DEMOCRAZY.ID - Airlangga Hartarto mendadak mundur dari Ketua Umum Partai Golkar dengan alasan demi menjaga keutuhan Golkar dan stabilitas masa transisi pemerintahan dari era Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) ke presiden terpilih yang juga Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto.
Setelah mundurnya Airlangga, Rapat Pleno DPP Golkar pada Selasa (13/8) malam pun menunjuk Agus Gumiwang Kartasasmita menjadi Plt Ketum.
Munas yang mulanya dijadwalkan pada Desember 2024, kini dimajukan menjadi 20 Agustus dengan agenda utama pemilihan ketua umum definitif.
Apa gerangan yang membuat Menteri Koordinator Perekonomian-nya Jokowi tersebut tiba-tiba mundur dari Golkar?
Invisible Hand eksternal
Pengamat tak memungkiri itu tak lepas dari intervensi pihak luar yang membuat kisruh internal Golkar mengemuka.
Dugaan 'Invinsible Hand' dari eksternal itu juga yang dilihat Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro.
Agung berpandangan demikian karena berangkat dari pernyataan Airlangga yang mengaku salah satu alasannya mundur dari kursi Ketum Golkar adalah menjaga soliditas internal partai.
Padahal, kata Agung, sebelumnya kabar bahwa Airlangga akan kembali menjadi ketua umum secara aklamasi di Munas Golkar pada Desember 2024 juga telah menguat.
Airlangga sebelumnya memang telah mengantongi dukungan dari banyak organisasi sayap partai Golkar, mulai dari MKGR, Kosgoro, KPPG, hingga AMPI.
"Sehingga memunculkan anomali, bahwa ini memang bukan sekedar mundur atas nama pribadi. Tapi ada arahan di mana intervensi ataupun kekuatan eksternal atas nama invisible hand atau orang kuat itu hadir untuk melakukan pengondisian, sehingga Pak Airlangga mundur," kata Agung, Rabu (14/8).
Menurut Agung, selama ini untuk menduduki kursi Ketum Golkar setidaknya ada tiga pola yang harus dilewati seseorang.
Pertama, ia memiliki jabatan publik. Kedua, ia dekat dengan lingkaran istana.
Dan, ketiga, sosok itu harus memiliki logistik yang mumpuni untuk menjaring konsolidasi suara di Munas Golkar.
"Jadi tiga ciri khas itu sedikit banyak ada di Bahlil (Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahliil Lahadalia). Walaupun yang kedua ini istana yang dimaksud bukan hanya Istana Merdeka Jokowi. Tapi juga ada 'Istana Hambalang' [merujuk ke rumah Prabowo] sebagai presiden terpilih," ucap Agung.
Dalam konteks jelang transisi pemerintahan ini, Agung mengatakan ketum definitif Golkar nantinya juga harus menjalin komunikasi secara intens dengan Prabowo.
Namun, dia mengatakan ada tantangan tersendiri bagi Bahlil, karena kedekatannya dengan Prabowo tak sedekat ke Jokowi.
Selain itu, dia mengatakan faksi-faksi di internal Golkar juga harus bisa diredam ketua umum definitif yang terpilih nantinya, pun jika Bahlil yang terpilih.
"Bukan hanya challenge ke Pak Prabowo, challenge ke internal Golkar juga. Karena, kalau misalkan dia gagal mengonsolidasikan faksi-faksi di internal Golkar ini kan bisa membuat dinamika bahkan konflik antarfaksi," ujar Agung.
Peluang perubahan AD/ART
Selain itu, Agung juga menilai ada kans perubahan AD/ART yang membuat tokoh eksternal bisa masuk ke dalam struktur Golkar lewat Munas pada 20 Agustus mendatang.
Agung pun melihat juga peluang perubahan AD/ART di Munas nanti untuk mengakomodasi pihak eksternal itu masuk dalam struktur kepengurusan Golkar.
"Ya kalau Bahlilnya kurang tinggi aksetabilitas politiknya di internal Golkar, bisa jadi Pak Jokowi langsung yang ambil alih [Jadi ketum]," ucap dia.
"Kalau misalkan Pak Jokowi enggak ketum pasti wewenang Dewan Pembina diperkuat sama soal syarat ketum mungkin juga direduksi," imbuhnya.
Berlainan, Direktur Eksekutif Indostrategic Ahmad Khoirul Umam mengasumsikan jika benar Jokowi akan masuk struktur Golkar, tak ada jaminan ia akan langsung jadi pimpinan.
"Karena jika pilihan ini yang dilakukan, maka operasi politik ini akan terasa vulgar dan kasar, serta berpotensi melemahkan legitimasi kepemimpinannya," kata Umam kepada CNNIndonesia.com, Rabu (14/8).
Menurutnya, untuk mengakomodasi itu juga harus banyak hal yang dilewati mulai dari perubahan AD/ART hingga berhadapan dengan faksi-faksi besar di internal Golkar.
