DAERAH PERISTIWA POLITIK TRENDING

Misteri Endang Anak Angkat Soekarno, Warga Bangka Ngaku Diangkat Anak Presiden Pertama Indonesia

DEMOCRAZY.ID
Juli 25, 2024
0 Komentar
Beranda
DAERAH
PERISTIWA
POLITIK
TRENDING
Misteri Endang Anak Angkat Soekarno, Warga Bangka Ngaku Diangkat Anak Presiden Pertama Indonesia



DEMOCRAZY.ID - Perempuan tua itu beranjak dari tidurnya. Dia duduk di ranjang yang kini menjadi ‘teman’ keseharian di hari tua. 


Meski tak lagi seaktif dulu, perempuan 75 tahun itu masih ingat asal-usul status sosial yang disematkan padanya saat lahir pada tahun 1949.


"Waktu itu bapak saya lagi mondar-mandir di PAM (PDAM-red) Mentok, tempat Pak Soekarno sering mandi. Dia panik karena ibu saya mau melahirkan saya waktu itu," kata Endang Eksilawati, warga Kampung Kebun Nanas, Kota Mentok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kamis (18/7/2024).


Endang mengaku sebagai anak angkat Presiden Pertama RI, Ir Soekarno. Status itu diketahuinya dari sang ayah, almarhum Gono Pawiro, yang bertugas sebagai tukang bersih-bersih di kolam mandi Presiden Soekarno yang kini lokasinya berada di dekat PDAM Tirta Sejiran Setason. 


Kolam mandi itu kerap disinggahi Presiden Soekarno selama masa pengasingan di Kota Mentok pada tahun 1949.


Pagi itu, kata Endang, Presiden Soekarno melihat kebingungan Gono Pawiro yang mendapat kabar istrinya akan melahirkan. 


Bertepatan dengan momen itu, Presiden Soekarno baru saja sampai di PAM kawasan kolam mandinya dan langsung menangkap kebingungan tersebut.


"Waktu itu Pak Soekarno tanya sama Bapak saya pakai bahasa Jawa, "Kenapa kamu mondar-mandir". 


"Istri saya mau melahirkan Pak" jawab Bapak saya. 


"Kok bingung, mana istrinya," tanya Pak Soekarno lagi. "Di rumah Pak" jawab Bapak saya lagi. 


"Ya sudah, bawa ke mobil, biar saya antarkan ke rumah sakit" dibilang Pak Soekarno gitu," tutur Endang mengulang cerita yang didapat dari ayahnya.


Dari pertemuan tersebut, kata Endang, rupanya menjadi awal mula Presiden Soekarno menjadikan dirinya sebagai anak angkat. 


Hal itu dijelaskan Presiden Soekarno kepada bapaknya yang saat itu masih sama-sama berada di rumah sakit.


"Saya tahunya setelah dibilang Bapak saya. Karena waktu itu kan saya juga masih bayi, ndak tahu apa-apa" ujar Nenek Endang.


Semenjak itu, kata Nenek Endang, ia dan keluarga sering dikirimkan sesuatu baik itu berupa barang maupun uang oleh pemerintah saat itu. Jelasnya, hal itu terus berlanjut, meski Presiden Soekarno tak lagi mendiami Pulau Bangka.


"Karena pengakuan Pak Soekarno tadi, kita jadi sering dikirimin barang, dikirim kain, uang, ada lah yang dikirimin, apalagi kalau waktu lebaran," ungkap Endang.

 

Tercatat di buku

 

Di tempat yang sama, Priyanto (56), anak sulung Endang, menyebut ibunya tercatat dalam buku besar yang ada di Blitar, Jawa Timur. Buku itu, katanya, mencatatkan Endang sebagai anak angkat Soekarno.


"Sudah itu mbah (Nenek Endang-red) ini di buku besar, di Blitar itu ada nama dia, anak-anak Pak Karno itu, dia terdaftar. Karena pas tahun 84 orang dari Blitar sana juga pernah datang ke sini, buat ngecek mbahnya masih ada atau ndak. Cuma untuk bukunya itu kami memang ndak punya ya," ucap Priyanto.


