DEMOCRAZY.ID - Rumah Suhada (40) hanya berjarak sekira dua puluh meter dari bibir sungai Pemaluan, yang berada di Kelurahan Pemaluan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia.
Puluhan tahun pria yang berprofesi sebagai petani tersebut menggantungkan hidupnya dan keluarga dari sungai Pemaluan.
Mulai dari kebutuhan air keseharian, hingga tambahan penghasilan dari hasil tangkapan ikan maupun udang sungai. Tapi itu dulu.
Sejak pembangunan proyek Ibu Kota Negara (IKN) mulai dikerjakan awal tahun 2022 warga sekitar tidak lagi bisa memanfaatkan air sungai seperti sebelumnya.
Kualitas air sungai menurun drastis, airnya kuning kecoklatan dan tampak dangkal akibat banyaknya endapan lumpur di sekitar sungai.
Padahal dahulu warga masih bisa menjadikan sungai sebagai sumber air untuk mandi cuci kakus (mck), sekarang tidak.
Kata Suhada, warga terpaksa membeli air bersih ke pedagang air tandon yang memanfaatkan embung di sekitar perkampungan.
Harganya cukup mahal, kisaran Rp 65 ribu sampai Rp 85 ribu per tandon ukuran 1200 liter, tergantung jarak rumah dari embung.
“Dari saya kecil, keluarga kami sudah pakai air sungai untuk sehari-hari, karena masih bagus airnya, tidak keruh seperti sekarang. Dulu bahkan sering banyak ikan, udang yang bisa kita dapat, sekarang susah,” ujar Suhada (11/02/2024).
Warga lainnya, Elisnawati (37) mengisahkan kenangannya beberapa tahun ke belakang. Sejak puluhan tahun warga Pemaluan, menggunakan sumber air sungai dan sumur gali.
Air sungai Pemaluan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari, sementara air bersih bisa diambil dari sumur gali.
Kualitas air sumur gali terbilang jernih, sehingga aman untuk digunakan minum dan memasak. Bahkan volume air cukup banyak.
“Air bersih untuk minum, masak bisa pakai air sumur gali, dulu jernih airnya. Tidak pernah juga kekeringan. Bisa dibilang hampir semua rumah di Pemaluan memiliki sumur gali, seperti keluarga kami,” jelas Elisnawati warga setempat saat ditemui di kediamannya (10/02/2024).
Pembangunan IKN berdampak besar bagi kehidupan warga Pemaluan. Mega proyek Ibu Kota Negara (IKN) tersebut mengikis hutan dan sungai warga.
Merujuk isi Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN Pasal 6 menyebut bahwa wilayah darat IKN seluas 252.600 hektar dan wilayah laut mencapai luas 69.769 hektar.
Kawasan IKN yang sebagian besar hutan tersebut dibabat, wilayah yang dulunya sebagai kawasan resapan tidak lagi optimal.
“Sejak IKN dibangun, banyak pohon ditebang, itu bikin sumur-sumur kering, belum lagi untuk menimbun kan tanahnya ngeruk dari sekitar sini (Pemaluan) jadi lumpurnya itu yang bikin sungai keruh,” keluh Elis, sapaan akrabnya.
Rebutan Air
Air bagi warga Pemaluan bukan hanya mahal, tapi juga sulit. Mereka harus berebut dengan permintaan perusahaan di IKN.
Kebanyakan pedagang air lebih memilih mensuplai air ke proyek IKN karena dibandrol harga lebih mahal. Padahal pasokan air ke proyek IKN bersumber dari embung milik warga.
“Dulu air gratis bisa langsung dari sungai atau sumur. Sekarang dari embung, jadi harus bayar jasa angkutnya, maka jadi bisnis baru di Pemaluan, makin banyak kan warga beli air, perlu sekali soalnya,” kata Elis.
Dalam satu rumah tangga dengan jumlah 4 jiwa, rata – rata memerlukan air satu tandon ukuran 1200 liter untuk memenuhi kebutuhan MCK selama 4 hari. Per tandon dibeli seharga Rp 70 ribu – 85 ribu, bergantung jarak dari embung ke rumah warga.
Jika dikalkulasi dengan jarak terjauh, artinya satu rumah tangga perlu menyiapkan anggaran air MCK sekira Rp 680 ribu per bulan.
Belum lagi air bersih untuk minum dan memasak, warga biasanya menggunakan air galon, dengan harga Rp 6000 per galon (ukuran 19 liter), digunakan paling lama 2 hari.
