Muhadjir Effendy Kerap Bikin Gaduh, Ini Jejak Pernyataan Kontroversial Tokoh Muhammadiyah itu - DEMOCRAZY News
POLITIK

Muhadjir Effendy Kerap Bikin Gaduh, Ini Jejak Pernyataan Kontroversial Tokoh Muhammadiyah itu

DEMOCRAZY.ID
Juli 04, 2024
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Muhadjir Effendy Kerap Bikin Gaduh, Ini Jejak Pernyataan Kontroversial Tokoh Muhammadiyah itu

Muhadjir Effendy Kerap Bikin Gaduh, Ini Jejak Pernyataan Kontroversial Tokoh Muhammadiyah itu


DEMOCRAZY.ID - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy banyak disukai orang. Selain kinerjanya yang cukup baik, juga berpenampilan sederhana.


Namun, di balik itu semua ada sedikit kekurangan mantan Ketua PP Muhammadiyah (2015-2020) tersebut, yakni sering bikin pernyataan yang memicu kegaduhan.


Pria kelahiran 67 tahun silam di Madiun, Jawa Timur, ini kerap ceplas ceplos, terkadang bikin pihak yang tersudut tak nyaman.


Terbaru, Muhadjir menyinggung bahwa wisuda merupakan ajang kampus untuk mencari duit atau keuntungan.


Pernyataan itu disampaikannya tak lama setelah Muhadjir menyebut korban judi online bakal mendapat bantuan sosial dari pemerintah yang juga mendapat kritik dari masyarakat.


Selama menjadi menteri Presiden Joko Widodo, Muhadjir tercatat beberapa kali menyampaikan pernyataan kontroversi.


Berikut jejak pernyataan yang menuai kritik:


Guru bergaji kecil masuk surga


Saat masih menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) pada periode pertama pemerintahan Jokowi, Muhadjir pernah menyampaikan bahwa guru bergaji kecil imbalannya masuk surga.


Hal ini disampaikan Muhadjir ketika memberikan sambutan dalam acara Peringatan Hari Guru Internasional 2019 di Graha Utama Kemendikbud, Jakarta, Kamis (10/9/2019).


Dalam pidatonya, Muhadjir yakin bahwa orang yang pertama masuk surga adalah seorang guru. Salah satunya adalah guru honorer dengan gaji kecil.


Menurutnya, menjadi seorang guru adalah profesi yang paling beruntung.


Sebab, guru mengajarkan moral dan pengetahuan ke siswanya yang kelak akan turun-temurun ke anaknya.


Orang kaya nikahi orang miskin


Ketika sudah menjabat Menko PMK, pernyataan kontroversi pertama Muhadjir ialah perihal usulan supaya orang kaya menikahi orang miskin. Usulan ini bertujuan agar terputusnya mata rantai kemiskinan di Indonesia.


"Saya minta ada semacam gerakan moral. Bagaimana supaya memutus mata rantai kemiskinan itu antara lain supaya yang kaya juga tidak harus memilih-milih ketika mencari jodoh ataupun menantu. Harus sama kaya. Jadi gerakan moral saja. Fatwa itu, anjuran," ujar Muhadjir di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/2/2020).


Ia meyakini bila para orang kaya menikahi orang miskin sangat membantu memutus mata rantai kemiskinan.


Muhadjir menyanyangkan saat ini tumbuh pola pikir di masyarakat yang kerap mencari jodoh atau menantu dengan status sosial ekonomi yang setara.


Akibatnya, lanjut dia, orang kaya selalu menikah dengan orang kaya dan yang miskin selalu menikah dengan yang sama miskinnya.


Muhadjir melanjutkan, ketika orang miskin menikah dengan orang miskin maka akan menciptakan keluarga miskin yang baru.


Padahal, pemerintah hendak menurunkan jumlah keluarga miskin yang saat ini mencapai 9,4 persen dari total 57 juta rumah tangga di Indonesia.


Menurut dia, per September 2019 jumlah keluarga miskin mencapai hampir lima juta.


"Salah satu yang saya amati walaupun ini belum penelitian yang mendalam, perilaku ini adalah dipengaruhi oleh perilaku masyarakat di mana orang akan mencari kesetaraan," tutur Muhadjir.


Dia mengatakan, saat sesama orang miskin menikah maka lahirlah keluarga baru yang miskin.


