AGAMA HUKUM

'Dua Menag Masuk Bui Akibat Selewengkan Dana Haji'

DEMOCRAZY.ID
Juli 08, 2024
0 Komentar
Beranda
AGAMA
HUKUM
'Dua Menag Masuk Bui Akibat Selewengkan Dana Haji'
'Dua Menag Masuk Bui Akibat Selewengkan Dana Haji'


'Dua Menag Masuk Bui Akibat Selewengkan Dana Haji'


Dalam sejarah republik ini, sudah ada dua Menteri Agama dipenjarakan karena melakukan korupsi. Mereka adalah Said Agil Husein Al Munawar yang masuk bui pada 2006, dan Suryadharma Ali yang menerima vonis pada 2016. 


Proyek yang dikorupsi tidak main-main, yaitu biaya penyelenggaraan ibadah haji dan angkanya ratusan miliar rupiah. Setiap musim haji selalu ada saja perkara yang mengganggu pelaksanaannya. Padahal Kementerian Agama sudah puluhan tahun mengelola penyelenggaraan ibadah haji reguler di Indonesia. 


Alih-alih pelayanan kepada anggota jemaah membaik, serangkaian masalah penyelenggaraan haji justru berulang setiap tahun. Karut-marut penyelenggaraan ibadah haji tahun ini terjadi pada sejumlah hal, dari akomodasi sampai urusan visa. 


Di Mina, tim pengawas haji dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menemukan tenda pengungsi tak sesuai dengan kapasitas, penyejuk udara mati, serta fasilitas toilet yang sangat terbatas. 


Selain itu, otoritas Arab Saudi menangkap sedikitnya 80 warga Indonesia karena berhaji dengan visa ziarah.


Masalah yang terus berulang ini menunjukkan bahwa Kementerian Agama tak cakap mengelola penyelenggaraan ibadah haji. Penyebabnya adalah pemerintah memonopoli pelaksanaan rukun Islam kelima ini. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah membuat Kementerian Agama punya kewenangan sebagai regulator sekaligus operator penyelenggaraan haji.


Kedudukan itu membuat Kementerian Agama tak cuma mengelola dana anggota jemaah, tapi juga mengurusi konsumsi, pemondokan, transportasi, serta pembinaan. Kontrol penuh Kementerian Agama membuat proses pengelolaan haji tak transparan. Tak pernah ada evaluasi secara terbuka dan tidak ada perbaikan serius yang dilakukan pemerintah atas masalah berulang yang terjadi setiap musim haji. Jemaah akhirnya yang dirugikan akibat kesemrawutan itu.


Selama ini, sebagian besar anggota jemaah hanya bisa pasrah menerima kekacauan penyelenggaraan haji. Dengan dalil bahwa berhaji itu ibadah, mereka diminta ikhlas jika pelayanan haji reguler berantakan. Pemerintah tak bisa lagi bersembunyi di balik doktrin bahwa anggota jemaah yang memprotes serta mempertanyakan penyelenggaraan haji bisa berkurang pahalanya dan berpeluang menjadi haji mardud.


Monopoli kewenangan haji yang dimiliki Kementerian Agama pun terbukti gampang diselewengkan dan menjadi ladang korupsi. Kita tak kekurangan contoh soal itu. Dua Menteri Agama pernah tersangkut perkara korupsi dana penyelenggaraan ibadah haji.


Menteri Agama periode 2009-2014, Suryadharma Ali, dihukum 10 tahun penjara dalam skandal rasuah penyelenggaraan haji 2010-2013. Sedangkan Said Agil Husin, Menteri Agama periode 2001-2004, divonis 5 tahun kurungan akibat mengkorupsi dana haji dan Dana Abadi Umat.


Penetapan Menteri Agama sebagai terpidana korupsi jelas sangat ironis. Menteri Agama yang seharusnya panutan bagi pranata pemerintahan dan masyarakat, justru tersandung kasus korupsi.


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Kamis, 22 Mei 2014, secara mengejutkan menetapkan Suryadharma Ali --yang saat itu masih menjabat sebagai Menteri Agama-- menjadi tersangka kasus dugaan korupsi terkait penyelenggaraan haji di Kementerian Agama tahun 2012-2013.


KPK menduga Suryadharma menggunakan dana haji untuk membayari pejabat Kementerian Agama dan keluarganya naik haji serta melakukan penggelembungan harga (mark up) katering, pemondokan, dan transportasi jemaah haji.


Akibat penetapan status tersangka ini, Suryadharma dipecat dari jabatannya sebagai Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada 10 September 2014. Dia digantikan oleh Romahurmuziy yang kala itu menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PPP.


Pada 2 Juli 2015, KPK menetapkan Suryadharma sebagai tersangka dalam kasus baru. Penetapan tersangka ini merupakan hasil pengembangan kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji tahun 2013-2013 di lingkungan Kementerian Agama.


Proses hukum terhadap Suryadharma pun berjalan. Dia dituntut 11 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK. Selain itu, dia dituntut membayar denda sebesar Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan. Suryadharma saat itu dianggap merugikan keuangan negara sebesar Rp27.283.090.068 dan 17.967.405 riyal Saudi.


