CATATAN POLITIK

'Sengkarut Jakarta di Tangan Heru Budi'

DEMOCRAZY.ID
Juni 25, 2024
0 Komentar
Beranda
CATATAN
POLITIK
'Sengkarut Jakarta di Tangan Heru Budi'
'Sengkarut Jakarta di Tangan Heru Budi'


'Sengkarut Jakarta di Tangan Heru Budi'


Sejak Heru Budi Hartono ditunjuk sebagai Penjabat Gubernur DKI Jakarta, terdapat sejumlah kebijakan yang diubah. Ini dianggap sebagai langkah yang kontroversial dan menyulut protes tak terhindarkan dari masyarakat. Sederet kebijakan tersebut juga dianggap politis, terutama ketika Heru mengubah slogan dan logo DKI Jakarta selepas Anies Baswedan menjabat.


“Bahwa ini ada unsur sengaja secara politis ya untuk menghapus atau ya menghilangkan (kebijakan Gubernur sebelumnya). Kebijakan itu harusnya inkremental ya, yang baik dilanjutkan, yang buruk dievaluasi. Ini malah banyak dihapus,” ujar pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah kepada detikX.


Kebijakan-kebijakan kontroversial yang diambil Heru Budi, ujar Trubus, banyak mengutamakan kepentingan politis. Sebab, tidak memberikan solusi lain ketika sebuah program dihentikan. Salah satunya ia menyebut soal tidak dilanjutkannya program sumur resapan air untuk mengatasi banjir. Trubus menegaskan, jika memang sumur resapan air tidak menjadi jalan keluar, Heru Budi mestinya bisa menciptakan upaya lainnya, seperti membangun bendungan, waduk, atau melanjutkan pembangunan waduk yang belum selesai.


Trubus juga menyoroti kebijakan-kebijakan yang diubah dan berdampak pada masyarakat. Salah satunya menghapus anggaran untuk jalur sepeda senilai Rp 38 miliar pada era kepemimpinan Anies Baswedan. Setelah menuai protes dari masyarakat, Heru akhirnya menggelontorkan dana Rp 7,5 miliar untuk jalur sepeda. Dana Rp 5 miliar dari anggaran tersebut diperuntukkan buat perbaikan jalur sepeda, sisanya untuk mengevaluasi jalur sepeda yang sudah ada.


Ketua Umum Bike to Work Indonesia, Fahmi Saimima, mengeluhkan terjadinya kemunduran terkait dengan lingkungan ramah pesepeda di Jakarta sejak Heru Budi menjabat. Tak hanya masalah mengurangi anggaran, ada sejumlah persoalan lain sepanjang tahun lalu terkait dengan pemeliharaan dan kebijakan jalur sepeda.


“April 2023, kalau masih ingat, Pj Gubernur kembali melakukan sebuah kecerobohan ya, kalau kita sebut ya sangat bodoh, rekayasa lampu merah di persimpangan Santa. Alasannya kurangi kemacetan, mereka bongkar trotoar dan jalur sepeda, kemudian malah jadi kemacetan luar biasa dan viral. Tidak mengaku salah, tetapi jalur sepeda yang sudah dibongkar kemudian dikembalikan,” tutur Fahmi.


Fahmi juga menyebut kasus lain pada Mei 2023, ada 18 ruas jalan Ibu Kota diperintahkan untuk diaspal ulang, alasannya untuk menyambut KTT ASEAN. Sayangnya, setelah itu, jalur sepeda yang terhapus tidak dikembalikan seperti semula. Kemudian Oktober 2023, Pemprov DKI Jakarta membongkar stick cone, pembatas jalur sepeda di 13 ruas jalan jalur sepeda. Dalilnya, saat itu karena membahayakan pengendara lain.


“Kami berpikir itu tidak masuk akal karena stick cone itu kan dibuat untuk melindungi pengendara sepeda, tapi malah dihilangkan melindungi pengendara lain,” kata Fahmi kepada detikX melalui sambungan telepon.


