DEMOCRAZY.ID - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menggelar acara nonton wayang kulit bersama dalam rangka Bulan Bung Karno di Sekolah Partai di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Sabtu (9/6/2024).
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristianto mengatakan, lakon yang dibawakan adalah Pandu Swargo yang bercerita tentang pembangkangan seorang raja terhadap orang yang mendidiknya.
Nama tokoh raja ini adalah Sisupala, dalam lakonnya Sisupala digambarkan sebagai orang yang cacat dan tidak bisa hidup normal.
"Dalam peristiwa itu kita diingatkan bahwa Sisupala ini seorang yang ketika lahir dalam keadaan cacat, jadi matanya tiga, tangannya tiga dan sebagainya, tidak sempurna," kata Hasto saat membuka acara.
Lalu ayah Sisupala berdoa kepada Tuhan agar anaknya bisa sembuh dan menjalani kehidupan layaknya manusia normal.
Doa ayah Sisupala dijawab oleh Batara Kresna, titisan dewa yang juga mengembara sebagai seorang kesatria di dunia.
"Ketika dia (Kresna) berhasil menyembuhkan Sisupala, muncul suara dari langit bahwa kematian Sisupala ini berada kepada orang yang menyembuhkan, orang yang mendidiknya, orang yang membesarkannya, sehingga kemudian Sisupala ini bisa menjadi raja," tutur Hasto.
Setelah memegang tahta, Sisupala seperti lupa dengan siapa yang menyembuhkan dan mendidiknya menjadi raja, yaitu Kresna.
Kresna dihina berkali-kali hingga di hitungan ke-100 hinaan itu terhenti oleh kemurkaan titisan dewa itu.
Kresna mengeluarkan senjata cakra dan mengakhiri hidup Sisupala, orang yang dulunya dididik dan disembuhkan.
"Di politik ini kita diajarkan Bu Mega (Ketua Umum PDI-P) untuk tidak boleh dendam, biarlah Sisupala ini nanti terkena karmanya saudara-saudara sekalian," kata Hasto.
Politisi asal Yogyakarta ini juga mengatakan bahwa wayang menyajikan suatu kisah-kisah kehidupan inspiratif tentang apa yang terjadi dalam kehidupan manusia, yang kemudian disajikan di dalam cerita yang menarik.
Selain itu, dengan melihat wayang bisa memahami apa yang disampaikan oleh Bung Karno dan Ibu Megawati tentang kesabaran revolusioner.
“Namanya Pandawa ini ketika kalah dalam suatu permainan dia pernah kehilangan istana yang kemudian muncullah suatu kisah bagaimana dia dibuang tetapi kebenaran selalu akan menang, satyam eva jayate,” kata Hasto.
“Wayang ini kita juga belajar tentang keyakinan kita dan kita diajarkan oleh Bung Karno oleh Ibu Mega, oleh para pendiri bangsa yang lain bahwa kebenaran itulah jalan PDI Perjuangan. Kita bukan menempuh jalan yang lain, jalan kebenaran itu yang kita lakukan malam ini,” pungkasnya.
Hasto dan Utut kemudian menyerahkan wayang kepada kedua dalang sebagai simbol dimulainya gelaran wayang tersebut. Lagu Padamu Negeri juga dinyanyikan bersama para pemain wayang.
Sumber: Kompas