DEMOCRAZY.ID - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah merampungkan agenda konsolidasi nasional yang digelar pada Sabtu-Minggu, 27-28 Juli 2024 di Universitas Aisyiyah atau Unisa Yogyakarta.
Dalam kesempatan itu, Muhammadiyah mengeluarkan risalah nasional yang intinya sepakat menerima Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diberikan pemerintah.
"Majelis konsolidasi nasional mendukung dan memperkuat keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang pengelolaan tambang," kata Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti membacakan risalah itu.
"Risalah Pleno Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang Pengelolaan Tambang yang Ramah Lingkungan dan Kesejahteraan Masyarakat".
Abdul Muti membeberkan PP Muhammadiyah telah melakukan kajian dan menerima masukan yang dari para ahli pertambangan, ahli hukum, majelis atau lembaga di lingkungan PP Muhammadiyah, pengelola atau pengusaha tambang, ahli lingkungan hidup, perguruan tinggi, dan pihak-pihak terkait lainnya.
"Setelah menganalisis semua masukan itu, PP Muhammadiyah memutuskan siap mengelola usaha pertambangan sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2024," kata dia.
Alasan Muhammadiyah itu disertai dengan sedikitnya delapan poin pertimbangan dan persyaratan.
Pertama, kekayaan alam adalah anugerah Allah yang manusia sebagai khalifah di muka bumi memiliki kewenangan untuk memanfaatkan alam untuk kemasalahatan dan kesejahteraan hidup material dan spiritual.
Pengelolaan usaha pertambangan sejalan dengan Anggaran Dasar pasal 7 (1): Untuk mencapai maksud dan tujuan, Muhammadiyah melaksanakan dakwah amar ma'ruf nahi munkar dan tajdid yang diwujudkan dalam segala bidang kehidupan.
Anggaran Rumah Tangga Pasal 3 (8) “Memajukan perekonomian dan kewirausahaan ke arah perbaikan hidup yang berkualitas; (10)”; “Memelihara, mengembangkan, dan mendayagunakan sumberdaya alam dan lingkungan untuk kesejahteraan”.
Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah tentang Pengelolaan Pertambangan dan Urgensi Transisi Energi Berkeadilan (9 Juli 2024) antara lain menyatakan bahwa "Pertambangan (at-ta’dn) sebagai aktivitas mengekstraksi energi mineral dari perut bumi (istikhrj al-ma’din min ban al-ar) masuk dalam kategori muamalah atau al-umr al-duny (perkara-perkara duniawi), yang hukum asalnya adalah boleh (al-ibah) sampai ada dalil, keterangan, atau bukti yang menunjukkan bahwa ia dilarang atau haram”.
Kedua, pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Bahwa sesuai kewenangannya, pemerintah sebagai penyelenggara negara memberikan kesempatan kepada Muhammadiyah, antara lain karena jasa-jasanya bagi bangsa dan negara, untuk dapat mengelola tambang untuk kemandirian dan kesejahteraan masyarakat.
Ketiga, keputusan Muktamar ke-47 Muhammadiyah di Makassar 2015 mengamanatkan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk memperkuat dakwah dalam bidang ekonomi selain dakwah dalam bidang pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, tabligh, dan bidang dakwah lainnya.
Pada tahun 2017, Muhammadiyah telah menerbitkan Pedoman Badan Usaha Milik Muhammadiyah (BUMM) untuk memperluas dan meningkatkan dakwah Muhammadiyah di sektor industri, pariwisata, jasa, dan unit bisnis lainnya.
Keempat, dalam mengelola tambang, Muhammadiyah berusaha semaksimal mungkin dan penuh tanggung jawab melibatkan kalangan profesional dari kalangan kader dan warga Persyarikatan, masyarakat di sekitar area tambang, sinergi dengan perguruan tinggi, serta penerapan teknologi yang meminimalkan kerusakan alam.
"Muhammadiyah memiliki sumber daya manusia (SDM) yang amanah, profesional, dan berpengalaman di bidang pertambangan serta sejumlah perguruan tinggi Muhammadiyah memiliki program studi Pertambangan sehingga usaha tambang dapat menjadi tempat praktik dan pengembangan entrepreneurship yang baik."
Kelima, dalam mengelola tambang, Muhammadiyah akan bekerja sama dengan mitra yang berpengalaman mengelola tambang, memiliki komitmen dan integritas yang tinggi, dan keberpihakan kepada masyarakat dan Persyarikatan melaui perjanjian kerja sama yang saling menguntungkan.
Keenam, pengelolaan tambang oleh Muhammadiyah dilakukan dalam batas waktu tertentu dengan tetap mendukung dan melanjutkan usaha-usaha pengembangan sumber-sumber energi yang terbarukan, serta membangun budaya hidup bersih dan ramah lingkungan.
Pengelolaan tambang disertai dengan monitoring, evaluasi, dan penilaian manfaat dan mafsadat (kerusakan) bagi masyarakat.
Apabila pengelolaan tambang lebih banyak menimbulkan mafsadat, maka Muhammadiyah secara bertanggungjawab akan mengembalikan izin usaha pertambangan kepada pemerintah.
Ketujuh, dalam pengelolaan tambang, Muhammadiyah berusaha mengembangkan model yang berorientasi pada kesejahteraan dan keadilan sosial, pemberdayaan masyarakat, membangun ekosistem yang ramah lingkungan, riset dan laboratorium pendidikan, serta pembinaan jamaah dan dakwah jamaah.
"Pengembangan tambang oleh Muhammadiyah diusahakan dapat menjadi model usaha "not for profit" di mana keuntungan usaha dimanfaatkan untuk mendukung dakwah dan amal usaha Muhammadiyah serta masyarakat luas".
Kedelapan, menunjuk tim pengelola tambang Muhammadiyah yang terdiri atas Muhadjir Effendy (Ketua), Muhammad Sayuti (Sekretaris), dengan anggota Anwar Abbas, Hilman Latief, Agung Danarto, Ahmad Dahlan Rais, Bambang Setiaji, Arif Budimanta, Nurul Yamin, dan M. Azrul Tanjung.
Kesembilan, tim memiliki tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang akan ditetapkan kemudian dalam Surat Keputusan PP Muhammadiyah.
Sumber: Tempo