DEMOCRAZY.ID - Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf meminta maaf kepada masyarakat umum atas kunjungan lima kader muda NU ke Israel dan bertemu dengan Presiden Isaac Herzog. Yahya mengakui pertemuan itu sangat tidak pantas.
Tapi, bagi masyarakat yang terluka oleh tindakan kelima kader tersebut, permintaan maaf tidak ada gunanya.
Kelima kader calon pimpinan NU di masa depan itu telah menunjukkan watak asli mereka sebagai pendukung Israel.
Pimpinan NU mengatakan mereka tidak tahu ada kunjungan itu. Ini malah lebih parah. Ini berarti kelima orang itu punya jalur khusus (hotline) dengan penguasa zionis Israel.
Mengapa para kader NU itu berani merencanakan kunjungan dan pertemuan dengan Herzog? Tidak lain apakah karena para pemimpin NU memang senang sekali menjalin hubungan dengan Israel?
Yahya Staquf sendiri dengan bangga pernah menemui Netanyahu pada 2018. Yahya tampak ceria dan senang berjabat tangan dengan perdana menteri genosida. Akankah sampai sekarang pun Yahya bangga dengan kehebatan Israel menindas rakyat Palestina?
Yahya minta maaf ‘sekadar’ pura-pura saja. Karena dia sadar bahwa seluruh umat manusia yang punya hati dan perasaan pastilah mencela zionis Israel.
Ketua PBNU itu minta maaf karena tahu bahwa orang-orang yang tak beragama sekalipun mencela pembantaian yang dilakukan Israel.
Yahya Staquf itu pro-Israel? Apakah bersikap diam saja melihat genosida yang dilakukan Netanyahu?
Tapi karena terpojok akibat kunjungan kelima kader pengkhianat itu, Yahya pun berusaha mengurangi kemarahan rakyat.
Permintaan maaf itu tidak ada gunanya. Minta maaf hari ini saja. Besok-lusa menyusul kader-kader NU lainnya pergi menemui penguasa Israel.
Yahya dituding sebagai penggemar berat Israel. Melihat reaksi Yahya ketika banyak pihak yang mencela kunjungan dia ke Israel pada 2018 itu.
Yahya dengan entengnya mengatakan bahwa kunjungan negara pembantai itu adalah lawatan pribadi.
Ringan sekali dia menyebut kunjungan pribadi. Dia seharusnya tahu bahwa kunjungan pribadi pun sudah sangat berarti bagi rezim zionis pembantai Palestina.
Sekali lagi, apakah pro-Israel adalah sikap asli Yahya. Dia berkilah bahwa kunjungan ke Israel itu adalah dalam rangka mendorong perdamaian.
Kata Yahya, dia berusaha mengubah sikap Israel. Tapi, sampai sekarang tak juga berubah. Konyol sekali si Yahya ini.
Masa tidak paham bahwa Israel berusaha mencari teman “swasta” (yaitu ormas dan LSM) sebanyak-banyaknya untuk mendukung pembantaian terhadap rakyat Palestina.
Dari tanda-tanda yang terlihat, apakah Yahya ingin membawa NU untuk mendukung Israel. Karena pembantaian terhadap Palestina itu dikutuk seluruh dunia, Yahya pun malu-malu mendekat ke Israel.
Andaikata tidak ada pembantaian yang telah menewaskan 40,000 warga Ghaza itu tidak terjadi, mungkinkah pimpinan NU sudah membuka kantor perwakilan di Israel. Jadi, bukan lima kader itu saja yang pro-Israel, Yahya Staquf juga dipertanyakan. ***