POLITIK

[ANALISIS] Apa Yang Terjadi Setelah Airlangga Mundur Ketum Golkar?

DEMOCRAZY.ID
Agustus 13, 2024
0 Komentar
Beranda
POLITIK
[ANALISIS] Apa Yang Terjadi Setelah Airlangga Mundur Ketum Golkar?



DEMOCRAZY.ID - Airlangga Hartarto secara mengejutkan menyatakan mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum Partai Golkar sejak Sabtu (10/8). Pengunduran diri itu beredar lewat video sehari setelahnya.


Padahal, musyawarah nasional (munas) pergantian ketua umum Partai Golkar akan digelar pada Desember 2024. 


Hanya empat bulan lagi. Selain itu, pendaftaran pasangan calon kepala daerah Pilkada 2024 tinggal 14 hari lagi.


Airlangga beralasan mundur sebagai ketua umum demi menjaga keutuhan Golkar dan stabilitas masa transisi pemerintahan dari era Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Prabowo Subianto.


Saat menduduki kursi Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga sudah memberikan dukungan kepada sejumlah calon kepala daerah yang akan usung di Pilkada 2024. 


Mereka yang sudah dapat dukungan Golkar antara lain Dedi Mulyadi di Pilgub Jawa Barat, Bobby Nasution di Pilgub Sumatera Utara, Ridwan Kamil di Pilgub Jakarta, dan Khofifah Indar Parawansa di Pilgub Jawa Timur.


Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro memprediksi peta politik di Pilkada 2024 tak akan banyak berubah meski ada suksesi kepemimpinan secara mendadak di tubuh Golkar.


Menurutnya, perubahan itu hanya akan terjadi di provinsi dan kabupaten/kota yang strategis, seperti Jakarta, Jawa Timur, dan Banten. Sebab, Jawa menjadi populasi kunci untuk persiapan Pemilu 2029.


"Rekomendasi yang akan berubah pun nanti hanya menyentuh pada level-level strategis. Di luar itu semua mungkin akan tetap sama, tidak ada perubahan. 


Karena kita tahu bersama bahwa Golkar menyeleksi kandidat itu basisnya survei," kata Agung kepada CNNIndonesia.com, Senin (12/8).


Agung mengatakan mundurnya Airlangga dari jabatan Ketua Umum Partai Golkar juga tidak mengancam elektabilitas calon-calon kepala daerah yang sudah dapat rekomendasi dari Golkar untuk maju pilkada.


Ia menyebut partai hanya jadi kendaraan politik untuk memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pileg DPRD sesuai UU PIlkada.


"Memang perannya bisa jadi di awal, tapi berikutnya itu kandidat karena pilkada ini kan uji figur ya. Jadi kualitas kandidat soal rekam jejak, visi misi, program unggulan mereka," ujarnya.


Agung berpendapat peta politik justru akan banyak berubah pada tingkat nasional. Referensi nama-nama menteri dari Golkar yang disodorkan Airlangga di kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka bisa saja berubah.


Ketua Umum Golkar yang baru akan mendorong orang-orang terdekatnya untuk menduduki kursi menteri di pemerintahan Prabowo-Gibran.


"Karena bukan Airlangga lagi ketumnya. Otomatis yang didorong orang-orang yang dekat dengan ketum. Ini tergantung siapa ketumnya," ucap Agung.


"Jadi yang banyak berubah itu justru di tingkat nasional, penyusunan menteri-menteri untuk dicalonkan dalam kabinet Prabowo-Gibran," imbuh dia.


Agung pun menyoroti posisi Golkar di Koalisi Indonesia Maju (KIM), koalisi yang mendukung Prabowo-Gibran di Pilpres 2024. Menurutnya, tak akan ada perubahan signifikan, karena partai berlambang pohon beringin itu justru jadi penggerak KIM.


"Kalau di KIM tidak ada perubahan drastis karena Golkar selama ini motornya KIM, sehingga kalaupun ada perubahan kepemimpinan di tubuh Golkar, sedikit banyak tidak akan mengubah apapun di KIM," katanya.


Apalagi, lanjut dia, sosok yang menjadi Ketua Umum Partai Golkar menggantikan Airlangga harus mendapat restu dari Istana alias Presiden Joko Widodo (Jokowi).


"Keywordnya ada tiga, Pak Jokowi, keluarganya Pak Jokowi, atau orang yang ditunjuk oleh Pak Jokowi," kata Agung.


Sementara itu, lanjut Agung, konstelasi di internal Golkar akan banyak mengalami perubahan dalam aspek kepengurusan, model kerja, hingga manuver partai. Menurutnya, hal tersebut akan menguji soliditas kader Golkar.


Ia menyebut Golkar bisa saja terpecah seperti dulu jika perbedaan kepemimpinan terlalu ekstrem. Sebab, banyak faksi di dalam tubuh Golkar.


"Ketua Golkar harus bisa mengakomodasi banyak faksi di Golkar. Kalau dia tidak punya kemampuan itu, ya partai ini bisa terancam pecah, terbelah," kata dia.


Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul berpendapat serupa. Ia mengatakan calon yang mengantongi surat penugasan dari Golkar era Airlangga untuk Pilkada 2024 akan berubah tetapi tidak signifikan.


Sebab, Airlangga berhasil membuat mesin Golkar menyala di Pemilu 2024. Suara Golkar naik secara signifikan dan berhasil menduduki peringat kedua setelah PDIP. Golkar mendapatkan 102 kursi hasil Pileg 2024.


"Menurut saya tipikal Airlangga ini seperti Akbar Tanjung. Punya prestasi dengan tangan dingin. Tidak mungkin juga plt ketum yang baru akan merubah komposisi ini. Peluangnya kecil karena mesin Golkar sedang on fire. Kader yang didudukan rata-rata satu komando Golkar," ujarnya.


Ia menuturkan suksesi Ketua Umum Golkar kerap tak berjalan mulus dari masa ke masa. Menurutnya, saat ini ada dua faksi di tubuh Golkar.


Pertama, faksi Airlangga yang menginginkan soliditas di internal partai. Kedua, faksi yang muncul usai Airlangga mengundurkan diri.


"Walaupun dua faksi itu tidak ingin juga Golkar itu melorot perolehan suaranya. Apalagi pilkada ini menentukan juga untuk Pilpres 2029. Apa yang diraih Golkar di Pileg saya kira tidak akan dibumihanguskan begitu saja. Ini akan tetap dipertahankan," kata Adib.


Adib memprediksi komposisi-komposisi calon kepala daerah yang diusung Golkar hanya akan berubah sekitar 20 persen. Sisanya, Golkar akan merapat dengan sepenuhnya dengan KIM pada Pilkada Serentak 2024.


"Pasca mundurnya Airlangga saya kira hubungan Golkar itu confirmed di KIM menyatu, tetapi soal tawar-menawar kader di daerah yang tidak sejalan dengan KIM tapi peluangnya menang saya kira akan dipertahankan," kata Adib.


"Justru mundurnya Airlangga ini karena memang Golkar itu berjalan lebih kencang di KIM sendiri," ucapnya.


Sumber: CNN

Penulis blog