Tolak Pilgub Jabar: 'Strategi Brilian Hindari Perangkap Politik'
Oleh: Damai Hari Lubis
Aktivis Mujahid 212
Setelah gagal diusung oleh PDIP untuk Pilkada DKI Jakarta, beberapa media melaporkan bahwa PDIP berencana mencalonkan Anies Baswedan dalam Pilkada Jawa Barat.
Namun, Anies secara tegas menolak tawaran tersebut, dan publik menilai langkah ini sebagai keputusan yang tepat.
Ada beberapa alasan mengapa penolakan Anies ini dianggap tepat:
Biaya Kampanye yang Lebih Tinggi
Biaya kampanye untuk Pilkada Jawa Barat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan DKI Jakarta.
Berdasarkan data empiris dari KPU RI, jumlah pemilih di Jawa Barat adalah yang terbesar di Indonesia dengan 204 juta pemilih pada Pemilu 2024.
Hal ini memerlukan alokasi dana kampanye yang lebih besar untuk menjangkau seluruh wilayah tersebut.
Faktor Geografis yang Luas
Wilayah Jawa Barat yang luas dan medan yang sulit membuat biaya ekonomi dan kebutuhan sosialisasi menjadi lebih mahal.
Untuk menemui para tokoh dan calon konstituen, diperlukan biaya yang lebih besar karena medan yang sulit dijangkau dan banyaknya energi yang terkuras.
Perbedaan Geografis dan Politik
Jakarta memiliki kondisi geografis dan politik yang berbeda dengan Jawa Barat. Massa pendukung Anies di DKI Jakarta sudah terbentuk dengan kuat.
Bahkan, dalam satu pertemuan di rumah seorang tokoh di Jakarta, Anies bisa menarik perhatian tokoh-tokoh dari wilayah lain karena popularitasnya yang sudah terbangun berkat kesuksesannya memimpin Jakarta.
Di sisi lain, di Jawa Barat, upaya yang sama mungkin tidak memberikan dampak yang setara.
Baca Arah Kebijakan PDIP
Anies telah memahami arah kebijakan PDIP, terutama setelah Puan Maharani menyatakan bahwa “biaya politik itu mahal.”
Ada kemungkinan bahwa penolakan PDIP terhadap Anies sebenarnya bertujuan untuk mengantisipasi jika Puan atau tokoh senior PDIP lainnya ingin maju dalam Pemilu Presiden 2029.
Dalam skenario ini, menghalau figur seperti Anies yang dikenal sebagai politisi cerdas dan jujur serta memiliki popularitas nasional yang lebih tinggi dari tokoh-tokoh senior PDIP lainnya, kecuali Megawati Soekarnoputri, adalah langkah yang logis.
Dukungan yang Lebih Kuat di Jakarta
Dukungan terhadap Anies jauh lebih besar di DKI Jakarta dibandingkan di Jawa Barat, seperti yang terlihat pada Pilpres yang baru saja berlalu.
Langkah politik PDIP untuk mencalonkan Anies di Jawa Barat bisa dipandang sebagai upaya politis yang subjektif namun objektif dari sudut pandang kepentingan partai secara praktis dan pragmatis, serta untuk menghadapi tantangan politik di masa depan.
Selain itu, berdasarkan perkembangan politik terbaru, publik menyadari bahwa Anies, meskipun gagal maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta karena pembatalan yang tidak jelas dari dua partai (PKS & PDIP), tetap dianggap sebagai tokoh besar dan musuh utama Jokowi, yang sebelumnya telah menyatakan akan “cawe-cawe”.
Anies seolah terkena taktik “false flag” atau bendera palsu dari beberapa partai dan tokoh yang keji.
Dengan demikian, langkah Anies menolak pencalonan di Pilkada Jawa Barat 2024 adalah keputusan yang tepat dan brilian. Bravo, Anies! ***