“Satu tando ukuran besar yang orange (1200 liter) paling 4 hari sudah habis, kalau saya beli harga Rp 70 ribuan, kalau tandon kotak (1100 liter) Rp 65 ribu. Kalikan aja sebulan berapa,” papar Elis.
Pedagang air, Bahrani (50) memaparkan banyak warga yang memanfaatkan air embung untuk dijual ke proyek IKN.
Para pedagang air biasanya mensuplai kebutuhan air proyek IKN sebanyak 8 sampai 15 tandon per hari, ukuran 1200 liter. Dijual seharga Rp 150 ribu per tandon.
Artinya kebutuhan air untuk proyek IKN yang disuplai dari satu pedagang air sekira 18.000 liter per hari, setara dengan 540.000 liter per bulan. Sementara di Pemaluan, satu kontraktor penyedia biasanya bermitra minimal dengan 12 pedagang air.
“Banyak proyek di IKN ini butuh air, salah satunya Brantas Abipraya yang memproduksi beton precast, Rumah Sakit, Hotel, Plaza Nusantara, Polres Nusantara. Proyek pembangunan area kantor misalnya sehari butuh sekira 7000 liter. Itu airnya diambil dari embung, ada kontraktornya, kontraktor itu yang gandeng warga yang jualan air tandon,” kata Bahrani, pedagang air tandon di Kelurahan Pemaluan, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur.
Pedagang air lainnya, Untung (55) menceritakan perjuangan untuk mengambil air di embung pun bukan gampang. Butuh waktu berjam-jam untuk mengantre, berebut air antar pedagang.
“Antre di embung untuk nyedot air ke tandon itu bisa berjam-jam, ada yang berangkat malam, baru kebagian subuh. Bisa juga sampai pagi,”ungkap Untung sambil menggulung selang usai mengambil air di embung.
Permintaan air bersih semakin hari semakin meningkat seiring dikebutnya proyek IKN, ditambah lagi belum adanya PDAM untuk warga.
“Di Pemaluan memang belum ada PDAM kan, baru ada jaringan pipanya, itu juga sumbangan dari perusahaan, jadi warga cuma mengharap air embung, atau air sumur bor yang juga harus beli,”katanya.
Kondisi krisis air bagi warga akibat pembangunan proyek IKN enggan ditanggapi Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita IKN, Myrna Asnawati Safitri. Dia meminta masalah tersebut dikonfirmasi ke Balai Wilayah Sungai (BWS).
“Bisa ditanyakan ke Balai Wilayah Sungai,” jawabnya singkat saat dihubungi melalui pesan singkat (21/03/2024).
Dihubungi melalui sambungan telepone pada 21 Maret 2024, Zulaidi ST, MT Satker Pembangunan Bendungan BWS Kalimantan IV membenarkan sementara ini, pasokan air untuk proyek IKN diambil dari sungai atau kolam-kolam tampungan. Selain itu ada juga yang memanfaatkan kolam retensi pengendali banjir sebagai sumber air.
“Sumber air baku untuk proyek itu bisa dari sungai, kolam tampungan, seperti kolam retensi pengendali banjir, atau embung yang sifatnya penangkap air sementara,”kata Zulaidi.
Jangka panjangnya, pasokan air untuk IKN, BWS menyiapkan bendungan Sepaku Semoi dan Intake Sepaku yang diharapkan mampu menjangkau seluruh kawasan IKN dari Penajam Paser Utara (PPU) hingga ke Pemaluan, sehingga kebutuhan air warga dapat terpenuhi.
“BWS hanya menyiapkan tampungan, bendungan, untuk pengolahannya akan disiapkan oleh Cipta Karya. Kalau sekarang memang ada PDAM tapi kapasitasnya masih kecil baru di PPU belum sampai ke Pemaluan,”ujarnya.
Diyakini Zulaidi, jika kedua bendungan tersebut sudah dimanfaatkan, maka bisa memproduksi air bersih hingga 5000 liter per detik.
“Memang itu program jangka panjang, bisa sampai tahun 2035. Kapasitasnya cukup besar 5000 liter per detik, dibanding yang sekarang ada cuma 300 liter per detik, makanya belum sampai ke Pemaluan pasokan air bersihnya,” jawab Zulaidi saat ditanya soal krisis air bersih yang dikeluhkan warga (21/03/2024).
Sumber: KitaMudaMedia