Jika NU sukses punya tambang, apakah gaji guru-guru di Ponpes NU akan meroket?
Tere Liye
Saya itu sayang loh dengan NU, Muhammadiyah, dan ormas-ormas agama lain. Banget.
Bukan mau nyombong, jika kita sama-sama mendaftar sekolah/ponpes/boarding school/sekolah agama kristen/protestan, dll yang pernah kalian datangi, pejabat-pejabat datangi, elit2-elit ormas datangi, utk membuktikan betapa love-nya dengan ormas-ormas ini, saya khawatir, daftarnya lebih banyak milik saya.
Saya datang ke pesantren NU, dgn santri buanyak. Khas ponpes NU, santri-santrinya akan berebut cium tangan. Sudah pelototin, jangan cium tangan saya, eh, masih maksa cium tangan.
Dulu, sebelum pandemi, saya suka kemana-mana pakai sarung. Termasuk di acara-acara literasi ini. Wah, santrinya tambah heboh. "Bang Tere sarungan juga."
Gara-gara pandemi, saya ganti kostum lebih tertutup. Khawatir virus masuk lewat bawah. Eh, jadi ngelindur.
Intinya, saya itu respek, hormat dgn ormas-ormas ini.
Maka, izinkan saya bertanya, bukan karena nyinyir, bukan karena benci, provokasi, melainkan benar-benar nanya serius secara terbuka: Jika NU sukses punya tambang, apakah gaji guru-guru di Ponpes NU akan meroket? Siapa yang akan menikmati bagian terbesarnya nanti? Dan apakah itu tidak malah merusak cita-cita luhur pendiri-pendiri NU dulu? Apakah bergelimang uang dari tambang adalah cita-cita pendiri NU?
Pikirkanlah jawabannya.
Jika kalian kesulitan menjawabnya, maka tengoklah Indonesia. Gunung emas dalam artian sebenarnya ada di sini.
Perut bumi berisi batubara, nikel, timah, ada di sini. Ada ribuan perusahaan tambang di Indonesia ini. Dari luar negeri, dari dalam negeri. Skala perusahaan raksasa, sampai tambang-tambang ilegal.
Maka, apakah dengan tambang begitu banyak, rakyatnya sejahtera? Dapat bagian langsung dan nyata dari tambang-tambang itu? Kok gaji-gaji masih dipotong pajak, iuran-iuran, harga BBM mahal, harga listrik naik secara berkala? Boro-boro gaji honorer guru dan nakes, dll, lebih nasib lagi deh. Yang kaya raya adalah elit-elitnya Indonesia saja.
Tere Liye
Alasan PBNU Mau Kelola Tambang: Butuh Uang untuk Organisasi
Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf, menuturkan alasan organisasi keagamaannya mau mengelola wilayah izin usaha pertambangan. Salah satunya yaitu untuk membiayai organisasi dan santri.
"NU ini butuh apapun yang halal, yang bisa menjadi sumber revenue [pendapatan] untuk kebiayaan organisasi karena keadaan dibawah ini memang sudah sangat-sangat memerlukan interferensi sesegera mungkin," kata Yahya di kantor PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (6/5/2024).
Dia menuturkan, ada pesantren di Jawa Timur yang memiliki santri hingga 43.000 orang. Pesantren di Kediri tersebut diklaim memiliki infrastruktur yang terbatas.
Memiliki kamar berukuran sembilan meter persegi di pesantren itu diperuntukkan 60 santri. Puluhan santri ini disebut hanya meletakkan barang mereka di kamar 3 x 3 meter itu.
"Mereka [santri] hanya bisa pakai kamar itu untuk menaruh barang dan mereka tidur di sembarang tempat, mereka harus tidur di emperan kelas, di masjid, di sembarang tempat. Karena, ya, tidak ada kamar untuk tidur," ucap Yahya.
Yahya, yang juga kakak kandung Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, lantas berdalih meminta bantuan kepada pemerintah pusat untuk pesantren NU membutuhkan waktu lama. Mengingat, birokrasi pemerintah pusat yang masih saja kaku hingga saat ini.
Selain bercerita tentang kondisi para santri saat ini, Yahya juga menceritakan tentang kisah sedih guru di pesantren NU.
Guru pesantren NU hingga kini tidak mendapatkan upah yang sepadan. Para guru ikhlas mendapatkan upah yang tak sepadan.
"Ya, gurunya sih ikhlas semua. Ikhlas semua, cuma yang melihat itu keadaan tidak tegas," sebut Yahya.
"Nah, mungkin ini yang membuat kami dalam keadaan membutuhkan," tambah Yahya.
Sumber: Tirto