Pengakuan Lengkap Remaja Korban Salah Tangkap Polisi di Kuranji Padang - DEMOCRAZY News
HUKUM

Pengakuan Lengkap Remaja Korban Salah Tangkap Polisi di Kuranji Padang

DEMOCRAZY.ID
Juni 27, 2024
0 Komentar
Beranda
HUKUM
Pengakuan Lengkap Remaja Korban Salah Tangkap Polisi di Kuranji Padang

Pengakuan Lengkap Remaja Korban Salah Tangkap Polisi di Kuranji Padang


DEMOCRAZY.ID - Pada Minggu dini hari (9/6), tatkala polisi di Kecamatan Kuranji, Kota Padang, menangkap 18 orang pelaku tawuran, terdapat seorang remaja berinisial P (13 tahun) yang diduga menjadi korban salah tangkap.


P diduga disiksa oleh polisi. Keluarga P pun melaporkan penyiksaan oleh polisi itu, kepada Polresta Padang.


Kakak P (24 tahun) mencatat pengakuan adiknya itu. "Silakan bila ingin memberitakan," kata sang kakak kepada kumparan, Kamis (27/6). Begini pengakuan lengkapnya:


Jam 12 malam, saya masih di rumah. Saya keluar rumah naik motor mencari pertunjukan orgen tunggal ke Kelurahan Piai Tangah, dan ada yang memberi tahu ada pertunjukan orgen tunggal di Kampung Baru Nan XX.


Setelah itu saya pergi bersama teman, Bintang, ke Kampung Baru Nan XX. Teman dari Kelurahan Cengkah Nan XX juga datang untuk ikut menonton, 2 motor, sehingga total 3 motor.


Selesai menonton orgen tunggal, saya dan Bintang berkeliling naik motor dan bertemu rombongan tawuran di lampu merah Kuranji. Saya berjarak 50 meter dari rombongan tersebut.


Tidak ada motor yang di belakang, saya pengemudi motor terakhir.


Saya tidak mengenal satu pun orang di rombongan tawuran Kuranji kecuali Adit. Itu pun saya baru tahu ketika sudah di kantor polisi.


[Kembali ke peristiwa di Jalan Kuranji] Datang polisi menggunakan motor Kawasaki KLX, memerintahkan untuk berhenti dan minggir. Saya kaget. Saya dan Bintang ketakutan.


Setelah itu, rombongan polisi datang berteriak yang tawuran jongkok! Saya jongkok, mata saya ditinju satu kali dengan keras sehingga membuat saya pusing.


Setelah disuruh tiarap, saya disuruh naik mobil polisi di bak belakang. Motor saya diambil polisi.


Di bak mobil polisi, tangan saya ditarik dengan posisi duduk dan terjatuh ke bawah. Saya dipukul dengan tongkat rotan manau.


Polisi menyiksa saya dengan alat setrum di lengan, ditanya apa nama geng kamu? Saya menjawab tidak ada, Pak.


Setelah saya disetrum polisi bernama Zidan, saya dicambuk di punggung, kepala saya juga.


Ada satu polisi yang ngasih air minum sedikit sebelum azan subuh.


Baru disiksa lagi, ada satu polisi yang menendang punggung saya dengan lututnya beberapa kali.


Karena tidak kuat menahan siksaan dan tekanan oleh polisi, saya terpaksa berbohong mengatakan saya ikut dalam rombongan tersebut.


Ada polisi lagi yang mencambuk kepala saya sebanyak 4 kali dan meninggalkan benjolan ke kepala saya sampai saya pusing.


Setelah itu dipanggil satu-satu yang membawa motor, tanda tangan surat tilang dan mengisi biodata.


Setelah itu kami disuruh berbaris 10 orang. Jumpang (jongkok menggelinding) sebanyak 100 kali per orang.


Setelah jumpang, balik kanan ke tiang bendera baru disuruh buka celana hanya pakai celana dalam. Hormat ke bendera merah putih menyanyikan lagu Indonesia Raya.


Setelah itu disuruh jongkok. Pas menunggu, giliran air minum saya tidak diberikan sedangkan yang lain dikasih air minum.


Setelah itu jalan jongkok ada polisi lagi yang mencambuk kami.


Setelah jongkok langsung berdiri menghadap tembok, polisinya apel pagi. Setelah apel, polisi yang bernama Zidan berceramah dan mengancam kami, 'Kamu tandai kami, kami tembak kamu nanti.' Saya ketakutan.


Setelah polisi Zidan pergi, kami disuruh pakai baju dan celana dalam hitungan 3 detik.