Setelah beberapa tahun menerima, pada akhirnya bantuan itu terputus setelah pecahnya peristiwa G30SPKI yang menyebabkan nama Presiden Soekarno ikut dihubung-hubungkan sebagai salah satu dalang dari peristiwa tersebut.


"Cuma akhirnya putus pas pecah G30SPKI. Mungkin karena ganti pemerintahan, jadi bantuannya juga ikut putus. Mana bapak saya waktu itu juga kerjanya di PT Timah, di bawah naungan Korpri, Golkar-nya Pak Soeharto. Jadi, kita sekeluarga juga agak tertutup tentang mbah, biar orang ndak banyak tahu mbah ada hubungan sama Pak Soekarno," terang Priyanto.


Baru setelah bapaknya pensiun, kata Priyanto, mereka mulai berani untuk kembali terbuka dan memberikan informasi mengenai ibunya apabila memang diperlukan oleh orang lain.


"Pas bapak lah pensiun baru kita mulai berani lagi terbuka. Misal, kalau ada yang nanya mbah ada hubungan dengan Soekarno atau tidak, kita jawab iya. Atau ada acara undangan dari PDI, sudah mau kita ikut, kalau zaman orde lama dulu, ndak berani kita," ujar Priyanto

 

Suka blusukan

 

Ramzi, Juru Pelihara Wisma Ranggam, rumah yang dihuni Presiden Soekarno selama pengasingan di Kota Mentok, turut mendengar kisah Endang Eksilawati yang diangkat sebagai anak oleh sang Proklamator Kemerdekaan RI.


Dia menyebut sejak datang di Mentok pada 6 Februari 1949, Presiden Soekarno ditemani KH Agus Salim memilih tinggal di Roemah Persinggahan BTW atau Wisa Ranggam yang letaknya saat ini berada di pusat Kota Mentok, Bangka Barat. 


Menurutnya, selama masa pengasingan di Bangka, Presiden Soekarno tidak hanya menetap di Mentok. 


Dalam kesehariannya, sang proklamator itu banyak menghabiskan waktunya bertemu dan berkumpul bersama masyarakat dengan mengunjungi sejumlah tempat seperti ke Parittiga, Pelangas, Belinyu dan lain-lain.


“Beliau itu kan hobinya memang blusukan. Bahkan beliau itu juga suka dengan anak-anak kecil,” ungkap Ramzi.


Pada masa pengasingan tersebut, Soekarno melakukan kegiatan blusukan dan bertemu masyarakat di banyak tempat. 


Beberapa yang terdokumentasi antara lain ke Pasar Muntok, Masjid Jami’ Muntok dan Pantai Tanjung Kalian.


Selain itu, diceritakan Ramzi, di kawasan Kampung Hulu Muntok, Bung Karno banyak menganggap orang-orang di sana sebagai kerabatnya.


“Bahkan enggak banyak yang tahu kalau di Muntok ini Bung Karno pernah mengangkat seorang anak, namanya Endang,” ungkap Ramzi.


Kata Ramzi, bahkan dari pihak-pihak Megawati Soekarnoputri bahkan sudah mengakui sendiri bahwa Endang adalah anak angkat Bung Karno.


“Sampai sekarang beliau (ibu Endang-red) itu masih hidup, usianya tidak jauh berbeda dengan ibu Megawati,” jelasnya.


Dari cerita yang beredar, Endang diangkat menjadi anak angkat Soekarno ketika saat itu ibunya Endang mau melahirkan. 


Saat itu Soekarno bersama ajudannya bernama KZ Abidin hendak menemui Bung Hatta di Menumbing menggunakan mobil BN 2. 


“Nah di situ dia (Bung Karno-red) mengantarkan ibunya ibu Endang ini ke rumah sakit lama yang saat ini lokasinya dekat dengan Kantor Camat Muntok,” terangnya.


