Adu Kekuatan Gus Yahya Vs Cak Imin, Siapa Paling ‘NU’?
Fanatisme agama dengan segala bentuknya merupakan sumber segala perselisihan, musuh bersama umat manusia,” kata Hanum Salsabiela Rais, mantan Presenter TV.
Hubungan elite Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) kembali memanas pasca Pilpres 2024.
Meski belum jelas penyebabnya, namun konflik keduanya muncul pasca elite PKB memotori 'digolkannya' pembentukan Panitia Khusus (Pansus) haji untuk meminta pertanggungjawaban Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut.
Pembentukan Pansus Haji di DPR jika dilihat dari kacamata politik memiliki dua tujuan, pertama untuk meminta pertanggungjawaban dan transparansi Menag Yaqut atas pelaksanaan haji 2024.
Di sisi lain pembentukan Pansus Haji ini bisa jadi imbas dari panasnya pertarungan Pilpres 2024 beberapa waktu lalu.
Seperti diketahui, dalam pertarungan pilpres kemarin PBNU memang sering bertolak belakang dengan PKB. Padahal keduanya memiliki basis massa yang sama yakni masyarakat nahdliyin.
Saat itu, PBNU yang dimotori oleh ketuanya, Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya sering menyampaikan jika lembaganya tidak akan berpolitik dalam Pilpres 2024.
Artinya PBNU tidak akan memberikan rekomendasi kepada masyarakat nahdliyin soal kriteria calon pemimpin yang layak dipilih pada Pilpres 2024.
Imbauan ini disampaikan Gus Yahya menyikapi adanya klaim dari sejumlah pihak khususnya dari elite PKB bahwa mereka adalah parpol yang mewakili kelompok NU.
Dukungan NU dalam Pilpres 2024 kembali diklaim oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) saat resmi maju menjadi cawapres mendampingi Anies Baswedan (AMIN) di Pilpres 2024.
Bahkan Cak Imin saat kampanye di Pilpres 2024 sempat mengklaim jika seluruh masyarakat Indonesia yang berideologi NU dipastikan akan mendukung dan memilih pasangan capres-cawapres AMIN.
“Orang yang punya ideologi NU pasti istiqomah ke AMIN, saya meragukan ke-NU-annya kalau tidak pilih AMIN," imbuh Cak Imin kepada wartawan di Blitar, Kamis (11/1/2024).
Klaim Cak Imin ini biasa terjadi saat pemilu, sebab NU adalah ormas Islam terbesar di Indonesia. Sehingga wajar elite politik selalu mengaitkan dan bahkan meminta dukungan masyarakat NU agar bisa menang dalam kontestasi politik.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah mengakui jika konflik antara PBNU dan PKB didasari adanya motif 'balas dendam'.
Dia menyebut salah satu trigger (pemicu) yang memperuncing konflik ini adalah pembentukan Pansus Haji di DPR.
Menurutnya, pembentukan Pansus Haji ini menjadi penyebab konflik PBNU dan PKB pecah karena dalam pansus itu menyeret nama Menag Yaqut. Sudah rahasia umum, jika Menag Yaqut adalah adik kandung dari Ketua PBNU Gus Yahya.
“Pansus Haji seolah-olah menjadi balasan Muhaimin Iskandar ketika selalu ditekan, bahkan pada saat pilpres sekalipun juga (Cak Imin) banyak dinihilkan ‘oleh’ Yaqut, termasuk juga PBNU,” kata Dedi kepada Inilah.com.
Dia menilai konflik PBNU dan PKB ini sangat kental dengan muatan politik karena adanya pembentukan panitia khusus (pansus) tandingan dari PBNU. Pansus tandingan ini bertujuan untuk mengembalikan PKB ke dalam NU.
Namun langkah yang dilakukan Gus Yahya ini menjadi ‘blunder’ karena seyogyanya organisasi keagamaan seperti PBNU tidak memiliki kewenangan untuk mengintervensi PKB. Alasannya PKB sebagai parpol bukan menjadi bagian struktural dari PBNU maupun NU.
“Sehingga mengupayakan untuk mengembalikan PKB itu sesuatu yang tidak masuk akal. Ini saya kira kemunduran berpikir PBNU sepanjang sejarah,” katanya.
Potensi Konflik Keluarga Gus Dur Vs Cak Imin Jilid II
Lebih lanjut, Dedi menilai jika PBNU ingin mengambil alih PKB, maka cara-cara yang dilakukan harus sesuai dengan perundang-undangan yang ada.
Dia menyinggung soal upaya putri Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Yenny Wahid yang sempat menempuh jalur organisasi dan hukum untuk mengambil alih PKB dari Cak Imin. Hal ini terjadi karena dualisme di internal PKB usai pencopotan Cak Imin oleh Gus Dur saat itu. Meski akhirnya Yenny Wahid kalah, namun cara yang dilakukannya sudah sesuai dengan AD/ART organisasi parpol.
Bahkan Dedi menyarankan elite PBNU seperti Gus Yahya ataupun Sekjen PBNU Saifullah Yusuf atau Gus Ipul untuk ikut bertarung dalam pemilihan ketua umum PKB jika ingin mengambil alih partai tersebut ke NU.
“Cara-cara semacam itu dibenarkan, karena dalam konteks organisasi,” imbuhnya.
Tak Ada Konflik, Hanya Agenda Politik Segelintir Elite di PBNU
Sementara itu, Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid mengatakan jika hubungan PKB dengan kelompok NU dan PBNU masib baik dan tetap terjaga. Namun kondisi yang terjadi saat ini adanya sejumlah oknum di internal PBNU yang ingin mengganggu soliditas PKB pasca Pemilu 2024.
“Ini bukan konflik, tapi kisruh yang muncul karena ulah Saifullah yusuf (Gus Ipul) yang usul membuat pansus untuk mengambil alih PKB. Itu bukti PBNU sudah menjadi alat politik dan melenceng jauh dari rel khittah (garis perjuangan) NU 1926,” tegasnya.
Jazilul mengaku hingga saat ini dirinya belum melihat adanya campur tangan penguasa atau calon penguasa dalam konflik yang terjadi antara PBNU dan PKB.
“Kami belum berpikir ke arah sana (adanya campur tangan penguasa), tapi jajaran PKB solid akan melawan siapapun yang menganggu kedaulatan PKB,” katanya.
Sebagai informasi, posisi PKB saat ini memang belum menyatakan mendukung atau bergabung dengan koalisi Pemerintahan Prabowo-Gibran. Namun dalam beberapa kesempatan Cak Imin sudah memberikan sinyal atau kode jika PKB siap bekerja sama dengan Prabowo-Gibran dan Koalisi Indonesia Maju (KIM) dalam lima tahun ke depan.
Selain itu, dalam Pilkada 2024 PKB memang belum bekerja sama dengan KIM untuk mengusung calon kepala daerah (cakada) 2024. Kesepakatan antara PKB dan KIM baru terjadi pada Pilgub Sumatera Utara (Sumut) yang mengusung menantu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Bobby Nasution sebagai Cagub Sumut 2024.
Sedangkan di beberapa wilayah besar lainnya seperti Jakarta, Jawa Tengah (Jateng), Jawa Barat (Jabar), dan Jawa Timur (Jatim), PKB belum menentukan sikap apakah akan bergabung dengan KIM atau tidak.
Sumber: Inilah