DEMOCRAZY.ID - Nama miliarder Sulaiman bin Abdulaziz bin Saleh Al-Rajhi tercatat di majalah Forbes sejak 2006.
Namanya kini telah dihapus dari daftar miliarder dunia Forbes pada tahun 2016, karena asetnya dijual untuk amal.
Menurut Forbes, kekayaan terakhir Suleiman yang tercatat pada tahun 2015 diperkirakan mencapai $2,1 miliar atau sekitar Rp34,2 triliun (kurs = 16.318). Pada tahun 2011, ia masuk dalam daftar 120 orang terkaya di dunia.
Pendiri bank Islam terbesar di dunia, Al-Rajhi Bank, telah mengalihkan hampir 20 persen saham banknya ke yayasan amal.
Dana tersebut juga mengambil saham di perusahaan kertas dan plastiknya sendiri, serta saham di perusahaan investasi keluarga yang menjalankan proyek pertanian di Afrika dan Eropa Timur.
Seluruh kekayaannya ia bagikan, separuhnya untuk anak-anaknya, dan separuhnya lagi untuk dana abadi yang diperkirakan berjumlah 10 miliar dolar atau sekitar Rp 163 triliun.
Sumbangan tersebut menyusul pengumuman Sulaiman pada tahun 2011 bahwa ia akan menyumbangkan sebagian besar kekayaannya kepada badan amal guna mendanai gerakan anti kelaparan dan pendidikan di Arab Saudi.
Saat ditanya dalam sebuah wawancara dirinya sudah jatuh miskin, ia mengakui hal itu.
“Ya. Sekarang saya hanya memiliki pakaian saya. Saya membagikan kekayaan saya kepada anak-anak saya dan menyisihkan sebagian untuk dana abadi guna menjalankan proyek amal,” kata Sulaiman.
Alasan Sumbang Semua Harta untuk Amal
Sulaiman adalah salah satu tokoh nonbangsawan terkaya di Kerajaan yang memilih untuk hidup miskin di tengah kehidupannya yang nyaman bergelimang harta.
Melalui sebuah wawancara dikutip dari Arab News, Sulaiman mengakui menghabiskan seluruh uang tunai, properti, hingga saham untuk kegiatannya sebagai filantropi.
Atas jasanya itu pula, Sulaiman menerima penghargaan bergengsi King Faisal International Prize for Service to Islam pada 2012 lalu.
“Semua harta adalah milik Allah, dan kita hanyalah orang-orang yang dipercayakan (oleh Allah) untuk mengurusnya,” katanya, dikutip Selasa (30/7/2024).
Sulaiman mengatakan, ada sejumlah alasan yang mendorongnya untuk menguras habis hartanya tersebut.
Salah satunya yang utama dikatakannya adalah mengalihkan waktu bekerjanya untuk menghabiskan waktu dengan anak-anaknya.
“Ini lebih penting daripada harta apapun dalam hidup ini,” katanya.
Tidak hanya itu, ia menghabiskan hartanya juga agar tidak ada perselisihan di keturunannya soal pembagian harta warisan.
“Ada beberapa contoh yang dapat dilihat semua orang ketika anak-anak terlibat dalam perselisihan tentang harta dan itu menyebabkan bangkrutnya perusahaan,” ungkap dia.
Terakhir, Sulaiman memilih jalan ini semata-mata menjalankan tugasnya sebagai seorang muslim.
Ia merujuk pada sebuah sabda Rasulullah SAW yang menyebutkan keutamaan seorang manusia yakni mereka yang bermanfaat bagi orang lain.
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
Artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain.” (HR Ath-Thabari)
Ia adalah sosok sederhana yang tidak lupa Allah SWT meski bergelimang harta. Setiap harinya sebelum memulai pekerjaan Sulaiman selalu mengawali dengan salat Subuh dan menutup harinya dengan tidur lebih awal setelah salat Isya.
Lahir dari Keluarga Miskin
Sulaiman bukan terlahir dengan sendok emas. Pria kelahiran 1929 ini dibesarkan dalam keluarga miskin dengan kondisi kehidupan yang sulit.
Untuk itu, jatuh miskin setelah menjadi miliarder bukan kondisi yang baru baginya.
“(Saya merasakan) kondisi keuangan saya mencapai titik 0 dua kali dalam hidup saya, dan karena itu saya memiliki perasaan dan pemahaman (tentang kemiskinan) yang baik,” kata Sulaiman.
Meski demikian, kondisi miskin kedua kalinya ini dirasakan sedikit berbeda oleh Sulaiman karena hal ini dilakukan sesuai keinginannya. Ia mengaku merasa lebih bahagia dan tenang dalam hidup.
Diceritakan putra Sulaiman, Dr Mohammed kepada Awqaf SA, ayahnya memilih berhenti sekolah dasar di tahun kedua untuk bekerja.
Ia bekerja sebagai porter yang menerima setengah Halala sehari (saat itu 1 Riyal setara dengan 22 Halala).
Pada saat usianya menginjak 12 tahun, Sulaiman harus bekerja sebagai pengumpul kurma dengan bayaran tak lebih dari 6 Riyal per bulan.
Kondisi hidup yang demikian membuatnya juga tidak jarang harus tidur beralas kerikil di tempat kerja. Tak hanya itu, karena kondisi tersebut ia sering tidur dengan mengenakan pakaian yang ia kenakan saat bekerja
Sulaiman kemudian melanjutkan karier sebagai juru masak di sebuah perusahaan yang melayani pemerintah. Namun, kariernya tidak mulus karena pemberi kerjanya menolak menaikkan gaji untuknya.
Sulaiman pun membuka toko kelontong dengan modal 400 Riyal. Namun, bisnis itu tidak berlangsung lama hingga ia menjual tokonya sebagai modal menikah.
Lima tahun kemudian, barulah Sulaiman memulai karier bidang perbankan untuk urusan pertukaran uang milik saudaranya dengan hasil yang gemilang.
Berkat itu, ia bersama saudaranya itu mendirikan Al Rajhi Banking and Investment Corporation yang kemudian berkembang menjadi perusahaan publik Al Rajhi Bank.