Di situlah Bung Karno berkata untuk mengangkat anak tersebut dan diberi nama Endang Eksilawati. Menurut Ramzi, saat ini Endang masih hidup dan menjalani masa tuanya di rumah meskipun dalam kondisi sakit-sakitan.

 

Baru tahu

 

Kepala Badan Sejarah DPP PDI Perjuangan, Bonnie Triyana mengaku baru mendengar ada anak angkat Presiden Soekarno di Kota Mentok. 


Sepengtahuannya, Presiden Soekarno memang memiliki beberapa anak angkat. Namun dia baru mendengar nama Endang Eksilawati sebagai anak angkat Presiden Soekarno.


“Wah saya baru tahu tuh,” tulis Bonnie dalam pesan WhatsApp kepada Bangkapos.com, Senin (22/7).


“Anak angkat Bung Karno ada beberapa. Ada Riwu Ga yang diambil dari Ende, ada Ratna Djuami. Kalau yang anak angkat bene rya Ratna Djuami,” lanjutnya.


Bonnie juga mengaku belum mendapat info perihal buku yang memuat nama anak-anak angkat Presiden Soekarno seperti yang disampaikan Priyanto, anak Endang Eksilawati.


Senada disampaikan Dato’ Akhmad Elvian, Dato' Akhmad Elvian, DPMP, CECH, Sejarawan dan Budayawan Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia mengaku belum pernah mendapat data tentang Endang Eksilawati yang diangkat sebagai anak oleh Presiden Soekarno. 


Dia hanya mendapat cerita bahwa Presiden Soekarno pernah menjadi promotor acara pernikahan masyarakat di Mentok.


“Kalau mengangkat anak saya belum dapat datanya,” kata Akhmad Elvian kepada Bangkapos.com, Senin (22/7).


Adalah pernikahan A.M Yusuf Rasidi, anggota dewan Bangka pro-Republik yang dipromotori Presiden Soekarno. 


Menurut Akhmad Elvian, A.M Yusuf Rasidi dinikahkan dengan seorang gadis bernama Soleha binti Said Yazan. 


Presiden Soekarno yang kemudian menjadi protomor yang kata Elvian berarti orang yang ikut menggagas acara pernikahan termasuk yang menyelenggarakan.


Ali Usman, sejarawan Bangka Belitung, juga baru mengetahui terkait adanya informasi mengenai Soekarno yang pernah mengangkat anak bernama Endang Eksilawati.


“Justru saya baru dengar ceritanya ini, bahkan detail informasinya ini juga baru ini saya dengar," kata Ali Usman, Selasa (23/7). 


“Sejauh ini saya belum menemukan ya, baik dalam bentuk dokumen, atau catatan-catatan, dan kesaksian pelaku sejarah,” lanjutnya.


Menurut Ali, sulit untuk dicarikan bukti sejarah, mengingat peristiwa itu merupakan peristiwa yang bersifat non formal. 


"Saya sendiri menggali sejarahnya melalui catatan-catatan sejarah. Seperti Soekarno ke mana-mana selama di Bangka itu memang tercatat dalam catatan polisi rahasia Belanda,” katanya.


"Tapi kalau untuk hal-hal privat seperti dia ke kamar mandi, dia mandi ke kolam, kemudian ada orang melahirkan, kemungkinan itu memang tidak dicatat, karena itu bukan agenda formal. Tapi kalau kunjungannya bersifat formal, mau ketemu ini, ketemu itu, nah itu baru memang dicatat," jelas Ali. 


Jika memang ingin memastikan informasi tersebut benar adanya, Ali menyebut perlu dibuktikan dengan adanya bukti-bukti sejarah yang dalam hal ini dapat menjadi penguat atas kejadian tersebut. 


"Klaim itu hak beliau. Di lain sisi, dari beliau juga tidak sampai meminta untuk diakui. Cuma kalau memang kita ingin memastikannya, tentu konteks itu harus diperkuat saksi. Ada tidak yang melihat, mendengar dan mencatat," tuturnya. 


