DEMOCRAZY.ID - Mantan Menko Polhukam Mahfud MD yang juga Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) menduga ada perebutan kepemilikan mafia timah pada peristiwa penguntitan Jampidsus Febrie Adriansyah oleh anggota Densus 88.
Mengingat, pergantian pemerintahan semakin dekat, sehingga perebutan owner mafia timah itu terjadi.
“Ini sebenarnya perebutan untuk pergantian owner mafia timah. Karena rezim akan berubah, sekarang ini akan mulai disingkirkan orang-orang yang sekarang jadi mafia dan di-back up itu,” kata Mahfud MD dalam akun YouTube Mahfud MD Official, dikutip Rabu (5/6/2024).
Kelompok Densus yang menguntit Jampidsus itu terdiri 10 orang yang seluruhnya merupakan oknum anggota Densus 88 Antiteror Polri dan sebagian besar dari Densus 88 AT Polri Satuan Wilayah Jawa Tengah.
Hal ini terungkap, seiring ditangkapnya satu dari 10 orang tersebut, yakni Bripda Iqbal Mustofa (IM) yang kemudian sempat diinterogasi pihak Kejaksaan Agung.
Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) Bripda IM dari sumber internal Kejaksaan Agung, tertera bahwa kelompok itu terdiri dari tujuh oknum anggota Satgas Densus Jawa Tengah.
Yakni Briptu Ary Setyawan (Aray N2), Briptu Irfan Maulana (Otong N3), Briptu Bayu Aji (Rabai N3), Briptu Agung (Agung N4), Briptu Faizin (Faizin N3), Briptu Jadi Antoni (Jaja N3), dan Brigadir Imam.
Sedangkan sisanya merupakan dua oknum anggota Satgas Densus Jawa Barat, yakni Briptu Doni dan Tomi Nugraha alias Fahmi.
Mereka semua disebut-sebut tergabung dalam sebuah grup Whatsapp yang diberi nama "Time Zone."
"Apakah tujuan dibuatkan Group WA Time Zone?"
"Bahwa yang menjadi tujuan adalah untuk sarana komunikasi tim yang mengerjakan JAM Pidsus."
Demikian isi BAP Bripda Iqbal Mustofa.
Selain itu terungkap pula bahwa Tim Densus 88 AT Polri Satuan Wilayah Jawa Tengah yang diduga membuntuti Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) Febrie Adriansyah ditengarai menyewa sebuah rumah sebagai posko personel di Jakarta.
Dalam laporan Majalah Tempo, rumah sewaan berkelir putih yang disebut sebagai “Posko Cipete” itu berjarak sekitar dua kilometer dari restoran Prancis, Gontran Cherrier yang menjadi lokasi penguntitan Febrie oleh Bripda Iqbal Mustofa pada Minggu, 19 Mei 2024.
Posko Densus 88 yang dikomandoi Kepala Satuan Tugas Wilayah (Kasatgaswil) Jawa Tengah, Komisaris Besar (Kombespol) Muhammad Tedjo Kusumo disebut berada di kawasan Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Menurut kesaksian warga sekitar yang dijumpai pada Kamis dan Jumat, 30 dan 31 Mei 2024, sejumlah anggota kepolisian memang sering berkumpul di rumah berlantai dua tersebut. Mereka sudah dua tahun menyewa rumah itu.
Peristiwa penguntitan itu, kata Mahfud, merupakan cara agar orang-orang tertentu bisa ditangkap.
Lalu, kata dia pemilik mafia timah saat ini bisa diganti seiring dengan era pemerintahan baru.
Mahfud MD mencatat masih ada kejanggalan yang perlu dijelaskan ke publik terkait penguntitan Jampidsus oleh Densus 88. Dimana tugas Densus 88 yang menguntit jaksa adalah aneh.
Sebab dari penjelasan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai, kata Mahfud, tugas Densus 88 mengurus teror bukan korupsi.
Jika memang ada tugas atau perintah, seharusnya anggota Densus 88 dapat menunjukkan surat tugas.
“Kalau melakukan tugas harus jelas, masalahnya apa, surat tugasnya dari siapa? Ini ada enggak? Kalau enggak ada, kan gampang (diurus). Orangnya sudah ketangkep diinterogasi saja,” katanya.
Lalu kata Mahfud, area Kejaksaan Agung seharusnya memang tidak bisa dimasuki oleh sembarang orang.
“Lagipula, kenapa sesudah itu baru ada konvoi? Mestinya kan harus ada tiap malam, kalau memang mau menjaga keamanan,” ujarnya.
Kejanggalan itulah, menurut Mahfud yang seharusnya disampaikan pemerintah kepada publik.
Mahfud menilai masyarakat memiliki hak untuk merasa tenteram dan aman. Sementara, pemerintah belum bisa menjelaskannya ke publik.
“Kalau Kejaksaan Agung saja kena, apalagi yang bukan Kejaksaan Agung,” kata Mahfud.
Mahfud menyimpulkan bahwa peristiwa ini termasuk pelanggaran disiplin yang sangat berat.
Setidaknya, jika di tingkat Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) belum bisa menyampaikan, maka Presiden dapat memberi penjelasan.
Pada akhir Mei lalu, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Sandi Nugroho menyatakan peristiwa penguntitan Jampidsus itu bukan masalah.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin telah membahas masalah tersebut.
Sandi menyatakan, setelah pertemuan itu, baik Kapolri maupun Jaksa Agung menyampaikan tidak ada persoalan antarinstansi.
"Itu menjadi kunci jawaban dari kita semua, jadi kita tidak harus berpersepsi lain-lainnya. Kecuali kalau memang ada hal lainnya yang berkembang, baru kita lihat akan seperti apa," ujar Sandi dalam konferensi pers di Mabes Polri, Kamis, 30 Mei 2024 lalu.
Sebelumnya, Sandi mengakui anggota Densus 88 bernama Iqbal Mustofa tertangkap saat menguntit Jampidsus Febrie Adriansyah di sebuah restoran Prancis di kawasan Cipete, Jakarta Selatan, pada Ahad, 19 Mei 2024.
Iqbal ditangkap oleh Polisi Militer yang mengawal Febrie, dan dibawa pengawal Kejaksaan Agung untuk dimintai keterangan.
Menurut Sandi Nugroho, Iqbal Mustofa langsung dijemput oleh personel Biro Pengamanan Internal (Paminal) dari Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.
Selanjutnya anggota Densus 88 itu menjalani pemeriksaan atas tindakannya menguntit Jampidsus Febrie Adriansyah. Sandi menyebut hasil pemeriksaan Iqbal tidak ada yang dipersoalkan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menegaskan bahwa kasus penguntitan itu bukan isu belaka, melainkan fakta.
"Bahwa memang benar ada isu, bukan isu lagi (tapi) fakta penguntitan di lapangan," kata Ketut dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Rabu (29/5/2024).
Ketika penguntit itu tertangkap, pihak Jampidsus langsung membawanya ke Gedung Kejaksaan Agung untuk diperiksa.
Dari pemeriksaan ini diketahui bahwa orang yang menguntit Febrie merupakan anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.
"Memang benar ini (penguntit) dari teman-teman Densus,” ungkap Ketut.
Sumber: Tribun