DEMOCRAZY.ID - Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Chusnul Mariyah, menyoroti kemungkinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi tetap berkuasa melalui revisi Undang-Undang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
Revisi ini disebut membuka peluang bagi Jokowi untuk menjadi anggota DPA setelah masa jabatannya berakhir pada Oktober 2024.
Chusnul menekankan, ada kepentingan Jokowi untuk meneruskan kekuasaan melalui kolaborasi antara oligarki politik, ekonomi, dan sosial.
"Rezim Joko Widodo tidak dapat dilihat hanya dia sebagai aktor tunggal, tapi lebih dilihat dalam konsep kelompok rezim Joko Widodo," kata Chusnul kepada Tempo, Jumat, 12 Juli 2024.
Kemungkinan masuknya Jokowi sebagai anggota DPA diperkuat dalam temuan Koran Tempo edisi Kamis, 11 Juli 2024.
Sumber Tempo dari internal Komisi III DPR RI menduga kuat RUU Wantimpres disiapkan untuk menampung Jokowi usai mantan Gubernur DKI Jakarta ini purnatugas sebagai presiden.
"Itu diduga buat Pak Jokowi," kata sumber ini.
Chusnul menjelaskan, agenda terselubung ini dipersiapkan oleh kelompok elite yang membekingi Jokowi.
"The regime is the government of the day," ujar aktivis Muhammadiyah ini.
Kelompok rezim Jokowi, kata dia, terafiliasi ke dalam tiga kelompok. Chusnul menuturkan, mereka adalah yang berkuasa secara formal dengan dukungan dari koalisi partai politik pemerintah atau yang kini dikenal Koalisi Indonesia Maju. Selain itu, rezim ini juga didukung oleh kelompok pebisnis dan para bandar.
Terakhir, Chusnul menyebut rezim Joko Widodo ditopang oleh apa yang dia sebut sebagai "oligarki sosial", yakni kelompok yang menjadi mesin politik rezim tersebut.
"Mereka memperpanjang kekuasaan dengan segala cara," tegas Chusnul.
Upaya memperpanjang kekuasaan, lanjut Chusnul, antara lain dilakukan dengan merekrut aktor-aktor politik dalam pemilihan presiden, legislatif, maupun pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024.
Sebelumnya, Anggota Badan Legislasi DPR RI, Luluk Nur Hamidah, mengatakan keanggotaan DPA nantinya bisa diisi oleh para mantan presiden. Hal ini diklaim untuk mengapresiasi para pemimpin negara yang telah selesai bertugas.
"Jadi, ada Pak SBY, Ibu Megawati, atau Pak Jokowi misalnya. Mungkin juga ada perwakilan dari keluarga Gus Dur," kata Luluk di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu, 10 Juli 2024.
Sumber: Tempo