DEMOCRAZY.ID - Perang Gaza antara Israel dan Hamas masih terjadi. Namun kini, perang baru juga berisiko muncul di Arab antara Israel melawan Hizbullah bahkan menyeret Iran.
Dalam pernyataan terbaru Minggu, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengklaim pertempuran intensif pasukannya dengan Hamas di Gaza akan segera berakhir.
Pemindahan pasukan akan dilakukan di utara Israel, di mana saling balas serangan kini kerap terjadi dengan Hizbullah.
"Fase perang yang intens akan segera berakhir di Rafah," kata Netanyahu dalam wawancara luas dengan Channel 14, dikutip The Jerussalem Post, menyebut bagian Gaza yang belum dilumpuhkan Israel dan merupakan benteng terakhir 1,5 juta warga sipil yang mengungsi.
"Kita akan menghadap ke utara... Resolusi diplomatik apa pun harus melibatkan solusi nyata, termasuk penghapusan fisik Hizbullah dari perbatasan," ucapnya mengindikasikan perang baru.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran Amerika Serikat (AS). Paman Sam sendiri bersama Prancis kini memimpin upaya diplomatik untuk mencegah konflik yang lebih luas antara Israel dan Hizbullah.
Pasalanya Hizbullah berbeda dengan Hamas. Di mana dalam analisa terbaru AS, merupakan kelompok non-negara dengan persenjataan terbaik di dunia.
Mengutip para ahli merujuk laman The Times of Israel Selasa (25/6/2024), Hizbullah telah secara signifikan memperluas persenjataan dan kemampuannya, termasuk memperoleh pesawat nirawak (drone) bunuh diri yang sulit dilawan oleh Israel.
Kelompok itu juga memiliki kemampuan rudal anti-pesawat, dan beragam rudal ahli lainnya, yang berjumlah antara 120.000 dan 200.000.
Meskipun sebagian besar persediaan Hizbullah terdiri dari puluhan ribu rudal terarah- baik jarak pendek maupun jarak jauh- sejak tahun 2006, Hizbullah telah memperoleh ratusan rudal balistik berpemandu, dengan kemampuan untuk menembakkannya dari bunker yang diperkuat dan dari peluncur bergerak
Pengalaman tempur Hizbullah juga menjadi hal lain karena sebagian besar berpengalaman karena konflik di Suriah.
Sebuah proyek penelitian selama tiga tahun yang dilakukan oleh Institut Kontra-Terorisme Universitas Reichman di Israel, yang diselesaikan Oktober 2023 menyimpulkan bahwa Hizbullah dapat menembakkan hingga 3.000 rudal sehari ke Israel. Jumlah itu bahkan dapat dipertahankan hingga tiga minggu.
Tujuan utamanya adalah untuk memaksa runtuhnya pertahanan udara Israel. Mengutip Pusat Studi Strategis dan Internasional, sebuah lembaga pemikir AS, menghancurkan kemampuan roket dan rudal Hizbullah akan memerlukan upaya sangat besar bagi Israel.
"Akan menjadi tugas yang berat bagi pertahanan udara Israel untuk menghadapi persenjataan roket yang tersebar luas yang datang dari utara," kata seorang analis di lembaga think tank di Washington, Seth G Jones.
"Kami menilai setidaknya beberapa baterai Iron Dome akan kewalahan", kata seorang pejabat senior pemerintahan Presiden AS Joe Biden kepada CNN International.
Sementara itu, kemungkinan masuknya Iran dalam perang ini juga dikatakan Jenderal Angkatan Udara AS Charles Q. Brown.
Kepala Staf Gabungan AS itu mengatakan Iran akan lebih cenderung mendukung Hizbullah dibandingkan Hamas di Gaza.
Ini dikatakan Brown saat melakukan perjalanan ke Bostwana dalam pertemuan para menteri Afrika, sebagaimana dimuat The Guardian.
Ditegaskannya bantuan Iran akan muncul terutama saat mereka menilai Hizbullah secara signifikan dirugikan dan terancam.
Ramai-Ramai Negara Mulai Evakuasi
Di sisi lain, sejumlah negara kini mulai mengevakuasi warganya dari Lebanon. Negara itu sendiri merupakan basis kelompok Hizbullah,
Pemerintah Kanada dilaporkan tengah bersiap untuk mengevakuasi 45.000 warganya dari Lebanon.
Hal ini dilaporkan Channel 12 Israel yang menyebut telah ada pembicaraan terkait evakuasi ini antara Menteri Luar Negeri Israel Katz dan timpalannya dari Kanada Melanie Joly.
"Ottawa telah mengirim pasukan militer ke wilayah tersebut sebagai persiapan untuk evakuasi terbesar yang pernah kami lakukan," kata media itu dikutip dari Times of Israel.
Meski begitu, sejauh ini, tidak jelas apakah rencana serupa juga dibuat untuk sekitar 35.000 warga Kanada yang tinggal di Israel.
Tel Aviv sendiri telah mengevakuasi 60.000 penduduknya yang tinggal di wilayah yang dekat dengan perbatasan Lebanon.
Selain Kanada, Kuwait juga tengah melakukan hal yang sama. Kantor berita resmi Kuwait, KUNA, melaporkan bahwa Kuwait Airways telah mengirimkan armadanya ke Lebanon pada Sabtu (22/6/2024) untuk melakukan evakuasi.
"Ini adalah pesawat pertama yang mengevakuasi warga negara dari Lebanon, karena kekhawatiran akan eskalasi miliaran antara Hizbullah dan Israel meningkat," tulis KUNA, dikutip Al Arabiya.
Kementerian Luar Negeri Kuwait juga menegaskan kembali dalam sebuah pernyataan seruan ke warganya untuk menghindari Lebanon. Mereka juga meminta warga yang tidak memiliki keperluan mendesak untuk pergi ke negara itu.
Sumber: CNBC