Setelah itu, polisi memisahkan yang satu kelompok itu dengan saya karena saya tidak masuk ke kelompok mereka. Saya tidak mengenal kelompok tersebut tapi saya menerima siksaan yang sama...


...padahal dari awal sudah mengaku bahwa saya tidak terlibat dalam kelompok tersebut, tapi polisi tidak mendengar dan tetap menahan saya dengan penyiksaan bertubi-tubi.


Kepala saya benjol, mata saya bengkak, tempurung kaki saya lepas, bahu saya lebam, kaki saya pincang karena menahan sakit.


Setelah itu foto bersama, saya disuruh jongkok ke jalan raya naik mobil ke Polda Sumbar.


Di dalam mobil ada polisi yang berteriak 'Woy anjing binatang duduk di bawah jangan di atas'.


Saya ditanya apa kerjaan orang tua, saya jawab Bapak sudah meninggal, polisi itu bilang 'Anak yatim pan*** tidak ada gunanya kamu jadi anak, bunuh saja ibumu' sambil meludah ke arah saya.


Padahal kesalahan saya keluar rumah di jam 4 subuh untuk menonton orgen tunggal tapi berujung penghinaan dan siksaan.


Setelah sampai di Polda Sumbar, disuruh buka baju, merayap, posisi menengadah ke langit. Saya disiksa terus padahal fisik saya sudah tidak kuat karena sudah disiksa tiada henti di Polsek Kuranji namun di Polda Sumbar disiksa lagi, sebelum muntah tidak boleh berhenti dan akhirnya saya muntah.


Setelah itu saya saya dipaksa lagi tangan kanan ke telinga kiri dan tangan kiri memegang aspal dan memutar sampai saya muntah baru berhenti.


Setelah itu saya dimandikan pakai air keran. Karena saya kehausan saya minum air keran banyak-banyak.


Setelah itu ke dalam, diwawancarai, orang tua dipanggil. Kakak saya (usia 24 tahun) datang. Kakak saya membuat pernyataan, dan karena tidak tahu persoalannya, kakak saya diberikan contoh oleh polisi dan kakak saya menyalin kejadian penangkapan di Aciak Mart padahal saya ditangkap di lampu merah Kuranji.


Ada polisi yang mengatakan kepada saya 'Bawa oleh-oleh pulang dekat pintu', oleh-oleh tersebut senjata tajam. Saya tidak ambil, saya langsung pulang dengan kakak saya.


Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang pun mengungkapkan hasil investigasi atas peristiwa itu, terutama terkait tewasnya AM, anak laki-laki berusia 13 tahun.


Jenazah AM ditemukan di bawah jembatan Batang Kuranji, Jalan By Pass KM 9, Kelurahan Pasar Ambacang, Kecamatan Kuranji, Kota Padang, pada Minggu siang (9/6).


"AM, 5 anak lain, dan 2 orang dewasa mengalami penyiksaan dengan cambukan, setruman, pemukulan pakai rotan, tendangan, sulutan rokok, hingga dugaan kekerasan seksual," kata Direktur LBH Padang, Indira Suryani, Minggu (23/6).


Indira melanjutkan, "Oleh Tim Sabhara Polda Sumatera Barat, Anak-anak ini dituduh akan melakukan tawuran dan mengalami penyiksaan."


Penjelasan Kapolda Sumbar


Kapolda Sumbar, Irjen Pol Suharyono, menjelaskan polisi pada saat itu memang memang sedang menggelar patroli untuk mencegah tawuran.


"Memang setiap malam Minggu sampai Minggu pagi itu rutin melaksanakan patroli cipta kondisi berdasarkan surat perintah yang sah," ujar Suharyono, Minggu (23/6).


"Bisa dilihat alat-alat yang digunakan mereka untuk tawuran, bisa mendatangkan korban lebih banyak, sehingga polisi bergerak cepat dengan pengerahan tidak kurang 30 personel pengurai massa," lanjut Suharyono.


Polisi pun melerai 2 kelompok massa. "Nah, di dalam massa yang sedang melakukan rencana aksi tawuran ini, salah satunya adalah yang diduga atas nama AM," ujar Suharyono.


30 Polisi Sudah Diperiksa


"30 anggota Ditsamapta Polda Sumbar yang terlibat di dalam penegakan hukum terhadap pencegahan sampai terjadinya tawuran, sudah kami periksa selama dua hari. Saya selaku Kapolda akan sangat bertanggung jawab di sini kalau ada oknum anggota yang memang terlibat di dalam penyimpangan itu. Kami masih berproses ini," kata Suharyono.


Sumber: Kumparan

Penulis blog