DEMOCRAZY.ID - DPD PDIP Jakarta telah mengirim surat rekomendasi ke DPP PDIP untuk mencalonkan Anies Baswedan dalam Pilgub DKI Jakarta 2024.
Surat tersebut sekaligus meresmikan Anies sebagai salah satu kandidat yang sedang digodok DPP PDIP untuk diusung dalam Pilgub Jakarta mendatang.
Isu Anies menjadi kandidat yang diusung PDIP dalam Pilgub Jakarta tak muncul secara mendadak.
Salah satunya bermula melalui dorongan relawan agar Anies dipasangkan dengan mantan Panglima TNI Andika Perkasa.
Isu tersebut kian menguat dengan Ketua DPP PDIP Puan Maharani menyebut Anies sebagai sosok yang patut dipertimbangkan untuk diusung PDIP dalam Pilgub Jakarta.
"Menarik juga Pak Anies," kata Puan usai memimpin Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Selasa (4/6).
Sikap PDIP tersebut kemudian menuai sorotan publik. Banyak pihak mempertanyakan alasan PDIP yang kini beda sikap dan hendak merangkul Anies di Pilgub Jakarta 2024.
Terlebih, PDIP kerap berseberangan dengan Anies. Pada kepemimpinan Anies sebagai gubernur pun PDIP Jakarta menjadi oposan yang berseberangan dengan Anies.
Lantas, mengapa PDIP mempertimbangkan Anies sebagai kandidat untuk diusung dalam Pilgub Jakarta 2024? Apa dampak yang akan dialami oleh Anies dan PDIP jika memutuskan untuk bergandengan?
Pengamat Politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin menilai beda sikap PDIP yang kini memberikan sinyal untuk mengusung Anies karena ada kepentingan politik yang sama.
Ia berpendapat selama ini Anies dengan PDIP sebenarnya tak memiliki ideologi atau pandangan yang kontras. Ia menyebut PDIP-Anies sebatas belum memiliki kepentingan yang sama.
"(Perbedaan) Ideologi (Anies-PDIP) itu saya sih melihatnya hanya ada di atas kertas, tidak betul-betul diimpelementasikan, ya semuanya sifatnya kalau dalam politik pragmatis saja," kata Ujang kepada CNNIndonesia.com, Rabu (12/6).
"Kalau kepentingannya sama bersatu kalau kepentingannya berbeda berseteru," sambungnya.
Ujang menilai sikap PDIP yang hendak merangkul Anies dalam Pilgub Jakarta 2024 sebagai salah satu ekses politik dari kontestasi Pilpres 2024.
Ia memandang PDIP hendak melawan kandidat yang akan diusung oleh kubu Prabowo Subianto dan Presiden Joko Widodo dalam Pilgub Jakarta 2024.
Di saat yang sama, hal itu sejalan dengan kepentingan Anies yang membutuhkan kendaraan politik untuk menduduki kembali kursi DKI 1.
"Maka suka tidak suka pilihannya ya mengusung Anies itu. Kan itu, itu bagian daripada strategi PDIP di satu sisi ingin melawan Jokowi dan Prabowo di Pilkada," jelas dia.
"Di saat yang sama PDIP yang tadinya berlawan secara politik antara Anies dengan PDIP akhirnya bersatu," imbuhnya.
Ujang menilai Anies dan PDIP pasca Pilrpes 2024 memiliki kesamaan politik karena melawan sosok yang sama yakni Prabowo-Jokowi.
Kesamaan kepentingan politik itu juga diperkuat dengan Anies yang masih memiliki elektabilitas yang tinggi di Jakarta.
Oleh karena itu, Ujang menilai PDIP bersikap rasional jika mengusung Anies sebagai cagub dibanding kader-kader internal mereka lainnya yang turut memiliki potensi.
"Walaupun ada nama-nama (kader internal) yang bagus, tapi tidak cukup kuat untuk bisa menandingi kubu pemerintah. Kalau Anies kan incumbent elektabilitasnya tinggi jadi kalau didorong punya potensi menang," jelas dia.
Senada, Direktur Trias Politika Strategis Agung Baskoro menilai wajar jika PDIP mengusung Anies dalam Pilgub Jakarta meski kerap dinilai bersebrangan secara ideologis.
Ia menyebut partai politik di Indonesia tak terlalu mempertimbangkan faktor ideologis dalam sebuah kontestasi.
Ia menilai partai politik di Indonesia lebih mempertimbangkan faktor elektoral dibanding faktor ideologis dalam berkompetisi.
"Soal ideologi, dalam konteks kompetisi elektoral yang kompetitif, seringnya ideologi bukan menjadi prioritas," kata Agung kepada CNNIndonesia.com, Rabu (12/6).
"Fokus kepada sosok. Apalagi party ID kita rendah," sambungnya.
Kendati demikian, Agung menyangsikan Anies sudah pasti akan diusung oleh PDIP dalam Pilgub Jakarta ditengah masa pendaftaran yang masih cukup lama.
Terlebih, kata dia, terdapat kans koalisi Prabowo hendak memasangkan Anies dengan Kaesang yang dinilai juga menjadi representasi istana.
"Di titik inilah, tarik menarik kepentingan antara Istana - PDIP atas nama Anies mengemuka. Tinggal pilihan Anies, mana yang Ia pilih?" tutur dia.
Potensi Pecah Suara Loyalis Anies Jika Diusung PDIP
Agung dan Ujang menilai terdapat potensi perpecahan suara pada basis pendukung atau loyalis Anies jika diusung oleh PDIP.
Ujang menilai hal tersebut sebagai konsekuensi bagi Anies yang memilih untuk satu kubu dengan partai yang dulu bersebrangan dengan dirinya.
"Ya, mungkin kalo diusung PDIP nanti ya pendukung anies terbelah, bisa juga pendukung anies memilih kubu lain karena kecewa. Itu konsekuensi dari dukungan PDIP kepada Anies," jelas Ujang.
Kendati demikian, Ujang dan Agung sepakat bahwa potensi pecah suara tersebut tak akan berdampak signifikan terhadap elektabilitas Anies.
Agung menilai loyalis Anies lebih rela satu kubu dengan PDIP dibanding dengan lawan utama mereka di Pilpres yakin kubu Prabowo.
"Residu pilpres lebih kuat, sehingga loyalis Anies lebih menerima PDIP ketimbang jagoan Istana sementara ini," tutur Agung.
"Secara elektabilitas mungkin Anies akan tetap tinggi. Namun pemilihnya bisa bermigrasi. Karena tidak suka ke PDIP-nya," jelas Ujang.
Sumber: CNN