POLITIK

[ANALISIS] MK Ubah Bandul Politik, PDIP Plus Bakal Jadi Momok KIM Plus di Jakarta

DEMOCRAZY.ID
Agustus 21, 2024
0 Komentar
Beranda
POLITIK
[ANALISIS] MK Ubah Bandul Politik, PDIP Plus Bakal Jadi Momok KIM Plus di Jakarta



DEMOCRAZY.ID - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan partai atau gabungan partai politik peserta Pilkada bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi di DPRD.


Putusan tersebut merupakan ketok palu hakim yang mengabulkan sebagian gugatan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora.


Dalam putusannya, hakim konstitusi menilai Pasal 40 Ayat (3) UU Pilkada inkonstitusional. 


Pasal itu sebelumnya mensyaratkan pasangan calon kepala daerah harus diusung partai politik atau gabungan partai dengan perolehan 25 persen suara atau 20 persen kursi DPRD, ketentuan ini hanya berlaku bagi partai yang memperoleh kursi di DPRD.


Pada putusan MK kali ini, hakim menyatakan partai yang tidak memperoleh kursi DPRD tetap bisa mengusung paslon selama memenuhi syarat persentase yang dihitung dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT). Aturan itu tertuang dalam Pasal 40 Ayat (1) yang diubah MK.


Buntut putusan itu, maka peluang bagi partai untuk mengusulkan calonnya di Pilkada 2024 pun terbuka lebar.


Di Pilkada Jakarta misalnya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) kini bisa mengusung pasangan calon sendiri alias tanpa berkoalisi. 


Di sisi lain, Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang berisi 12 partai politik telah mendeklarasikan pasangan Ridwan Kamil-Suswono untuk maju di Pilkada Jakarta.


Tak hanya di Jakarta, KIM Plus diketahui juga tengah berupaya untuk menguasai Pilgub seluruh provinsi di Pulau Jawa. Lantas bagaimana dampak putusan MK tersebut terhadap KIM Plus?


Efek underdog kini berbalik ke KIM Plus


Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro berpendapat putusan MK itu membuat KIM plus tak bisa jumawa.


Kata dia, KIM Plus sebelumnya mendapat bandwagon effect. Di mana hal ini membuat partai politik ingin bergabung di dalamnya.


Di sisi lain, PDIP justru mendapat underdog effect. Namun, putusan MK itu membuat situasinya justru berbalik.


"Sekarang terbalik situasinya, karena PDIP dapat momen di mana aspirasi publik menyatu dengan aspirasi mereka, jadi bandwagon effect-nya sekarang ada di PDIP, sementara di KIM plus mendapat underdog effect-nya," kata Agung, Selasa (20/8) malam.


Menurut Agung, dampak putusan MK itu bahkan membuka peluang bagi partai politik yang tergabung dalam KIM Plus mengubah haluan. 


Kata Agung, partai politik akan berhitung ulang soal dukungan calon yang diusung pada Pilkada 2024.


"Sangat mungkin (berubah haluan) karena ini kan akhirnya membuat semuanya menjadi cair dan mau enggak mau mereka harus melihat elektabilitas karena setiap daerah ini khas," ucap dia.


"Dan KIM ataupun KIM plus itu kan memang relevan untuk Pilpres. Sementara ini kan Pilkada, nalar politiknya sudah beda, kalau dipaksakan malah justru memberangus aspirasi publik justru menjadi bumerang," imbuhnya.


KIM plus lawan PDIP plus


Terpisah, pengamat dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli juga mengemukakan pendapat serupa.


Khusus di Pilkada Jakarta misalnya, Lili menyebut kini pasangan RK-Suswono yang diusung KIM Plus berpotensi memiliki lawan tanding sepadan, di luar calon independen. Bahkan, ia memprediksi pertarungan sengit akan terjadi Pilkada Jakarta.


"Jadi kekuatan KIM Plus ada lawan tanding sehingga pilgub Jakarta akan berjalan sengit dan kompetitif antara poros KIM Plus versus PDIP Plus," ucap dia.


Selain itu, kata Lili, KIM Plus juga harus menyiapkan diri untuk 'pertarungan' di daerah lain. Sebab, 'mimpi' KIM Plus untuk menghadirkan calon tunggal bisa saja tak tercapai.


"Tentu saja jika ada skenario calon-calon tunggal di beberapa daerah bisa berguguran mengingat partai-partai non parlemen juga bisa ikut mencalonkan kandidat pasca putusan MK," kata Lili.


Angin segar demokrasi


Di sisi lain, Lili mengatakan putusan MK terkait syarat pencalonan itu memberikan harapan baru agar Pilkada 2024 bisa berjalan lebih demokratis.


"MK kembali menjadi penjaga garda demokrasi terdepan. Publik banyak memberikan apresiasi atas putusan tersebut. Asa publik kembali membuncah di tengah-tengah kuatnya oligarki politik," ujarnya.


Lili pun menyebut jika masih ada calon tunggal di Pilkada 2024 usai putusan MK, maka bisa dikatakan partai politik kini telah menjadi kaki tangan oligarki.


"Jika MK sudah memberikan jalan dengan memberikan karpet merah, masih juga ada calon tunggal maka partai sudah benar-benar tidak lagi berpihak pada rakyat dan menegakkan demokrasi. Partai sudah menjadi kaki tangan oligarki," tutur dia.


Sementara itu, Agung juga menyampaikan lewat putusan MK ini diharapkan akan ada banyak pilihan bagi masyarakat untuk memilih calon pemimpin di Pilkada 2024. Dengan demikian, kultur demokrasi di Indonesia bisa tetap terjaga.


"Jadi ini yang buat saya angin segar bagi demokrasi kita dan MK perlu diapresiasi," kata Agung.


"Yang jelas publik mendapat menu prasmanan demokrasi yang variatif tidak hanya satu, dua calon, tapi banyak calon ketika putusan MK ini hadir di tengah-tengah kita di detik-detik akhir sebelum pembukaan pendaftaran di KPU," lanjutnya.


Sumber: CNN

Penulis blog