TRENDING

IRONI! Nasib Guru Asniani Diminta Kembalikan Uang Negara Rp 75 Juta Gegara Usia Pensiun

DEMOCRAZY.ID
Juli 02, 2024
0 Komentar
Beranda
TRENDING
IRONI! Nasib Guru Asniani Diminta Kembalikan Uang Negara Rp 75 Juta Gegara Usia Pensiun

IRONI! Nasib Guru Asniani Diminta Kembalikan Uang Negara Rp 75 Juta Gegara Usia Pensiun


DEMOCRAZY.ID - Seorang guru bernama Asniani harus kembalikan uang negara Rp 75 juta. Asniani merupakan guru TK negeri di Sungai Bertam, Kecamatan Jaluko, Kabupaten Muaro Jambi.


Baru-baru ini, guru berusia 60 tahun itu viral karena mengadukan nasib yang ia alami.


Itu karena ia tak sanggup mengembalikan uang sebesar Rp 75.016.700 milik negara yang diminta Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi.


Melansir dari TribunJambi, uang tersebut merupakan uang gaji beserta tunjangan selama dua tahun. Di mana negara melakukan lebih bayar terhadap gajinya.


Dia seharusnya pensiun di usia 58 tahun, ternyata dia menerima gaji sampai usianya 60 tahun.


Menurut Asniani, dia memang menerima uang tersebut namun selama 2 tahun itu dirinya tetap mengajar seperti biasanya.


Dan dirinya tidak pernah diberitahu oleh siapapun jika batas usia pensiun seorang guru adalah 58 tahun.


"Saya sudah bertanya di Taspen, kata orang disana usia pensiun guru 60 tahun," kata Asniani, Kamis (13/6//2024).


Sebelum datang ke Taspen, wanita yang tinggal di RT 11 Pondok Meja Kecamatan Mestong Kabupaten Muaro Jambi itu pada tahun 2023 lalu sudah mengurus berkas pensiunnya di BKD Muaro Jambi, namun tidak direspon oleh pihak BKD, dan itu mendap sampai 2024.


Namun pada beberapa bulan lalu dirinya bermaksud menanyakan kepada pihak BKD bagaimana berkas yang dia masukkan tahun lalu.


Sesampai di sana dirinya mendapatkan informasi jika dia harus mengembalikan dana sebesar Rp 75.016.700 kepada negara, karena masa usia pensiunnya di usia 58 tahun. Jadi ada kelebihan bayar selama 2 tahun dan itu harus dikembalikan.


Anehnya, jika memang batas usia pensiun seorang guru adalah 58 tahun, maka seharusnya pemerintah langsung menghentikan gaji guru tersebut.


"Selama dua tahun, saya mengajar dan absen seperti biasa dan menerima gaji seperti biasanya, termasuk gaji 13," katanya.


"Kalau memang pensiun saya 58, seharusnya gaji saya dihentikan sewaktu itu juga dan beritahu kepada saya agar saya stop mengajar," sambungnya.


Atas hal ini, dirinya menyatakan tidak sanggup untuk membayar uang sebesar yang disampaikan oleh pemerintah Kabupaten Muaro Jambi.


"Walaupun saya harus mengembalikan dana itu, bagaimana dengan kerja saya selama 2 tahun itu. Di sini bukan kesalahan saya sepenuhnya, tapi juga kesalahan dari pemerintah Kabupaten Muaro Jambi. Kalau memang saya pensiun di usia 58 tahun, seharusnya ketika saya mengurus berkas untuk pensiun pada tahun 2023 lalu diberitahu jika saya sudah pensiun, ini malah sampai 2 tahun," terangnya.


Terbaru, Asniani dipanggil DPRD Muaro Jambi. Ditemani oleh anak dan cucu perempuannya, Asniani datang ke DPRD Muaro Jambi untuk menghadiri hearing bersama Komisi I DPRD Muaro Jambi.


Dalam hearing yang dipimpin langsung oleh Ketua Komisi I, Ulil Amri itu juga dihadiri oleh anggota komisi, dinas pendidikan, BKD, dan unsur terkait lainnya.


"Hari ini kita bahas terkait berita viral dan bergulir selama ini. Kita sengaja mengundang mereka agar clear and clean," kata Ulil Amri.


Hingga kini kelanjutan nasib Asniani masih belum terungkap.


Kasus Lain


Guru yang berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) tingkat SMA/SMK di bawah naungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara hanya bisa gigit jari.


Mereka kesal lantaran Tunjangan Hari Raya (THR) dan Tunjangan Profesi Guru (TPG) yang seharusnya mereka dapatkan berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 15 Tahun 2023 dan Peraturan Pemerintah nomor 14 Tahun 2024 tak kunjung dicairkan oleh pemerintah sejak tahun 2023.


