POLITIK

100 Guru Besar UGM Desak Pemimpin Negara Dengar Suara Rakyat, Tolak KKN!

DEMOCRAZY.ID
Agustus 26, 2024
0 Komentar
Beranda
POLITIK
100 Guru Besar UGM Desak Pemimpin Negara Dengar Suara Rakyat, Tolak KKN!



DEMOCRAZY.ID - Sebanyak 100 lebih guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM) mendesak pemimpin negara agar mendengar suara rakyat. 


Belakangan, rakyat telah bersuara melalui imbauan, seruan, demonstrasi, hingga unjuk rasa mencegah terjadinya manipulasi dan kekerasan politik yang disinyalir bertujuan untuk kepentingan melanggengkan kekuasaan.


Ketua Dewan Guru Besar (DGB) UGM Prof M Baiquni menuturkan demokrasi di Indonesia tengah mengalami kemerosotan. 


Hal ini ditandai dengan pelemahan KPK, dominasi elite parpol, pelemahan kontrol publik, hingga pengabaian nalar dan nurani.


"Kita meminta pemimpin lembaga negara untuk mendengar suara rakyat yang menolak segala bentuk Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) karena tidak sesuai dengan demokrasi dan juga semangat reformasi," kata Baiquni dalam keterangan tertulis yang diterima kumparan, Senin (26/8).


Sebanyak 100 guru besar UGM ini sebelumnya menggelar seruan pernyataan sikap mendesak demokrasi kembali ke kedaulatan rakyat pada Minggu (25/8) di kampus UGM.


Sekretaris DGB UGM Prof Wahyudi Kumorotomo menjelaskan ketegangan yang terjadi di elite politik memperlihatkan para pemimpin politik jauh lebih mengedepankan kepentingan jangka pendek dan diri sendiri.


"Pemimpin negara seharusnya memikirkan kepentingan jangka negara dalam jangka panjang mengingat rakyat kita masih menghadapi kesulitan ekonomi dan ketidakpastian global," bebernya.


Terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024 kemudian ditanggapi reaktif oleh Badan Legislatif DPR yang hendak mengubah Undang-undang tentang Pilkada menunjukkan instrumen perundangan dijadikan alat mengejar kepanjangan politik sempit dan jangka-pendek.


"Seraya mengabaikan keinginan rakyat bagi terciptanya demokrasi yang bermartabat di Tanah Air," terangnya.


Guru besar UGM menyikapi situasi ini dengan menyatakan sikap menolak bentuk praktik pemilihan di nasional maupun daerah yang tak sesuai dengan prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat.


Mereka juga menolak penggunaan instrumen politik menggunakan intimidasi, pengerahan aparat, penyebaran uang dan materi, serta cara tak terpuji yang mencederai demokrasi.


"Kita ingin mendorong dan menuntut penyelenggaraan Pilkada yang bermartabat dan berkeadilan sesuai kaidah hukum yang benar dan adil," tegasnya.


Seruan lain dari para guru besar adalah meminta elite politik tak gunakan legitimasi palsu dengan membuat aturan perundangan yang tak sejalan dengan demokrasi.


Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga diminta tetap berpegang teguh pada konstitusi dalam menyelenggarakan pilkada. Termasuk di antaranya mengikuti keputusan MK kemarin.


Masyarakat sebagai subjek demokrasi juga diminta untuk aktif berpartisipasi menyelamatkan demokrasi. 


Caranya dengan menyampaikan seruan-seruan namun tetap memelihara keadaban serta mencegah tindakan kekerasan yang justru mencederai proses demokratisasi.


100 Guru besar UGM yang mendukung pernyataan sikap ini di antaranya Guru Besar Fakultas Pertanian UGM Prof. Dr. Masyhuri, MSc., Guru Besar Fakultas Filsafat Prof. Dr. Lasiyo, MM, Guru Besar Fakultas Psikologi Prof. Dr. Koentjoro, MA., Guru Besar Fakultas Biologi Prof. Dr. Endang Semiarti, Guru Besar Fakultas Peternakan Prof. Dr. Ambar Pertiwiningrum, MSc.


Lalu, Guru Besar Fakultas Teknik Prof. Dr. Wiendu Nuryanti , MSc., Guru Besar FIB Prof. Dr. Faruk, MA., Guru Besar FK-KMK Prof. Dr. Yodi Mahendradhata, MPh., Guru Besar FEB Prof. Dr. Ainun Naim, MEc., Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Prof. Dr. Teguh Budi Pitoyo, MSc., Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian Prof. Dr. Eni Harmayani, MSc., Guru Besar Fakultas Teknik Prof. Dr. Ir. Selo, MSc., dan Guru Besar Fisipol UGM Prof. Dr. Sofian Effendi, MPIA.


Sumber: Kumparan

Penulis blog