DEMOCRAZY.ID - Politikus Golkar Ridwan Kamil diprediksi hanya akan melawan calon boneka yang sudah disiapkan untuk mengurangi risiko perlawanan kotak kosong pada Pilgub Jakarta 2024.
Ridwan Kamil diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang berisi Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, PSI, PKB, NasDem, hingga PKS.
Keberadaan calon boneka menguat seiring keputusan KPU DKI Jakarta yang mengesahkan Dharma Pongrekun-Kun Wardana sebagai calon gubernur dan wakil gubernur dari jalur perseorangan atau independen.
Lolosnya Dharma-Kun ini diwarnai kontroversi dugaan pencatutan ratusan KTP warga Jakarta. Bawaslu Jakarta bakal mendalami dugaan pencatutan tersebut.
Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustyati menilai wajar sebagian pihak menganggap Dharma-Kun hanya calon yang dibuat-buat untuk melawan RK.
Apalagi, hampir semua pemilik kursi di DPRD telah menyepakati untuk bersama mengusung RK. Saat ini hanya PDIP dengan 15 kursi yang belum menentukan sikap.
Menurut Ninis, sapaan akrabnya, kondisi tersebut tak ideal dalam demokrasi karena menghilangkan kompetisi yang mestinya diniscayakan dalam demokrasi.
"Tapi kemudian situasi ini semacam disiasati dengan dugaan calon boneka hanya agar tidak calon tunggal. Apalagi beberapa hari ini viral di warga DKI bahwa KTP mereka dicatut dalam dukungan calon perseorangan," kata Ninis, Senin (19/8).
Dharma-Kun dikukuhkan lewat Berita Acara Nomor 311/PL.02.2-BA/31 tahun 2024 tentang hasil perbaikan verifikasi administrasi perbaikan ke satu dukungan calon independen atas tindak lanjut Keputusan Bawaslu.
KPU hari ini akan menggelar Rapat Pleno untuk menentukan nasib paslon ini. Namun sejumlah warga Jakarta melaporkan pencatutan KTP yang digunakan untuk mendukung keduanya.
Ninis berpendapat calon boneka muncul imbas syarat pencalonan yang dinilai sulit.
Merujuk UU Pilkada, seorang calon kepala daerah harus diusung oleh partai atau gabungan partai yang memiliki 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara hasil pemilu.
Jegal Anies Bertarung di Pilkada Jakarta
Menurut Ninis, syarat pencalonan itu membuat partai-partai kesulitan untuk mengusung calonnya tanpa berkoalisi.
Walhasil, partai mau tidak mau harus mencari partai lain untuk berkoalisi dan memenuhi syarat pencalonan tersebut.
"Mau tidak mau harus membentuk koalisi, dan kita tahu tidak jarang yang terbentuk adalah koalisi yang gemuk dan berdasarkan kepentingan masing-masing," katanya.
Di sisi lain, kata Ninis, syarat calon independen jug tak kalah sulit. Syarat calon kepala daerah dari jalur independen adalah dukungan dari 6,5-10 persen dari jumlah penduduk. Untuk di Jakarta setidaknya butuh 618 ribu lebih dukungan yang harus dikumpulkan.
Belum lagi, verifikasi dukungan dilakukan lewat sensus. Artinya penyelenggara harus mendatangi satu per satu warga. Kondisi itu diperburuk dengan lemahnya pengamanan data pribadi.
"Jadi ini seperti bertemu di satu titik. Penyelenggaraan pemilu dan pilkada di satu tahun yang sama juga menjadi salah satu faktornya, khususnya dalam membentuk koalisi pencalonan," kata Ninis.
"Sekarang perlu didorong warga untuk mengecek/memastikan namanya apakah dicatut atau tidak dan kemudian melaporkan. Tapi menurut yang yang tidak kalah penting Bawaslu harus proaktif juga untuk menindaklanjuti persoalan ini," imbuhnya.
Menjegal kans Anies
Keberadaan calon boneka dalam pemilihan kepala daerah sebetulnya bukan kali pertama. Sebelumnya kondisi itu pernah terjadi di Pilkada Solo 2020 yang dimenangkan Gibran Rakabuming.
Pasangan Gibran Rakabuming-Teguh Prakosa saat itu dinyatakan unggul telak atas lawannya Bagyo Wahyono-FX Supardjo (Bajo) di Pilkada Solo 2020.
Rapat pleno rekapitulasi mencatat pasangan Gibran-Teguh memperoleh 225.451 suara atau 86,53 persen. Sedangkan Bajo memperoleh 35.055 suara atau 13,45 persen.
Direktur Arus Survei Indonesia (ASI), Ali Rif'an menilai Jakarta tetap menjadi daerah strategis dalam konteks politik elektoral meski tak lama lagi bukan menjadi ibu kota negara.
Menurut Ali, skenario untuk menjegal Anies masuk akal bila melihat potensi mantan gubernur Jakarta itu.
Ali menilai Anies bukan hanya berbahaya bagi proyek strategis pemerintah pusat hingga lima tahun ke depan. Anies juga bisa menjadi ancaman bagi Prabowo Subianto pada Pilpres 2029.
"Selain posisinya juga akan merecoki pemerintahan Prabowo, secara politik juga akan mengancam Prabowo di 2029," kata Ali saat dihubungi, Senin (19/8).
Kedua, kata Ali, menyiapkan calon independen juga dianggap lebih bisa mengurangi risiko kekalahan dibanding lawan kotak kosong. Bukan hanya kekalahan, kotak kosong juga dianggap lebih baik di mata publik.
Ali tak mau berspekulasi apakah calon independen di Pilgub Jakarat saat ini memang sengaja disiapkan atau lahir secara alamiah.
"Karena menuurut simulasi yang ada, ketika kotak kosong, itu lebih berat daripada ada lawan. Kotak kosong itu misalnya orang yang benci dengan KIM Plus akan melakukan perlawanan, dan itu melalui kotak kosong," katanya.
Dharma Pongrekun sendiri mengaku tak masalah dirinya dituduh sebgai calon boneka di Pilgub Jakarta 2024. Ia menyerahkan sepenuhnya proses dan dinamika di kontestasi mendatang kepada Tuhan.
"Ya enggak apa-apa, enggak apa-apa (dituduh jadi cagub boneka). Apapun yang terjadi, sekali lagi tadi saya berpikirlah dan berimanlah bahwa segala sesuatu kehidupan kita Tuhan sudah menentukan," kata Dharma di Kantor DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Kamis (15/8).
Terkait dugaan pencatutan KTP, Dharma mengklaim tak terlibat langsung dalam pengumpulan KTP warga Jakarta sebagai syarat maju sebagai calon gubernur di Pilgub Jakarta 2024.
"Kami sebagai cagub dalam mengumpulkan data itu tentunya dibantu relawan. Jadi kami tak terlibat langsung dalam pengumpulan data pendukung," ujarnya.
Sumber: CNN