Hal itu membuat dia mengharapkan ada gerakan moral agar si kaya juga bersedia menikahi si miskin.


"Untuk menghilangkan cara-cara pandang yang menurut saya tidak terlalu baik untuk upaya kita memotong mata rantai kemiskinan," katanya.


Korban "judol" dapat bansos


Jejak kontroversi pernyataan Muhadjir lainnya terkait wacana korban judi online akan mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah.


Pernyataan tersebut dilontarkan Muhadjir beberapa hari setelah kasus polisi wanita (polwan) membakar suami di Mojokerto, Jawa Timur.


Muhadjir mengatakan, pihaknya sudah merekomendasikan agar Kementerian Sosial (Kemensos) membina korban judi online yang mengalami gangguan psikososial.


"Kita sudah banyak memberikan advokasi mereka yang korban judi online ini, misalnya kemudian kita masukkan di dalam DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) sebagai penerima bansos," ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (13/6/2024).


Setelah mengundang reaksi beragam dari masyarakat, Muhadjir pun menyampaikan klarifikasi dengan menyebut adanya informasi yang kurang lengkap perihal gagasan pemberian bantuan sosial tersebut.


Menurut Muhadjir, mereka yang menjadi sasaran penerima bansos korban judi online bukan pelaku, melainkan pihak keluarga.


"Perlu dipahami ya, jangan dipotong-potong, kalau pelaku sudah jelas harus ditindak secara hukum karena itu pidana, nah yang saya maksud penerima bansos itu ialah anggota keluarga seperti anak istri/suami," katanya setelah Shalat Idul Adha di halaman Kantor Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah di Menteng, Jakarta, Senin (17/6/2024), dikutip dari Antaranews.


Muhadjir berpandangan, bansos tersebut akan membantu pihak keluarga yang menjadi korban perilaku judi online. Sebab, keluarga yang menjadi korban, khususnya anak dan istri. 


Terlepas adanya klarifikasi tersebut, wacana pemberian bantuan sosial itu pada akhirnya tak terwujud. Sebab, Jokowi menyatakan bahwa tak ada pemberian bantuan sosial bagi pemain judi online.


Wisuda ajang kampus cari duit


Pernyataan kontroversi terbarunya mengenai wisuda menjadi ajang bagi kampus untuk mencari duit atau keuntungan dari mahasiswa.


Hal tersebut Muhadjir sampaikan dalam rapat antara Komisi X DPR dan para mantan menteri pendidikan dan kebudayaan (mendikbud) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (2/7/2024).


"Sebetulnya untuk swasta biasanya itu momen-momen untuk bisa mengenai biaya tinggi. Misalnya wisuda itu tarik yang tinggi, karena enggak ada orang akan protes walaupun mahal. Karena waktu saat gembira anaknya mau wisuda, bayar berapa pun dikasih," ujar Muhadjir.


Muhadjir menyampaikan, kalau perlu, keluarga dari mahasiswa yang akan wisuda datang sebanyak-banyaknya. Asalkan, keluarga yang datang membayar undangan wisuda.


"Kalau perlu biar satu truk keluarganya akan datang enggak apa-apa, tapi harus beli undangan. Beli undangan, dibayar, datang. Itu kan orang senang diminta apa pun pasti mau. Tapi ketika orang sedang gajinya sudah telat, anunya naik, pasti lah protes itu," tuturnya.


Lalu, Muhadjir menyinggung perihal PTN yang seharusnya bisa mandiri dalam hal pembiayaan.


Dia menyebut, seharusnya PTN bisa menggerakkan lembaga pencari dananya untuk mencari uang.


"Jadi memang menurut saya PTN kita itu memang tax spender boy. Jadi sudah biasa belanja, tidak biasa cari uang. Jadi harus ada perubahan karakter. Ajarilah mereka ini untuk cari duit, bukan untuk buang duit," kata Muhadjir.


"Dan ini memang tidak mudah. Saya berani ngomong gini kan saya pernah jadi rektor. Kalau saya harus cari, kalau enggak cari (uang) dulu, enggak mungkin belanja kan. Jadi sebetulnya perguruan tinggi itu kalau sudah ada kemampuan perubahan sikap mental untuk menjadi pencari uang, bukan pembelanja, itu enggak ada masalah," ujar dia.


Sumber: Tribun

Penulis blog