HOT NEWS HUKUM

Heboh Jokowi Tolak Grasi 7 Terpidana Kasus Vina, Ternyata Jaya Disebut Dipaksa Teken Akui Kesalahan

DEMOCRAZY.ID
Juni 28, 2024
0 Komentar
Beranda
HOT NEWS
HUKUM
Heboh Jokowi Tolak Grasi 7 Terpidana Kasus Vina, Ternyata Jaya Disebut Dipaksa Teken Akui Kesalahan

Heboh Jokowi Tolak Grasi 7 Terpidana Kasus Vina, Ternyata Jaya Disebut Dipaksa Teken Akui Kesalahan


DEMOCRAZY.ID - Presiden Jokowi sempat heboh disorot masyarakat karena pernah menolak grasi atau permohonan ampunan dari tujuh terpidana kasus Vina Cirebon.


Namun ternyata ada cerita di balik grasi tersebut. Sebab ada terpidana yang buta huruf.


Dia disebut dipaksa tanda tangan permohonan grasi yang berarti juga mengakui kesalahan, dalam hal ini, menjadi pembunuh Vina dan Eky.


Grasi Ditolak Jokowi


Sebelumnya diberitakan, polisi pernah menyebutkan tujuh terpidana pembunuhan Vina dan Eky mengajukan grasi kepada Presiden.


Adapun tujuh terpidana itu adalah Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, Sudirman, dan Rivaldi Aditya Wardana.


Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Sandi Nugroho menerangkan, grasi diajukan kepada Presiden oleh para pelaku pada 2019.


Sandi mengaku baru mengungkap fakta ini saat konferensi pers di Mabes Polri pada Rabu (19/6/2024).


"Di dalam grasi tersebut disampaikan oleh para terpidana pada waktu itu. Jadi diajukan pada tanggal 24 Juni 2019. Dalam pengajuan tersebut, terpidana membuat pernyataan sebagai persyaratan grasi," terang Sandi.


Ia memastikan ada tujuh pelaku yang saat itu mengajukan grasi.


"Pernyataannya sudah dibuat oleh mereka dan sudah ditandatangani secara lengkap sebagai persyaratan," sambungnya.


Sandi memastikan permohonan grasi yang diajukan oleh 7 terpidana tersebut dibuat tanpa ada tekanan dari pihak manapun. Masih kata Sandi, para terpidana membuat pernyataan.


Lantas, Sandi pun membacakan pertanyaan para terpidana yang isinya, "Saya menyadari sepenuhnya perbuatan saya salah dan menyesali akibat perbuatan saya yang menyebabkan penderitaan bagi keluarga korban maupun keluarga saya sendiri." 


Namun, menurut dia, permohonan grasi yang diajukan oleh para terpidana saat itu ditolak oleh Presiden Jokowi.


Jaya Ternyata Buta Huruf


Kakak Jaya, Madkana menyebut kalau adiknya tidak lulus Sekolah Dasar (SD). Hal tersebut terjadi karena Jaya berasal dari keluarga yang sangat sederhana.


"Jaya SD saja enggak tamat Pak," ucap Madkana kepada politikus Dedi Mulyadi.


"Kalau seinget saya sekitar kelas 3 atau 4, tidak bisa baca dan tulis,"


"Dia tidak punya ijazah SD, saat itu anak orangtuanya banyak, dan kecil-kecil," imbuhnya.


Mengetahui Jaya tidak bisa membaca dan menulis, Dedi Mulyadi keheranan.


Menurutnya bagaimana mungkin seseorang yang buta huruf bisa mengambil keputusan hukum tanpa didampingi pengacara maupun keluarga.


"Pertanyaan bagaimana orang yang tidak tamat SD, baca tulis tidak lancar, kalau tidak didampingi pengacara melakukan perbuatan hukum, menandatangani akta, menandatangani BAP," ucapnya.


Madkana kemudian mengaku baru bertemu dengan Jaya di Lapas II A Narkotika Bandung Bersama Peradi.


Sebelumnya Jaya ditahan di Lapas Cirebon, namun kini dirinya dan 6 terpidana kasus Vina dipindahkan ke-3 lapas yang berbeda di Bandung.


"Saya ketemu adik saya, di Lengkong, di lapas narkoba," ucap Jaya.


"Dia cerita enggak melakukan, istilahnya dia tidak berbuat lah," imbuhnya.


Dedi Mulyadi lalu khawatir selama ditahan di Lapas Cirebon, Jaya yang buta huruf diminta tanda tangan sembarangan.


Sudah Ditandai, Wajah Penyidik Sadis di Kasus Vina Cirebon yang Oleskan Balsem ke Adik Salah Satu Terpidana


Yang mengejutkan, menurut Madkana ternyata Jaya pernah diminta menandatangani grasi, tanpa adanya pendampingan pengacara dan keluarga.


Jaya yang buta huruf, tak mengerti apa-apa tentang isi kertas yang ia bubuhkan tanda tangan tersebut.


Padahal dengan menandatangani grasi, Jaya artinya mengakui telah membunuh Vina dan Eky.


"Waktu itu penyataan grasi itu Pak," kata Madkana.


"Tapi kan adik saya enggak bisa baca ya," imbuhnya.


Mendengar hal tersebut Dedi Mulyadi kebingungan.


"Oh jadi waktu di Lapas Cirebon, ada yang suruh tanda tangan grasi," kata Dedi Mulyadi.


"Iya adik saya main tanda tangan aja," jawab Madkana.


"Saya sih enggak tahu waktu penandatanganan itu," imbuhnya.


Madkana mengatakan yang meminta Jaya untuk menandatangani grasi adalah orang dari lapas.


"Pokoknya orang lapas," tegasnya.


Mengetahui hal tersebut Dedi Mulyadi merasa miris.


"Nanti kita cara orang lapasnya, kasihan dong, sama orang bodoh sama orang kecil jangan terus-terusan diperdaya," ucap Dedi Mulyadi.


Psikologi Jaya Diperiksa


Jaya dan Eko kembali menjalani pemeriksaan oleh penyidik Ditreskrimum Polda Jabar.


Tes psikologi terhadap Eko dan Jaya dimulai sejak pukul 11.00 WIB dan masih berlangsung hingga malam.


Kuasa hukum terpidana, Roelly Pangabean, menjelaskan pemeriksaan hari ini difokuskan pada dua terpidana, yaitu Eko dan Jaya.


"Hari ini yang masih diperiksa adalah Jaya dan Eko. Pemeriksaan dilakukan dari jam 11.00 WIB hingga saat ini belum selesai," ujar Roelly Pangabean di Mapolda Jabar, Kota Bandung, Senin (24/6/2024)


Lebih lanjut, Roelly menambahkan agenda hari ini adalah tes psikologi terhadap Eko dan Jaya. Pemeriksaan terhadap empat terpidana lainnya ditunda.


"Hari ini hanya pemeriksaan tes psikologi saja terhadap Eko dan Jaya," ungkapnya.


"Kami mencari kebenaran, yang benar pasti benar," tuturnya.


Sementara itu, kuasa hukum dari Peradi yang menangani tujuh terpidana ini berencana mengajukan peninjauan kembali (PK) dengan bukti baru atas putusan pengadilan 2017 silam dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky.


Sumber: Tribun

Penulis blog