DEMOCRAZY.ID - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali diterpa isu politik dinasti lantaran keluarganya masuk dalam jajaran petinggi di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Bukan hanya keluarga, sejumlah pendukung presiden terpilih Prabowo Subianto yang berpasangan dengan putranya juga ditempatkan di jajaran petinggi BUMN, mengulangi praktik yang kerap terjadi pada dua periode pemerintahannya.
Pengamat dan aktivis menilai, “politik balas budi” semacam ini bisa merongrong kinerja BUMN dan akhirnya merugikan negara.
Belakangan, publik ramai mempertanyakan penunjukan sejumlah pendukung Prabowo dan orang-orang dekat Presiden Jokowi sebagai komisaris dan direktur berbagai BUMN.
Pengamat menilai ada indikasi penyalahgunaan kekuasaan dari praktik “bagi-bagi jabatan” ini, sementara aktivis menyerukan agar BUMN tidak sekadar menjadi “sapi perah” penopang rezim.
Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar menilai ketika kerabat atau orang-orang terdekat pemimpin politik seperti Presiden Joko Widodo atau Jokowi mendapat jabatan penting di perusahaan-perusahaan seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memang akan menimbulkan pertanyaan di publik.
Contohnya baru-baru ini, saat kabar kenaikan jabatan Joko Priyambodo yang merupakan keponakan Jokowi, sebagai Direktur Pemasaran dan Operasi PT Patra Logistik, anak perusahaan PT Pertamina (Persero) mencuat.
Joko merupakan menantu mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman.
“Ini dapat menimbulkan pertanyaan tentang transparansi, akuntabilitas dan faktor politik dalam pengelolaan perusahaan,” kata Media dilansir dari tempo.co.
Dia melanjutkan, bila jabatan penting di BUMN diberikan kepada kerabat atau orang-orang terdekat dari pemimpin politik tanpa memenuhi kualifikasi, maka dapat mengganggu akuntabilitas.
“Kinerja mereka kemudian bisa dipertanyakan dan sulit untuk mengetahui apakah keputusan yang mereka buat didasarkan pada kepentingan perusahaan atau kepentingan politik,” tutur Media.
Keterlibatan faktor politik dalam pengelolaan perusahaan BUMN, menurut Media, dapat menimbulkan konflik kepentingan.
Dalam kasus pemberian jabatan kunci perusahaan kepada orang-orang terdekat dari pemimpin politik, ada potensi keputusan yang akan diambil, tidak akan semata-mata berdasarkan kepentingan perusahaan atau masyarakat.
“Ini bisa merugikan perusahaan, karyawan, bahkan masyarakat secara keseluruhan jika keputusan yang diambil tidak memperhatikan kebutuhan nyata perusahaan BUMN,” tandasnya.
Sumber: Fajar