AGAMA

Begini Cara Praktis Mengetahui Nasab Habib di Indonesia Agar Tak Salah Mengikut Ajarannya

DEMOCRAZY.ID
Juli 13, 2024
0 Komentar
Beranda
AGAMA
Begini Cara Praktis Mengetahui Nasab Habib di Indonesia Agar Tak Salah Mengikut Ajarannya



DEMOCRAZY.ID - Belakangan ini sosok Habib Bahar bin Smith tuai sorotan setelah gelar habibnya yang diragukan.


Polemik mengenai silsilah atau nasab habib pun terus mengemuka tak hanya di kalangan publik tetapi juga sesama pemuka agama.


Ada yang menyebut bahwa nasab para habib terutama dari keturunan Ba Alawi Yaman telah terputus kepada Rasulullah SAW. 


Sementara sebagian ulama berupaya meluruskan dan meminta publik tabayyun untuk mengetahui secara jelas silsilah mereka yang digelari habib.


Lalu bagaimana cara mengetahui nasab habib?


Diketahui istilah habib secara sosial kerap disematkan kepada mereka yang memiliki jalur keturunan atau nasab dengan Ali bin Abi Thalib serta Fathimah Az Zahra yang merupakan putri dari Nabi Muhammad SAW.


Secara sosial, keturunan Rasulullah ini setara dengan gelar syarif atau syarifah yakni orang yang mulia.


Bersama dengan gelar habib biasanya disematkan pula marga di belakangnya seperti bin Smith atau Sumayth, Aydrus, Assegaf hingga Shihab.


Dikutip dari nu.co.id, cara praktis mengetahui keshohihan atau valid tidaknya seseorang itu merupakan habib terutama untuk menghindari gelar habib palsu bisa mendatangi Rabithah Alawiyah.


"Rabithah Alawiyah merupakan organisasi yang menghimpun WNI keturunan langsung dengan Rasulullah SAW," terang Wakil Ketua PCNU Kabupaten Bekasi Kiai Usamah Zahid.


Dijelaskan, nasab para habib telah dicatat dengan rapi oleh lembaga pencatat nasab yang ada di masing-masing wilayah. 


Di Indonesia lembaga ini bernama Maktab Daimi yang bernaung di bawah organisasi Rabithah Alawiyah.


Lebih jauh, Kiai Usamah menyebut ada tiga kategori untuk mengetahui seseorang itu adalah habib yang valid atau tidak.


Pertama; Habib asli dan alim. Orang yang seperti itu harus dihormati dan dimuliakan karena di dalam dirinya mengalir darah Rasulullah SAW. 


Oleh karenanya masyarakat perlu tunduk terhadap seseorang yang seperti itu karena keilmuan yang dimiliki.


Kedua; Habib asli tapi tidak alim yakni yang kurang memahami ilmu agama karena tak pernah mengenyam pendidikan baik di sekolah atau pesantren. Kepada mereka harus tetap takzim.


Meski begitu tidak perlu taat terhadap perintahnya apalagi bila mengajak ke jalan sesat atau maksiat.


Ketiga; Habib palsu. Untuk orang seperti ini bila dicek kebenarannya ternyata bukan habib asli maka tinggalkan saja tanpa perlu menghina sebab bagaimanapun mereka juga manusia yang patut dihormati.


Tiga hal tersebut bisa jadi landasan untuk mengetahui dan menyikapi habib atau orang-orang yang mengaku habib agar tak salah dalam mengambil suri tauladan dari mereka.


Sejarah Awal Sebutan Habib di Indonesia


Sementara itu dikutip dari tulisan M. Arkandiptyo di Quora, ia meringkas penjelasan Habib Zein bin Umar bin Smith mengenai sejarah awal sebutan habib. 


Dijelaskan bahwa akar silsilah, keturunan Rasulullah melalui pernikahan Fatimah dan Ali memiliki dua sebutan, yaitu:


Pertama, sayyid (saidi, sidi) untuk keturunan garis silsilah keluarga Husein.


Kedua, Syarif (sharef, sarif) sebutan untuk kerutunan garis silsilah keluarga Hasan.


Di antara para sayyid, tersebutlah sayyid terkemuka pada masanya Imam Ahmad al-Muhajir. 


Al-Muhajir bukanlah namanya melainkan gelar karena melakukan migrasi/hijrah dari tanah kelahiran di Basra, Mesopotamia sekarang Irak. 


Ia berhijrah dengan tujuan untuk menghindari kericuhan politik dinasti Abassiyah, terutama karena ia memiliki predikat sebagai keturunan Nabi Muhammad.


Ia tidak dapat kembali ke kota asalnya karena belum kondusif sampai menetap di Hadramut dan juga meninggal di sana. 


Ia tinggal di al-Husaisa, dekat Kota Tarim yang mana sampai sekarang menjadi salah satu kota penting kerutunan Nabi di daerah Hadramaut.


Sebagian keturunan Imam Ahmad al-Muhajir inilah yang bermigrasi sampai ke Nusantara dan disebut sebagai Sa'adah Ba (Bani) Alawiyah. Mereka berhijrah sampai ke India dan Asia Tengah sekitar abad 11-12. 


Di Nusantara keturunan Imam ahmad al-Muhajir hidup dengan nama marga. Berikut nama-nama marga keturunan Ba Alawiyah:


- Al-Attas

- Al Aydarus

- Al Aydid

- Ba'aqil

- Ba'abud

- Al-bar

- Ba surrah

- Al Bayd

- Balfaqih

- Fad'aq

- Al Habshi

- Al Haddad

- Al Haddar

- Al Hadi

- Al Hamid

- Jamalullaii

- Al-jufri

- Al-Junaid

- Al-kaf

- Khaniman

- Al-Mashoor

- Al Musawa

- Al MUshayyakh

- Mutahar

- Al-Saqqaf

- Al Shihab Uddin

- Al Shairi

- Al Shaikh abu Bakr

- bin Sumaith

- bin Yahya

- Al A'yun

- Azamat khan

- Al ba hashim

- Al ba Rum

- Al Ba Sakut

- Ba Haroon Jamalullaii

- Baraqah

- Bin Haroon

- Bin Hashim

- Bin Murshed

- Bin Shahel

- Al Hinduan

- Al Hiyyed

- Al Ibrahim

- Jadid

- Al Khirid

- Al Nadhiry

- Al Adani

- Ba'alawi

- Ba Faraj

- Ba Nahsan

- Ba Shaiban

- Ba Umar

- Abu Futaim

- Al Madaihi

- Mawia Khailah

- Mawia Dawilah

- Al Munawwar

- Al Qadri

- Al Safiy

- Al Safiy al jufri

- Al Safiy al Saddaq

- Al Zahir


Sumber: Suara

Penulis blog