'Jokowi Salah di Awal, Derita di Akhir'
Oleh: Sutoyo Abadi
Koordinator Kajian Politik Merah Putih
SEKALIPUN sudah di ujung akhir kekuasaannya Jokowi, terus mengejar kekuasaan untuk mengamankan diri dari resiko politiknya yang sangat berbahaya.
Tetap ingin pegang kendali kekuasaan menjadi lebih dimensional masuk pada politik dinastinya ingin tetap bisa tertawa di ahir masa jabatannya.
Jokowi tampak tidak memiliki visi yang rasional, sering di bayangi oleh sifat hewan yang reaktif tidak peduli aturan konstitusi dan tidak peduli dengan efek korbannya.
Friedricch Neirzsche sebagai "apollonian ideal" hanya orang yang tidak sanggup melihat lebih jauh hidungnya sendiri maka jalannya akan sangat berat bisa menjadi bencana bagi dirinya.
Capaian kekuasaan yang hanya untuk diri dan kelompoknya sering kali dalam prosesnya terpecah belah karena selalu akan menabrak aturan kemanusiaan dan ahirnya jatuh karena berubah menjadi tiran, sadis dan kejam.
"Kemenangan dengan tidak sewajarnya akan di hakimi oleh pengadilan rakyatnya, adalah kemenangan yang akan berahir buruk dan nista"
Pohon membutuhkan dua lengan untuk menggapainya, tumbuh dari yang tidak berarti. Menara berlantai sembilan di mulai dengan sedikit tumpukan tanah. Perjalanan sejauh seribu kilometer harus di mulai satu langkah.
Jokowi keliru menafsirkan bahwa kemenangan dengan segala cara akan bisa melumpuhkan lawannya. Rakyat tidak akan bisa di lumpuhkan sekalipun tampak tidak berdaya.
Setelah MK mampu memenangkan Gibran dengan mengubah batas usianya, muncul kembali MA memgubah batas umur waktu mendaftar sebagai cawagub.
Semuanya akan sia sia karena akan menjadi potensi perlawanan rakyat untuk selamanya.
Jebakan Jokowi pasti akan menjebak dirinya. Politik penyesatannya akan menyesatkan dirinya. Politik bisa di menangkan ketika masih memiliki kekuasaan tetapi ketika kekuasaan sudah lepas, kekuatan politik berikutnya akan memukul balik dirinya.
Menurur Von Clauswitz: "kegagalan sebagai penguasa adalah kegagalan dari kebijakannya".
Yaitu kebijakan yang suka menabrak konstitisi, mengubah dan membuat aturan hanya karena keinginan dan nasfsunya, tidak realistis, tidak pantas dan tidak pernah berhitung dengan dampak politik ikutannya.
Ketika kekuasaan sudah lepas, akan datang penderitaan, untuk menyalahkan dirinya sendiri, bergelimang dalam penyesalan dan rasa bersalah tidak lagi berguna semua akan sia sia.
Jakowi akan mengalami penderitaan karena awal yang keliru akan berahir bencana bagi dirinya. ***