POLITIK

5 Respons Soal 'Raja Jawa' Yang Disebut Bahlil Lahadalia

DEMOCRAZY.ID
Agustus 23, 2024
0 Komentar
Beranda
POLITIK
5 Respons Soal 'Raja Jawa' Yang Disebut Bahlil Lahadalia



DEMOCRAZY.ID - Ketua Umum DPP Partai Golkar Bahlil Lahadalia disoroti setelah resmi ditunjuk sebagai ketua umum Partai Golkar baru pengganti Airlangga Hartarto. 


Teranyar, dirinya menyinggung sosok "Raja Jawa" saat berpidato pemaparan visi dan misinya pada Musyawarah Nasional XI Partai Golkar di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu, 21 Agustus 2024.


"Kita harus lebih paten lagi. Soalnya, Raja Jawa ini kalau kita main-main, celaka kita," kata Bahlil Lahadalia di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Rabu, 21 Agustus 2024.


Lebih lanjut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu enggan membeberkan siapa sosok yang dia maksud sebagai Raja Jawa. 


"Sudah. Waduh ini. Sudah banyak, sudah lihat kan barang ini kan? Ya tidak perlu saya ungkapkan lah. Enggak perlu," tuturnya.


1. Megawati Minta Dikenalkan ke Raja Jawa


Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri meminta Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia mengenalkan dirinya kepada "Raja Jawa". 


Hal itu disampaikan Megawati usai pembacaan nama-nama bakal calon kepala daerah yang diusung PDI Perjuangan gelombang kedua di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Kamis, 22 Agustus 2024.


"Saya ketawa, ketawanya, sudah dia ngomong Raja Jawa. Kayak dia mengerti artinya Raja Jawa, dia kan orang Papua. Makanya saya langsung sambil sarapan ketawa, wih," kata Megawati di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Kamis, 22 Agustus 2024, dikutip dari Antara.


Oleh karena itu, Presiden Ke-5 RI tersebut pun meminta untuk dikenalkan dengan sosok "Raja Jawa" itu. 


"Aku mau kenalan juga deh sama Raja Jawa-nya. Sejak kapan ada Raja Jawa? Awas kamu ya diplintir-plintir. Kapan ada Raja Jawa-nya," ujarnya.


2. Hanya Ada di Zaman Dahulu


Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, sosok "Raja Jawa" hanya ada di zaman kerajaan dahulu, sementara saat ini sudah tidak ada. 


Hal itu ia ungkapkan sebagai tanggapan terhadap pernyataan Ketua Umum DPP Partai Golkar Bahlil Lahadalia soal sosok "Raja Jawa" saat Munas Partai Golkar.


"Raja Jawa itu kan zaman kerajaan dulu, bukan zaman sekarang," kata Airlangga yang juga mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar usai konferensi pers Pencanangan Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (GENCARKAN) di Jakarta, Kamis, 22 Agustus 2024, dikutip dari Antara.


3. Istana Tidak Mau Berspekulasi Soal Raja Jawa


Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan/Presidential Communication Office (PCO) Hasan Nasbi mengatakan bahwa Istana tidak mau berspekulasi lebih lanjut mengenai sosok "Raja Jawa" itu. 


"Itu 'kan pernyataan politik di partai politik," kata Hasan di Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Kamis, 22 Agustus 2024, dikutip dari Antara.


Untuk itu, dia membiarkan masyarakat menafsirkan masing-masing soal sosok "Raja Jawa" tersebut. "Silakan ditafsirkan masing-masing," ujar Hasan.


4. Bukan Sikap Politik dari Partai


Politisi senior Partai Golkar Idrus Marham mengatakan bahwa ungkapan Bahlil itu hanya merupakan candaan politik karena tema pidato Bahlil juga banyak menyinggung soal isu-isu yang berkembang di masyarakat. 


Namun, menurut Idrus, ungkapan Bahlil soal "Raja Jawa" itu bukan merupakan sikap politik dari partai.


"Harus dibedakan antara pernyataan politik dan guyonan politik," kata Idrus, Rabu, 21 Agustus 2024, dikutip dari Antara.


5. Bukan Ranah Keraton Yogyakarta


Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan bahwa pihaknya tak mengetahui apa yang dimaksud Raja Jawa dalam pidato Bahlil Lahadalia. 


"Urusannya apa (soal pidato Raja Jawa) ? Tidak tahu saya soal pidato itu," kata Sultan di sela Rapat Koordinasi Kesiapan Penyelenggaraan Pilkada 2024 Wilayah Jawa di Yogyakarta, Rabu, 21 Agustus 2024.


Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu menyatakan sudah tak akan mencampuri apapun lagi terkait dinamika politik karena bukan kewenangannya. 


Dengan demikian, pidato Bahlil tersebut dinilai Sultan bukan ranahnya lagi untuk berbicara atau menanggapi lebih jauh. 


"Saya kan sudah tidak berpartai lagi, tidak boleh (masuk partai sesuai UU)," kata Sultan Hamengku Buwono X.


Sumber: Tempo

Penulis blog