EKBIS POLITIK

Ekonom Sebut Prabowo Warisi Beban Berat Perekonomian dari Jokowi: Banyak Masalah di Depan Mata!

DEMOCRAZY.ID
Juli 12, 2024
0 Komentar
Beranda
EKBIS
POLITIK
Ekonom Sebut Prabowo Warisi Beban Berat Perekonomian dari Jokowi: Banyak Masalah di Depan Mata!



DEMOCRAZY.ID - Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan presiden terpilih Prabowo diwarisi beban berat perekonomian oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi.


"Tidak ada masa bulan madu bagi Pak Prabowo, saya yakin setelah dilantik, beliau harus menyelesaikan begitu banyak masalah di depan mata," kata staf khusus Wakil Presiden bidang ekonomi dan keuangan 2014-2019 itu di Universitas Paramadina, Jakarta, Kamis, 11 Juli 2024.


Wijayanto mengatakan Kabinet Parbowo - Gibran usai kepemimpinan Jokowi, akan mewarisi kondisi ekonomi Indonesia di posisi yang sangat sulit. 


Beda halnya dengan Presiden Jokowi yang menurut dia mewarisi kondisi ekonomi yang sangat solid.


Dari data kementerian keuangan, menurutnya, pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) total utang yang ditinggalkan hanya Rp 2.608 triliun, sedangkan pada akhir masa jabatan Jokowi meninggalkan utang sebesar Rp 8.338 triliun. 


Menurut Wijayanto, utang ini pertumbuhannya sangat pesat, mencapai tiga kali lipat.


Selain itu, kata dia, Prabowo akan menghadapi trilema, yaitu, pertama, akan dituntut balas budi oleh partai politik pendukung. 


Kedua, akan diminta rakyat untuk menepati janji-janji kampanye politiknya. 


Ketiga, dunia internasional termasuk investor akan menunggu kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintahan Prabowo dalam melanggengkan investasi mereka di Indonesia.


Wijayanto mengatakan Prabowo tidak akan bisa menjawab ketiga tuntuntan tersebut. 


"Bila ia ingin menepati janji politik kepada masyarakat dan balas budi kepada partai secara penuh, maka ia akan mengorbankan janji kepada internasional. Begitu pun sebaliknya, pasti ada salah satu tuntutan yang akan dikorbankan," ujar dia.


Menurut Wijayanto, kondisi ini diperparah juga dengan kondisi ekonomi Indonesia yang sedang berada pada masa sulit. 


Ada empat krisis ekonomi yang sedang terjadi, yaitu, krisis fiskal, krisis Industri, krisis lapangan kerja, dan krisis rupiah.


Ia mengatakan, debt service ratio atau rasio antara uang yang dikeluarkan untuk membayar pokok dan bunga pinjaman, dibanding dengan pendapatan total negara adalah 43,4 persen pada 2025. 


Artinya, menurut Wijayanto, hampir 50 persen penerimaan negara, akan digunakan untuk membayar utang.


Sementara, kata dia, peran industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menurun. Pada 2010, sebanyak 22 persen industri mewakili PDB, namun sekarang hanya 18 persen. 


Ini disebabkan begitu banyak pengusaha lokal yang tidak diproteksi oleh pemerintah, akhirnya industri lokal kalah dengan produk asing.


Menurut dia, banyak para pelaku industri yang menutup usahanya lalu memilih menjadi agen produk Cina. 


"Teman-teman akan temui banyak garmen dan pabrik tekstil tutup. Ini akan terus terjadi di kalangan industri termasuk nama-nama besar, karena mindset itu," ujar Wijayanto.


Adapun soal krisis lapangan kerja, menurut dia, pemerintah gagal memanfaatkan bonus demografi, karena ada 10 juta Gen-Z menganggur. Padahal seharusnya mereka bisa terserap untuk memajukan perekonomian negara.


Wijayanto mengatakan, sebelum era Presiden Jokowi hanya ada 40 persen pekerja pada sektor informal dari total pekerja. 


Namun sekarang ada 60 persen lebih pekerja di sektor informal. Para pekerja ini adalah pengangguran yang mencoba beraktivitas untuk mendapatkan penghidupan.


Ia mengatakan, hal tersebut disebabkan para pengusaha tidak ingin ekspansi usahanya, cenderung lebih memilih stagnan, bahkan sebagian ingin mengurangi karyawan.


Dalam paparannya, Wijayanto juga membantah berbagai narasi yang mengatakan bahwa rupiah melemah karena US dolar menguat dan krisis dunia, dengan data year over year (yoy) atau analisis keuangan global yang diambilnya pada 8 Juli 2024.


Menurut data yoy yang ditampilkan Wijayanto, dalam setahun terakhir, rupiah melemah terhadap 81,28 persen mata uang dunia. 


"Kalau memang karena krisis global, mungkin rupiah hanya melemah terhadap 50 persen mata uang dunia," kata dia.


Ini menurut dia, menandakan problem sebenarnya yang menyebabkan mata uang rupiah melemah adalah ada di internal pemerintah Indonesia sendiri, bukan karena krisis dunia.


"Pak Prabowo benar-benar mewarisi kondisi ekonomi Indonesia yang sangat sulit," ujar dia.


Sumber: Tempo

Penulis blog