Sampai saat ini Bike to Work masih menyoroti APBD 2024 untuk pembangunan jalur sepeda yang masih sisa Rp 4,5 miliar pada rapat Oktober 2023 kembali tidak dianggarkan.


“Artinya, Heru Budi tidak ada keberpihakan terhadap pengembangan budaya bersepeda, yang harusnya menurut prioritas pembangunan 2030, Jakarta punya target harus membangun 600 kilometer jalur sepeda di seluruh ruas jalan Jakarta. Artinya, dia tidak komitmen, konsisten, dan sepertinya justru malah beliau menghilangkan prestasi dari Gubernur sebelumnya dan tidak pro-pembangunan pada kota yang lebih beradab,” terangnya.


Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PKS, Suhud Alynudin, membenarkan adanya kemunduran terkait jalur sepeda pada masa kepemimpinan Heru Budi. Padahal, menurutnya, upaya menciptakan fasilitas yang ramah pesepeda tak terlepas dari upaya untuk mengurangi polusi di Jakarta.


“Bersepeda kan bukan sekadar gaya hidup, bukan gaya-gayaan gitu, tapi juga ini bagian dari upaya untuk ya, selain soal polusi, soal budaya hidup sehat, soal kewajiban seorang Pj Gubernur untuk menghormati transportasi sehat,” ungkap Suhud.


Suhud menambahkan, kebijakan lain yang merugikan masyarakat di antaranya pemangkasan kuota Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU). Mulanya 19 ribu penerima menjadi 7.900 saja yang mendapat.


“Ini saya kira di aspek kesejahteraan terlihat betul ya, ada kemunduran, padahal APBD DKI Jakarta kan besar dibandingkan daerah lain,” kata Suhud.


Ketua Fraksi PKB DPRD DKI Jakarta, Hasbiallah Ilyas, menilai kini Jakarta semakin semrawut. Ia menyayangkan pemotongan Kartu Lansia Jakarta (KLJ), yang mulanya sebesar Rp 600 ribu menjadi setengahnya, yakni Rp 300 ribu dengan alasan penambahan kuota.


“Memperluasnya ke mana, perlu dijelasin, wilayah mana? Kalau jadi, berapa ribu yang dapat (KLJ), kalau itu dipotong, bila tersalurkan atau belum, itu sudah harus kita pertanyakan. Ini kudu jelas,” kata Ilyas.


“KLJ ini banyak yang tertahan sampai hari ini, ini keluhan langsung yang saya dengar dari masyarakat,” lanjutnya.


Ilyas juga membeberkan, selama Heru Budi menjabat, komunikasi yang hendak dilakukan DPRD kepada Gubernur semakin sulit. Padahal Ilyas beranggapan gubernur bukanlah atasan DPRD, posisinya merupakan mitra kerja. Heru Budi dinilai terlalu birokratis.


“Tanya saja ke semua anggota Dewan, kurang komunikatif. Pak Jokowi saja gampang, nggak terlalu birokratis. Ini bagaimana kinerjanya Pak Heru itu (apa yang dilakukan) untuk peningkatan di Jakarta,” pungkas Ilyas.


Sementara itu, loyalis mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Geisz Chalifah, menanggapi jangan sampai, karena kepentingan politis untuk menghapus jejak dan warisan Anies Baswedan, mengorbankan kepentingan masyarakat.


Geisz bercerita Anies sempat mengatakan kepadanya tak menjadikan masalah hal-hal yang terkait dengan penghilangan jejak warisannya. Tapi Anies prihatin terhadap masyarakat seperti Kampung Bayam yang terdampak kebijakan politis.


“Salah satunya yang dihapus lapangan bola yang ada di Kemayoran, Jagakarsa, itu kan nama Pak Anies dihapus. Pak Anies kan melakukan revitalisasi lapangan-lapangan bola di beberapa wilayah. Lalu yang paling menghinakan akal sehat itu Kampung Bayam. Di masa Pak Anies, mereka sudah sampai tahap penerimaan kunci. Jadi kan masih ada proses administrasi yang belum selesai. Pak Anies rapat dengan JakPro, tapi sama Heru (warga Kampung Bayam) malah diusir,” tutur Geisz.


