Beranda
CATATAN
HUKUM
POLITIK
'Bongkar Kelicikan MK dan KPU'
'Bongkar Kelicikan MK dan KPU'


'Bongkar Kelicikan MK dan KPU'


Oleh: M Rizal Fadillah

Pemerhati Politik dan Kebangsaan


“Kalau cinta sudah dibuang

Jangan harap keadilan akan datang

Kesedihan hanya tontonan

Bagi mereka yang diperkuda jabatan


Oh oh ya oh ya oh ya, bongkar

Oh oh ya oh ya oh ya, bongkar”


Sepenggal lirik lagu “Bongkar” Iwan Fals nampaknya bukan hanya pas untuk mengkritik rezim Orba pada tahun 1989 tetapi lebih pas lagi untuk rezim Orjok saat ini. 


Orde Jokowi sudah kehilang cinta pada rakyat, hanya memikirkan kekuasaan diri, dinasti dan kroni. Membuang cinta demi memenuhi ambisi.


Jangan harap keadilan akan datang. Sampai akhir masa jabatan ia akan terus meradang dan menendang-nendang. 


Mengoyak perasaan rakyat yang semakin gamang. Mampukah rakyat berjuang agar Jokowi tumbang? 


Terlalu lama ia memperkuda jabatan dan menjadikan kepedihan rakyat sebagai tayangan.


Upaya pelanggengan kekuasaan Jokowi diwujudkan dengan menjadikan keluarganya sebagai pejabat. 


Ia mengorbitkan dan merekayasa 2 puteranya Gibran dan Kaesang yang sesungguhnya tidak kapabel untuk “naik tahta”. 


Dua lembaga ditunggangi baik Mahkamah Konstitusi (MK) maupun Komisi Pemilihan Umum (KPU). Terakhir Mahkamah Agung (MA) ditarik untuk  membantu memenuhi kemauan Jokowi.


Ketua MK kehilangan jabatan dan Ketua KPU dipecat. Dengan Putusan MKMK dan DKPP KPU membuat MK dan KPU kehilangan integritas dan moralitas.  


Putusan MK dan Putusan KPU patut untuk diuji ulang khususnya yang berkaitan dengan rekayasa pelolosan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres. 


Pengujian menyangkut subtansi maupun pola pengambilan keputusan yang dipimpin oleh “terhukum” Anwar Usman dan Hasyim Asy’ari.


Hubungan “gelap” kepentingan Anwar Usman dan Gibran adalah pelanggaran Pasal 17  Undang-Undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Demikian juga dengan cara pengambilan keputusan Hakim MK yang “dipaksakan”. 


Bagaimana 3 Hakim “setuju Gibran” dapat mengalahkan 6 Hakim yang “tidak setuju Gibran” ? “Concurring” 2 Hakim dan “Dissenting” 4 Hakim seluruhnya sama yakni menolak syarat “Walikota/Bupati”.


KPU yang menerima pendaftaran Gibran sebelum ada perubahan PKPU adalah salah dan dinyatakan melanggar oleh DKPP. 


Karenanya kebijakan yang melibatkan Ketua KPU Hasyim Asy’ari wajib ditinjau ulang. Ini berkaitan dengan telah dipecatnya Hasyim Asy’ari oleh DKPP.


Etika, moral, dan prosedural dalam kasus Gibran jelas berkaitan. KPU bersalah. Jika tidak ditinjau ulang maka penetapan status Gibran sebagai Cawapres menjadi cacat etika, cacat moral dan cacat prosedural. Konsekuensi jauhnya adalah cacat hukum.


Eksaminasi di ruang akademik maupun peradilan menjadi sangat penting. Kesalahan MK dan KPU harus diperbaiki. Bongkar kembali Putusan kontroversial ini untuk menghindari kerusakan moral, politik dan hukum. 


Jika dipaksakan pelantikan pasangan Prabowo Gibran bulan Oktober yang akan datang, maka dipastikan akan terjadi kegaduhan berkepanjangan bahkan permanen. Bangsa ini mengalami skandal moral, politik dan hukum pada Pilpres 2024.


“Penindasan serta kesewenang-wenangan

Banyak lagi t’ramat banyak untuk disebutkan

Hoi ! hentikan hentikan jangan diteruskan

Kami muak dengan ketidakpastian

Dan keserakahan


Oh oh ya oh ya oh ya, bongkar

Oh oh ya oh ya oh ya, bongkar”


Bandung, 7 Juli 2024

Penulis blog