DEMOCRAZY.ID - Lingkaran Presiden Jokowi kembali mendapat sorotan. Tidak hanya anak dan menantunya, namun Jokowi juga dituding sengaja menempatkan orang-orang pendukungnya di posisi strategis sebagai imbal jasa dukungan di Pemilihan Presiden 2024.
Sukses Gibran Rakabuming Raka menjadi wakil presiden terpilih periode 2024-2029 dianggap sebagai bentuk dinasti politik yang paling menghebohkan di Indonesia.
Tapi upaya Jokowi meneruskan kekuasan melalui keluarganya tidak berhenti sampai di situ.
Putra bungsunya, Kaesang Pangarep, santer diberitakan maju dalam Pilgub Jakarta, seusai Mahkamah Agung (MA) menambah tafsir soal batas usia calon kepala daerah pada Pilkada Serentak 2024, sehingga memungkinkan Ketua Umum PSI itu untuk mencalonkan diri.
Sementara menantu Jokowi sekaligus istri Kaesang, Erina Gudono, diproyeksikan maju Pilkada Sleman. Belum lagi Bobby Nasution yang bakal bertarung di Pilgub Sumatra Utara.
Strategi bagi-bagi kekuasaan ternyata tidak berhenti di keluarga inti. Baru-baru ini, dua kerabat mantan Wali Kota Solo ini juga ditunjuk menduduki beberapa jabatan di PT Pertamina dan anak perusahannya, PT Patra Logistik. Mereka adalah Bagaskara Ikhlasulla Arif dan Joko Priyambodo.
Politikus Partai Pendukung Kecipratan
Bagaskara Ikhlasulla merupakan keponakan Jokowi. Ia putra dari Titik Relawati, yang tidak lain adik bungsu Jokowi. Sedangkan Joko Priyambodo adalah menantu Anwar Usman, yang merupakan adik ipar Jokowi.
Bagaskara Ikhlasulla Arif ditunjuk sebagai Manager Non-government Relations PT Pertamina (Persero) sejak Maret 2024.
Saat kabar Joko dan Bagaskara menjabat posisi strategis di Pertamina menyebar, keduanya langsung menjadi perbincangan. Namun mereka sama-sama mengunci akun LinkedIn sehingga tidak lagi bisa diakses oleh publik.
Atas kegaduhan ini, Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso memastikan proses masuknya Bagaskara ke PT Pertamina melalui jalur profesional pada 2021.
“Benar. Dia pertama kali masuk Pertamina tahun 2021 melalui jalur profesional,” kata Fadjar, mengutip Kompas.com.
Sementara itu Joko Priyambodo menjabat sebagai Direktur Pemasaran dan Operasi PT Patra Logistik, anak perusahaan PT Pertamina sejak 20 Mei 2024.
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting mengatakan, penunjukkan Joko Priyambodo sudah sesuai dengan ketentuan perusahaan.
Irto juga memastikan Joko punya track record yang cukup baik sejak bergabung di PT Pertamina pada 2016.
Ia juga pernah menduduki beberapa posisi, di antaranya Stakeholder Relations Management PT Pertamina (Persero), Board of Director Office PT Pertamina (Persero), Sales Branch Manager Yogyakarta, dan Sales Area Manager Banten.
Kemudian baru-baru ini, masyarakat juga dihebohkan dengan penunjukkan Grace Natalie sebagai komisaris MIND ID, menggantikan Jisman Parada Hutajulu yang diberhentikan secara hormat.
Penetapan itu diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan pada Senin, 10 Juni 2024. Sebelumnya, mantan jurnalis ini juga ditunjuk sebagai staf khusus Presiden Jokowi.
RUPS juga menyetujui pengangkatan Fuad Bawazier sebagai komisaris utama dan Pamitra Wineka sebagai komisaris independen.
Grace Natalie merupakan Wakil Dewan Pembina PSI, sedangkan Fuad Bawazier adalah politikus Partai Gerindra.
Masuk ke Zona Kolusi dan Nepotisme Lebih Parah
Menurut pengamat politik dari Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah, situasi ini terjadi sebagai imbalan atas jasa pemenangan di Pilpres. Dedi juga meramalkan praktik imbal jasa ini akan diteruskan presiden terpilih Prabowo Subianto.
“Situasi ini kelanjutan reputasi Jokowi sejak 2014, di mana peluang kekuasaan diberikan sebagai imbal jasa pemenangan di Pilpres, dan jika membaca kondisi saat ini, Prabowo akan mereplikasi keputusan Jokowi itu,” kata Dedi kepada VOI.
Dedi menyayangkan fenomena yang terjadi sekarang ini. Menurutnya, praktik bagi-bagi kekuasaan ala Jokowi ini justru menjerumuskan Indonesia ke zona kolusi dan nepotisme yang parah.
“Satu sisi ini kondisi buruk negara kita, di mana kekuasaan dibagi-bagi seperti hanya milik keluarga besar Jokowi dan lingkarannya, ini memprihatinkan dan tentu akan berdampak pada kondisi ekonomi negara,” jelasnya.
“Kita sudah kesulitan keluar dari zona korupsi, ditambah masuk ke zona kolusi dan nepotisme yang sangat parah,” Dedi menambahkan.
Terkini, yang menjadi perhatian khalayak adalah sosok Felicita Tallulembang yang menduduki posisi komisaris Bank Syariah Indonesia (BSI).
Nama politikus Partai Gerindra ini mendadak menjadi pusat atensi setelah Muhammadiyah mengumumkan penarikan dana yang dikabarkan mencapai Rp13 triliun dari BSI.
Menurut kabar yang beredar, penunjukkan Felicitas Tallulembang sebagai komisaris berdasarkan RUPS pada pertengahan Mei lalu menjadi salah satu pemicu Muhammadiyah angkat kaki dari BSI.
Ahli Bisnis Syariah sekaligus ekonom Universitas Indonesia, Yusuf Wibisono, tidak menampik soal kemungkinan penarikan dana oleh Muhammadiyah berkaitan dengan penunjukkan Felicitas Tallulembang sebagai komisaris, padahal sebelumnya mereka mengajukan nama Abdul Mu’ti.
Menurut Yusuf, Felicitas tidak memiliki track record di dunia perbankan, terutama bank Syariah. Hal inilah yang membuat publik mencurigai pengangkatan wanita asal Toraja ini sarat muatan politik.
“Ke depannya, BUMN harus dikelola makin profesional terutama di jajaran direksi dan komisaris agar sepenuhnya mencerminkan kebutuhan bisnis, kebutuhan upaya perbankan Syariah. Tidak lagi disusupi atau ditumpangi kepentingan politik jangka pendek,” ucap Yusuf.
Sumber: VOI