Meski begitu, menurutnya cerita tersebut bisa dijadikan pelajaran dan catatan bahwa hubungan antara Soekarno dan masyarakat Bangka pada waktu itu begitu erat dan harmonis.


"Kalau pun memang cerita itu benar adanya, tentu itu jadi sesuatu yang menggembirakan bagi kita semua. Artinya, Soekarno pada masa itu masih sempat mau ngangkat anak. Selain itu, hikmah yang juga bisa kita ambil yakni, bahwa bagaimana orang dari kalangan biasa rupanya bisa untuk berinteraksi dengan Soekarno sampai segitunya. Artinya, rasa kekeluargaan antara Soekarno dan masyarakat Bangka begitu erat pada waktu itu," pungkasnya. 

 

Stroke 14 Tahun Lalu

 

DI masa mudanya sebagai istri, Endang Eksilawati banyak menghabiskan waktunya sebagai ibu rumah tangga. 


Setelah suaminya meninggal, dan ia juga ikut menua, barulah banyak terjadi perubahan yang dialami Endang, termasuk sakit yang ia derita. Diketahui, kini Nenek Endang sedang berjuang melawan sakit stroke yang ia derita.


Sayangnya, sakit stroke yang ia alami bisa dikatakan cukup berat, sehingga membuatnya agak sulit untuk berbicara dan bergerak leluasa.


"Jadi yang ngawanin mbah di rumah ya saya sama keluarga saya. Soalnya mbah juga sudah susah buat gerak, jadi apa-apa itu mulai dari makan, mandi, BAB, kami semua yang urus," kata Priyanto, anak pertama Endang Eksilawati saat ditemui di rumahnya, Kampung Kebun Nanas, Kota Mentok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kamis (18/7).


Kepada bangkapos.com, Endang mengatakan sakit stroke ini sudah ia derita sejak 14 tahun yang lalu. Dia mengaku sempat menerima bantuan dari pemerintah. Meski begitu, sebagian besar biaya pengobatan dikeluarkan dari kantong prribadinya.


“Selama ini pakai duit sendiri. Makan beli obat, memang selama ni pakai duit pribadi semua. Pernah ada dikasih kue, beras, cuma waktu itu cuma setahun. Paling juga ada kursi roda, dari pemda sini lah yang kasih, tapi itu juga sudah lama, dan jarang juga kepakai," katanya.


Walaupun begitu, Endang bergumam, juga tak mau mencari perhatian, demi mendapatkan belas kasih dari pihak luar.Dia lebih ingin mencari ketenangan daripada berharap dengan hal yang tak pasti.


"Kita malu kadang-kadang ngomong ke orang. Karena kalaupun kita ceritakan ke orang, untuk apa juga, dapet bantuan juga ndak. Jadi mending kita biasa-biasa aja lah," ujar Endang.


Di hari tuanya ini, Endang justru hanya berharap agar ia diberikan kesehatan dan keberkahan umur sehingga ia bisa menikmati hari tuanya dengan nyaman.


"Mintanya sehat aja, sakitnya hilang, biar ndak ngerepot orang lain, terus biar mbah bisa aktivitas lagi kayak bisa, ngumpul kayak orang-orang lain. Kalau sudah tua itu kan itu kita mau," pungkasnya.

 

Kini Ditanam Pohon Pisang


Berdiri di sebuah jembatan di Jalan Kapten Alizen, Kampung Air Terjun, Kelurahan Sungai Daeng, Kota Mentok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, terlihat sebidang tanah yang tertanam pohon pisang. 


Pohon buah itu tegak di tengah-tengah bekas bangunan kolam yang dasarnya sudah hancur. Kolam itu merupakan kolam yang dulunya sering menjadi tempat mandi Presiden Ke-1 Indonesia, Ir Soekarno.


"Kemarin-kemarin tu masih semak, ketutup hutan semua. Cuma sekarang sudah dibersih orang, ditanamnya pohon pisang di kolam tadi," kata Pian (46), warga setempat, saat ditemui Bangka Pos, Jumat (20/7).