Ia pun berpandangan opsi yang realistis dan menjadi jalan tengah jika benar Jokowi berniat masuk Golkar ialah memilih ketum definitif yang loyal terhadapnya.
"Nama itu bisa saja ke Agus Gumiwang atau bahkan Bahlil Lahadalia yang dikenal cukup dekat dengan Jokowi," ucap dia.
Kekuatan Besar Goyang Pohon Beringin
Tapi, Agung mewanti-wanti ketika Jokowi lengser dari kursi kepresidenan pada Oktober mendatang, bisa jadi manuver di tubuh Golkar juga akan tergantung Prabowo selaku Presiden RI kelak.
Apalagi, Prabowo pun memiliki kedekatan tersendiri dengan Golkar di masa lalu.
"Kalau memang manuvernya terlalu ekstrem, berbeda dari Pak Prabowo misalkan saya kira 'istana Hambalang' akan bergerak juga,"
Lalu, Agung menyebut masa depan Golkar juga akan bergantung pada dinamika antarfaksi politik di internal Golkar.
Terkait dugaan 'istana Hambalang', Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menyebut mundurnya Airlangga dari pucuk pimpinan tertinggi partai Golkar merupakan hak dan pilihan politik yang bersangkutan sendiri.
"Saya tidak mau bilang prihatin beliau mundur. Tentu saya pribadi juga mengamati Pak Airlangga juga berjasa atas terpilihnya pak Prabowo sebagai Presiden," kata Habib beberapa waktu lalu.
Oleh sebab itu, Habib meminta agar tidak ada spekulasi liar bahwa mundurnya Airlangga disebabkan oleh tekanan dari luar atau bahkan pemerintahan masa kini.
"Barangnya ini, mau Anda mengolah-olah isu, mendiskreditkan pemerintahan saat ini, atau pemerintahan pak Prabowo ke depan dengan ini, ini enggak ada [korelasi] sebenarnya," ujarnya.
Kekuatan besar
Terpisah, analis komunikasi politik sekaligus founder Lembaga Survei KedaiKOPI Hendri Satrio berpendapat ada kekuatan besar yang hendak menguasai Golkar yang menyebabkan Airlangga secara mendadak mengundurkan diri sebagai ketum.
"Kenapa [Airlangga] berhenti tiba-tiba? Karena ada yang mau masuk. Kalau kemudian memang sudah ada yang ingin masuk ya Partai Golkar tinggal kita lihat saja sekuat apa mereka menghadapi orang luar yang ingin masuk," kata Hensat.
Ia menganggap kemunduran Airlangga tersebut masih menyisakan misteri. Hensat menduga misteri itu ialah niatan Presiden Jokowi masuk ke Golkar.
Menurutnya jika memang itu benar, seharusnya Jokowi secara adil menyampaikan saja keinginannya itu tanpa harus melakukan tindakan represif.
"Kalau memang arahannya sudah akan ada pergantian kepemimpinan di Golkar dan masuk Pak Jokowi itu kan tinggal diakui saja oleh pak Jokowi sehingga masalahnya selesai, tak ada lagi misteri-misteri," ucapnya.
Sementara itu di kubu Golkar, pada Selasa lalu Agus Gumiwang yang kini menjadi Plt Ketua Umum menyatakan tak akan mencalonkan diri pada Munas 20 Agustus mendatang.
Agus Gumiwang tak maju Ketum
Sementara itu, Plt Ketua Umum Partai Golkar Agus Gumiwang Kartasasmita (AGK) memastikan akan mendukung salah satu kandidat ketum yang akan maju di Munas pada 20 Agustus 2024 mendatang.
"Pasti saya dukung salah satunya," kata AGK di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Selasa (13/8).
Namun, dia masih enggan membeberkan sosok kandidat yang akan didukung pada Munas nanti.
"Masih saya simpan," ujar pria yang kini menjabat Menteri Perindustrian-nya Jokowi itu.
Dia mengaku masih menunggu siapa yang akan menyatakan kesiapannya untuk maju nanti seraya melihat respons dari pengurus daerah sebagai salah satu pemilik suara di Munas.
Ia pun menegaskan sebagai plt ketum ia bertugas untuk menjaga keutuhan Partai Golkar. Ia menyebut akan menyelenggarakan Rapimnas dan Munas dengan sebaik-baiknya.
"Secara resmi kan nanti mereka yang akan mereka maju harus mengambil formulir, nanti baru kita tahu siapa yang akan maju," ucap dia.
Agus juga menyatakan setelah ini ia dan jajaran akan 'ngebut' membahas persiapan penyelenggaraan Rapimnas dan Munas mengingat waktunya yang tak lama lagi.
Partai Golkar dijadwalkan akan menggelar Munas pada 20 Agustus 2024 mendatang. Munas itu digelar menyusul mundurnya Airlangga Hartarto dari jabatan ketum.
Sumber: CNN