Hal yang memberatkan tuntutan terhadap Suryadharma adalah karena mantan Menteri Agama itu dianggap jaksa berbelit-belit dalam menyampaikan keterangan serta tidak mau mengakui dan menyesali perbuatannya.


Senin, 11 Januari 2016, vonis hukuman untuk Suryadharma diketuk. Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhinya pidana 6 tahun penjara. Selain itu, Suryadharma juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan.


Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi menyatakan, Suryadharma terbukti menyalahgunakan jabatannya selaku menteri penyelenggaraan ibadah haji tahun 2010-2013. Suryadharma juga dinyatakan bersalah dalam penggunaan dana operasional menteri.


Hakim menganggap perbuatan Suryadharma menyebabkan negara rugi hingga Rp1,8 miliar. Dengan demikian, Suryadharma juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar nilai kerugian negara.


Dalam perkara ini, Suryadharma disebut menunjuk orang-orang tertentu yang tidak memenuhi persyaratan menjadi petugas panitia penyelenggara ibadah haji di Arab Saudi. Suryadharma pun dianggap memanfaatkan sisa kuota haji nasional dengan tidak berdasarkan prinsip keadilan.


Mantan Ketua Umum PPP itu mengakomodasi permintaan Komisi VIII DPR untuk memasukkan orang-orang tertentu supaya bisa naik haji gratis dan menjadi petugas panitia penyelenggara ibadah haji (PPIH) Arab Saudi.


Tak hanya itu, dia juga memasukkan orang-orang dekatnya, termasuk keluarga, ajudan, pengawal pribadi, sopir dan sopir istrinya agar dapat menunaikan ibadah haji secara gratis.


Suryadharma juga dianggap menggunakan dana operasional menteri (DOM) untuk kepentingan pribadinya. Selama menjadi menteri, DOM yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang diterima Suryadharma berjumlah Rp100 juta per bulan.


Suryadharma menggunakan DOM untuk biaya pengobatan anaknya sebesar Rp12,4 juta. Ia juga membayar ongkos transportasinya beserta keluarga dan ajudan untuk berlibur ke Singapura sebesar Rp95.375.830.


Ia juga menggunakan dana tersebut untuk membayar biaya pengurusan visa, membeli tiket pesawat, pelayanan di bandara, transportasi, dan akomodasi untuk dia beserta keluarga dan ajudan ke Australia sebesar Rp226.833.050.


Atas vonis yang dijatuhkan kepadanya, Suryadharma tak terima. Dia lantas mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Pada 2 Juni 2016, PT DKI menolak permohonan banding tersebut. Hukuman Suryadharma justru ditambah 4 tahun menjadi 10 tahun penjara.


Selain itu, Pengadilan Tinggi juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik Suryadharma selama 5 tahun setelah selesai menjalani pidana penjara. Suryadharma tak mengajukan kasasi atas hukumannya. Namun, pada 2019 dia sempat mengajukan peninjauan kembali (PK) dan ditolak oleh Mahkamah Agung (MA).


Belum genap 10 tahun menjalani masa hukuman, Suryadharma mendapatkan bebas bersyarat pada Selasa, 6 September 2022. Dia dibebaskan dari Lapas Kelas I Sukamiskin, Jawa Barat.


Suryadharma bebas bersamaan dengan bebasnya 22 narapidana korupsi lainnya seperti eks jaksa Pinangki Sirna Malasari, eks Hakim MK Patrialis Akbar, eks Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, hingga adik Ratu Atut yakni Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.


Korupsi Dana Abadi Umat dan Penyelenggaraan Haji


Suryadharma Ali bukan satu-satunya menteri agama yang dijerat kasus korupsi. Sebelumnya ada Said Agil Husin Al Munawar, menteri agama pada Kabinet Gotong Royong era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri .


Said menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi dalam penggunaan Dana Abadi Umat dan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji tahun 1999-2003. Diketahui, kasus dugaan penyalahgunaan dana ibadah haji tersebut terjadi pada periode 2001-2005.


Saat itu, korupsi berawal dari keuangan tahun 1993-2001 yang seharusnya masuk ke Dana Abadi Umat, namun justru dikelola dalam tiga rekening, yakni rekening dana abadi umat, dana kesejahteraan karyawan, dan dana korpri.


Sejumlah dana yang seharusnya digunakan untuk sektor pendidikan, kesehatan, dan pembangunan sarana ibadah tersebut diduga digunakan secara pribadi oleh Said Agil dan mantan Direktur Jenderal Bimas Islam Taufik Jami.


Kasus korupsi Dana Abadi Umat itu diduga merugikan negara yang mencapai Rp719 miliar.


Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 7 Februari 2006 menjatuhkan vonis lima tahun penjara pada Said Agil. Putusan ini diperberat Pengadilan Tinggi Jakarta menjadi tujuh tahun penjara.


Akhirnya MA mengembalikan vonis sesuai dengan Pengadilan Negeri, kembali ke vonis lima tahun penjara.


Namun Said Agil tak lama dipenjara, sekitar pertengahan tahun 2008 dia sudah bebas bersyarat.


Selain terjerat kasus korupsi, Said Agil juga dapat sorotan gara-gara membongkar situs Batu Tulis di Bogor untuk mencari harta karun.


Sumber: Inilah

Penulis blog