HUKUM KRIMINAL

Cerita KPK Pernah Hampir Tangkap Hasto-Harun Masiku di PTIK, Tapi Gagal

DEMOCRAZY.ID
Juni 12, 2024
0 Komentar
Beranda
HUKUM
KRIMINAL
Cerita KPK Pernah Hampir Tangkap Hasto-Harun Masiku di PTIK, Tapi Gagal

Cerita KPK Pernah Hampir Tangkap Hasto-Harun Masiku di PTIK, Tapi Gagal


DEMOCRAZY.ID - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (Sekjen PDIP) Hasto Kristiyanto memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin, 10 Juni 2024. 


Hasto diperiksa terkait kasus suap Harun Masiku dan keberadaan tersangka KPK yang masih buron itu.


“Yang bersangkutan (Hasto) dipanggil sebagai saksi untuk hadir di Gedung Merah Putih KPK pada Senin, 10 Juni 2024,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri pada Kamis pekan lalu, 6 Juni 2024.


Dalam pemeriksaan yang digelar di Gedung Merah Putih itu, Hasto menjalani pemeriksaan selama empat jam. 


Bahkan, penyidik menyita ponsel dan catatan agenda Sekjen PDIP itu untuk barang bukti. Ketua Tim Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, penyitaan ponsel milik Hasto adalah kewenangan penyidik dalam rangka mencari bukti-bukti tindak pidana korupsi.


“Penyitaan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan disertai dengan surat perintah penyitaan,” ucap dia.


Berdasarkan laporan Majalah Tempo yang berjudul “Di Bawah Lindungan Tirtayasa” pada Januari 2020, KPK pernah disebut akan menangkap Hasto terkait keterlibatan Politikus PDIP tersebut dalam kasus suap Harun Masiku. Namun, penangkapan itu batal meski KPK telah memiliki bukti-bukti yang cukup.


KPK diketahui akan menangkap Hasto yang tengah bersama Harun Masiku di kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). 


Di PTIK, tim KPK terus mengamati keberadaan Harun dan Hasto, yang ditengarai mengetahui penyuapan. 


Sembari memantau keberadaan target, sejumlah penyelidik rehat sejenak untuk menunaikan salat isya di masjid Daarul ‘Ilmi di kompleks PTIK. 


Ketika hendak masuk masjid, mereka justru malah dicokok sejumlah polisi. Operasi senyap untuk menangkap Hasto dan Harun pun gagal.


“Tim penyelidik kami sempat dicegah oleh petugas PTIK dan kemudian dicari identitasnya. Penyelidik kami hendak salat,” kata pelaksana tugas juru bicara KPK, Ali Fikri, Kamis, 9 Januari lalu.


Bahkan, penyidik KPK gagal menggeledah kantor PDIP di Jalan Diponegoro, Nomor 58, Jakarta Pusat, pada Kamis, 9 Januari 2020 karena dihalang-halangi petugas keamanan partai. 


Di hari yang sama, KPK juga menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan dalam kasus suap serupa.


Menurut catatan Majalah Tempo berjudul “Jejak Hasto dan Puyer Kupu-Kupu”, pada hari ketika KPK akan menggeledah kantor PDIP dan melakukan Operasi Tangkap Tangan, keberadaan Hasto tiba-tiba tidak diketahui sejak pagi hingga sore. 


Padahal, hari itu Hasto dijadwalkan memberikan keterangan kepada media pukul 12.30 WIB terkait persiapan Rapat Kerja Nasional PDI Perjuangan. 


Hingga waktu yang telah ditentukan, Hasto tak kunjung muncul. Tugasnya pun kemudian digantikan oleh Djarot Saiful Hidayat.


“Pak Hasto diare tadi katanya,” ucap Djarot ketika ditanya mengenai keberadaan Hasto.


Kepada Tempo, Hasto saat itu beralasan tidak bisa memberikan keterangan media karena sedang menunggu pengumuman KPK terkait dengan kasus Wahyu Setiawan yang menyeret Harun Masiku. 


“Biar komprehensif,” ujar dia.


Hasto baru muncul pada pukul 17.00 WIB di kawasan Jakarta International Expo, Kemayoran. Dia datang dengan wajah sumringah sembari memegangi perutnya.


Sekjen PDIP itu mengatakan rumahnya kebanjiran sehingga dua mobilnnya ikut tenggelam. Akibat banjir ini juga, dia mengaku menderita diare. Namun, diare itu akhirnya sembuh setelah ia meminum obat tradisional. 


“Dengan puyer Cap Kupu-kupu ternyata sangat ampuh,” kata dia.


Adapun kasus suap yang menyeret nama Hasto tersebut terjadi pada November 2019. Ketika itu anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan I, Nazarudin Kiemas, meninggal beberapa pekan sebelum pemilihan umum 2019. 


Harun Masiku berminat untuk menggantikan posisi Nazarudin. Namun, keinginan itu terganjal oleh aturan. 


Demi duduk di parlemen, Harus Masiku diduga melakukan segala cara termasuk menyuap Wahyu Setiawan, yang saat itu menjadi Komisioner Komisi Pemilihan Umum. 


Dalam laporan Majalah Tempo edisi 11 Januari 2020 disebutkan, uang suap kepada Wahyu Setiawan diberikan melalui Saeful Bahri yang disebut-sebut sebagai orang dekat Hasto Kristiyanto. Hasto lalu membantah kabar bahwa Saeful adalah salah satu anggota stafnya. 


Kendati demikian, setelah diperiksa KPK Saeful membenarkan bahwa sumber uang untuk menyuap Wahyu Setiawan itu berasal dari Hasto.


“Iya, iya,” kata Saeful. 


Sumber: Tempo

Penulis blog