Kendati demikian, Geisz tak menyalahkan Heru Budi sepenuhnya. Heru Budi dianggapnya hanya sebagai kepanjangan tangan Jokowi. Heru Budi terkesan seperti mendapat credit point jika berhasil menghapus jejak Anies. “Kalau untuk dia pribadi, apa sih keuntungannya? Kan nggak ada, malah dapat kesan minus,” kata mantan Komisaris PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk tersebut.


Pengamat tata kota Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, menilai Heru Budi memang tidak memiliki gebrakan program terobosan terkait persoalan-persoalan di Jakarta. Berbeda dengan masa kepemimpinan Anies, yang kurang memiliki hubungan baik dengan pemerintah pusat, Heru Budi yang berasal dari pemerintah pusat mestinya meminta bantuan terkait kebijakan mengatasi permasalahan di Jakarta.


“Sebenarnya punya kelebihan banyak. Kelebihan banyak itu misal hubungan yang baik dengan pusat sebagai sekretaris Presiden justru tidak ada halangannya. Artinya, kebijakan itu sebenarnya bisa hidup 100 persen,” terang Nirwono.


Nirwono mencontohkan penanganan polusi, macet, dan banjir. Penyebabnya tak terlepas dari kota-kota penyangga di sekitar Jakarta, yang mana akan lebih mudah bekerja sama jika ada campur tangan pemerintah pusat. Nirwono melihat Heru Budi melewatkan kesempatan tersebut.


Adapun kelebihan lain yang tak dimanfaatkan Heru Budi adalah kiprahnya selama puluhan tahun di Jakarta. Tanpa didikte, Heru Budi pasti memahami persoalan berulang yang terjadi di Jakarta setiap tahunnya, salah satunya kebakaran.


Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta, terdapat 864 peristiwa kebakaran di DKI Jakarta sepanjang 2023. Kebakaran menjadi bencana tertinggi di Jakarta. Tahun ini, per Mei 2024, BPBD DKI Jakarta melaporkan terdapat 242 kejadian kebakaran, salah satu daerah yang menjadi langganan adalah Tambora, Jakarta Barat.


“Tambora misalnya kan masih terjadi kemarin, tetapi kan tidak ada upaya serius bagaimana mengentaskan Tambora menjadi kawasan bebas kebakaran, tidak ada terobosan, padahal sudah tahu (birokrat yang lama di Jakarta),” tutur Nirwono.


“Kebijakan apa pun pasti akan menimbulkan pro dan kontra, kan. Nah, Pak Heru kurangnya ada di situ, mengambil kebijakan-kebijakan yang bisa jadi kebijakannya tidak populis. Tapi justru kepala daerah itu kan harus berani mengambil kebijakan tidak populis yang bisa jadi itu menuntaskan masalah tadi,” lanjut Nirwono melalui sambungan telepon.


detikX sudah berupaya menghubungi Heru Budi Hartono melalui surat resmi permintaan wawancara dan mengajukan perwakilannya untuk menanggapi. Namun, sampai berita ini terbit, pihak Pemprov DKI Jakarta dan Heru Budi belum memberikan respons maupun konfirmasi.


Sebelumnya, Heru Budi sempat membantah kritik Ketua DPW PKB DKI Jakarta Hasbiallah Ilyas, yang menilai Jakarta semakin semrawut setelah dua tahun ditinggal Anies Baswedan.


"Gini, belum dua tahun, baru satu tahun semrawut. Semrawut apanya kalau, semrawutnya apa? Kalau jalannya ramai, malnya bagus," kata Heru Budi saat ditemui di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Cakung di Jakarta Timur, Jumat (14/6/2024).


"Eh, yang bener aja. Sungai lebih bersih, kalau itu pun kotor satu tahun saya mimpin, mungkin dampak lima tahun lalu nggak diurus kan, ya kan? Masa saya datang terus kotor, ah nggak," imbuhnya.


Sumber: DetikX

Penulis blog