"Seharusnya guru SMA/SMK di bawah naungan Provinsi Sumut mendapatkan 50 persen THR TPG tahun 2023 dan 100 persen TPG Tahun 2024. Begitulah yang dikatakan oleh Peraturan Pemerintah nomor 15 Tahun 2023 dan Peraturan Pemerintah nomor 14 Tahun 2024. Tapi apa kenyataannya? uang itu sampai hari ini tidak ada masuk ke dalam rekening," ujar seorang guru SMA/SMK di Sumut yang tidak ingin disebutkan identitasnya kepada Tribun Medan, Selasa (14/5/2024).


Ia mengaku seluruh guru ASN di bawah naungan Pemprov Sumut saat ini takut bersuara terkait hal ini. Mereka takut jika akan dimutasi ke daerah-daerah lain atau diberikan sanksi.


"Kami hanya bisa gigit jari melihat hal ini. Bersuara sedikit-sedikit di kolom-kolom komentar forum dan status Facebook. Karena kami takut dimutasi. Kami bukan lagi anak-anak lajang, tapi punya keluarga yang perlu dihidupi," ucapnya.


Jika dirincikan, kata dia, tunggakan THR dan TPG yang belum dibayarkan Pemprov Sumut mencapai 6 juta per guru.


"Besar ini kerugian tiap guru. Jika dihitung THR TPG 2023 rata-rata 1,5 juta, THR Gaji 13 tahun 2023 rata-rata 1,5 juta, THR TPG 2024 rata rata 3 juta. Jadi bisa 6 juta per guru. Nanti kalau Bulan Juli enggak cair juga THR gaji 13, nambah lagi," katanya.


 Guru lainnya, yang juga tak ingin disebut identitasnya mengatakan, jika dihitung dari gaji guru PNS golongan 3 masa kerja 0 tahun yakni sekitar 2.785.700.


Maka untuk tahun 2023 seorang guru dirugikan paling sedikit 2.785.700.


"Ditambah lagi untuk tahun 2024 ini. Kami jelas-jelas sangat dirugikan. Kenapa PNS struktural bisa mendapatkan THR tersebut sementara para guru tidak?''


''Jika dibandingkan dengan guru PNS di provinsi lain, mereka mendapatkan THR tersebut. Kenapa Sumut tidak ada?" ungkapnya.


Mereka juga mengaku permasalahan ini sudah sering diutarakan melalui kepala sekolah, tapi tetap tidak ada kejelasan.


"Kami mohon kepada pihak pihak yang dapat menyampaikan keluh kesah kami ini agar sampai kepada pembuat kebijakan," katanya.


Seorang guru SMA/SMK lain yang dihubungi Tribun Medan mengakui hal yang sama.


Mereka mempertanyakan mengapa guru agama bisa mendapatkan THR sementara yang di bawah Pemprov Sumut tidak dapat.


"Yang kami pertanyakan, kenapa pegawai dinas bisa dapat, kami guru ini tidak? Yang lebih lucu lagi, guru agama saja bisa dapat THR dan gaji 13 yang 50 persen itu tahun 2023. Untuk tahun 2024 mereka juga sudah menikmati THR yang 100 persen itu padahal mereka pegawai Pemprov Sumut, bukan pegawai Depag.''


''Sudah banyak guru di provinsi lain yang kami tanya. Mereka sudah dapat. Itulah yang kami herankan ada apa dengan Provinsi Sumut ini," pungkasnya.


Keluhan senada juga dilontarkan para guru Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Dairi yang berada di bawah naungan Pemprov Sumut.


Salah seorang guru yang enggan disebutkan namanya merasa kesal dan kecewa atas sikap yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumut.


"Sama. Kami juga. Kesal dan kecewa. Semenjak SMA, SMK dan Sekolah Luar Biasa Negeri ditarik ke Provinsi, kami para guru - guru PNS tidak pernah diperhatikan Pemerintah Provinsi Sumut, " ujar guru tersebut.


Sementara itu, salah seorang kepala sekolah di SMA / SMK Kabupaten Dairi juga sangat menyayangkan sikap tersebut.


Bahkan, dirinya menyebut hingga saat ini belum menerima Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) sejak tahun 2017.


"Bahkan kami kepala sekolah tidak pernah diberi TPP, padahal tanggung jawab begitu besar. Dan di Indonesia, Pemprov Sumut satu - satunya yang tidak memberikan TPP kepada kepala sekolah, " tegasnya.


Sumber: Tribun

Penulis blog