"Dia itu intinya kolam renang. Dibuatnya memang pas di pinggir sungai. Karena air kolamnya itu langsung nyedot dari sungai itu, sungai Air Terjun kalau orang sini bilangnya," lanjutnya.


Tak hanya kolam, tempat pemandian tersebut juga bisa dikatakan cukup lengkap, dengan memiliki berbagai fasilitas seperti ruang salin dan gudang peralatan.


"Cuma ndak kolam renang aja di situ, ada juga tempat lain, macam gudang, kamar salin. Mesin untuk nyaring airnya juga ada, jadi bisa dibilang lengkap lah fasilitasnya dulu," ujar Pian.


Kolam renang yang dimaksud Pian adalah kolam yang kerap digunakan Presiden Pertama RI, Ir Soekarno, saat menjalani masa pengasingan di Kota Mentok pada tahun 1949. Menurut Pian, kolam tersebut kurang lebih memiliki luas sepanjang 10 meter persegi. 


Meski tak menjadi saksi pada masa itu, namun sedikit lebihnya Pian tahu bahwa Presiden Soekarno memang sering berkunjung ke sana. Hal ini ia ketahui dari cerita-cerita yang diturunkan oleh orang tua terdahulu kepada mereka.


"Karena saya orang sini lah, kecit-kecit nya dulu sudah di sini, jadi kurang lebih tahu cerita-cerita kolam ni dulu gimane," terang Pian.


Dirinya menerangkan, dari awal kolam tersebut memang tidak diperuntukkan untuk umum, melainkan untuk mereka yang memiliki posisi penting pada masa itu.


"Cuma kolamnya itu memang ndak untuk umum, buat orang-orang penting aja, macam Soekarno dulu," ujarnya.


Serupa disampaikan Mbah Misno (73), warga lainnya saat ditemui terpisah. Dia membenarkan bahwa tempat yang diceritakan Pian adalah kolam mandi Soekarno. Bahkan, dulu ada semacam plang yang menuliskan dan menerangkan hal tersebut.


“Dulu yang bertugas membersihkan itu namanya pak Gono Pawiro. Beliau itulah yang anaknya dijadikan dan diangkat oleh Soekarno,” ungkap Mbah Misno.


Mbah Misno bisa dikatakan sebagai orang yang paling tua dan masih hidup saat ini yang sejak dulu sudah tinggal di perkampungan di dekat kolam Soekarno tersebut. 


Kata dia, dulu ketika dirinya masih kecil, air di Sungai yang berada di dekat kolam Soekarno tersebut masih bening dan jernih. Banyak ibu-ibu yang mencuci di sana dan anak-anak yang mandi.


“Memang dibuat sama orang Belanda itu kolamnya. Ada tempat bersalinnya juga, ada rumah-rumah tempat mesin nyedot dan nyaring airnya,” jelasnya.


Air kolam itulah yang digunakan Soekarno untuk mandi. “Enggak setiap hari dia (Soekarno-red) mandi di situ, hanya sekali-sekali,” sambungnya.


Walaupun pada tahun 1949 Soekarno sudah meninggalkan Bangka, Misno menyebut bahwa kolam tersebut masih terus dirawat dan dijadikan tempat mandi oleh masyarakat. 


Bahkan, dirinya sendiri juga pernah mandi di kolam tersebut saat masih kecil. Kata dia, kolam tersebut memiliki kedalaman yang berbeda-beda, dari 1 meter hingga 2,5 meter.


“Dulu itu juga ada kayak semacam papan buat loncat ke kolamnya itu,” ungkapnya.


Misno menuturkan, rusaknya kolam tersebut terjadi pada tahun 1962 ketika ada banjir besar yang menghantam wilayah tersebut. “Sejak itulah kolam itu menjadi roboh dan tidak terurus lagi sampai sekarang,” tuturnya.


Sumber: Tribun

Penulis blog