DEMOCRAZY.ID - Salah satu proyek yang dibanggakan Jokowi dan Luhut yakni Kereta Cepat Whoosh kini jadi pembahasan hangat publik.
Pasalnya, proyek yang menghabiskan anggaran besar itu dituding menjadi penyebab kerugian perusahaan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA).
Pihak manajemen WIKA memaparkan bahwa Perusahaan menanggung kerugian hingga Rp7,12 triliun pada tahun buku 2023.
Angka itu membumbung tinggi sebesar 11.860 persen dari kerugian tahun sebelumnya yang mencapai Rp59,59 miliar.
Hal itu juga jadi pembahasan di media sosial. Sejumlah pegiat media sosial menyampaikan kritik tajam ke pemerintahan Jokowi.
"Wika sebutkan rugi di tahun 2023 disebabkan oleh Whoosh, rugi meningkat 7,1 T atau 11.860% dari rugi tahun sebelumnya 59,59 Miliar. Beban yg besar Salah satunya dari bunga hutang dan biaya provisi, Wow……😧," tulis akun @5teV3n_Pe9eL.
"Kenapa WIKA teriak karena termasuk yang menanggung beban utang kereta api cepat 79 Triliun dibagi 5 perusahan BUMN lainnya. Mencret! PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai lead consortium. Kemudian, PT WIKA, PT Jasa Marga, dan PT Perkebunan Nusantara VIII atau PT PN VIII," komentar @BosPurwa, dikutip Jumat (12/7/2024).
Sebelumnya, Direktur Utama Wijaya Karya Agung Budi Waskito mengatakan, beban bunga yang tinggi menjadi salah satu faktor tingginya angka kerugian.
"Pertama adalah beban bunga yang memang cukup tinggi. Yang kedua adalah beban lain-lain di antaranya mulai tahun 2022 itu kita juga sudah mulai mencatat adanya kerugian dari PSBI atau Kereta Cepat yang tiap tahun juga cukup besar," kata Agung, saat rapat bersama Komisi VI DPR RI, dikutip Jumat (12/7/2024).
PSBI adalah anak usaha PT Kereta Api Indonesia (Persero) selaku pemilik mayoritas saham PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yakni mencapai 60 persen.
Laporan keuangan WIKA pada 2023, tercatat bahwa sejumlah beban WIKA memang membengkak. Paling besar, beban lain-lain naik 310,16 persen menjadi Rp 5,40 triliun dan beban keuangan meningkat 133,70 persen sebesar Rp 3,20 triliun di tahun 2023.
Imbas kerugian besar yang dialami perseroan, Agung menyebut WIKA harus mengumpulkan modal dan ditempuh dengan menerbitkan obligasi demi mendapatkan pinjaman.
Namun, angkah itu justru membuat kerugian semakin membengkak. Saat ini, total beban bunga yang ditanggung perseroan lewat penerbitan obligasi tembus Rp11 triliun.
"Sehingga mau tidak mau untuk uang ini, mau tidak mau, WIKA juga harus melakukan pinjaman melalui obligasi," papar Agun.
Sumber: Fajar