DEMOCRAZY.ID - Presiden Joko Widodo atau Jokowi bakal purnatugas Oktober mendatang setelah dua periode menjabat sebagai Kepala Negara.
Namun, di tahun pemungkas kepemimpinannya selama satu dekade itu, Jokowi tercatat mengeluarkan sejumlah kebijakan yang tak populis.
Polemik pun berseliweran dalam beberapa waktu terakhir akibat kebijakan Jokowi yang tak pro rakyat tersebut.
Berikut 6 kebijakan Jokowi di penghujung kepemimpinannya, yang dianggap tak pro rakyat:
1. Naikkan Uang Kuliah Tunggal (UKT)
Pemerintah membuat kebijakan kenaikan biaya kuliah atau Uang Kuliah Tunggal (UKT) 2024/2025 awal tahun ini.
Kebijakan itu dituangkan dalam Peraturan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi atau Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT).
Terbitnya aturan ini membuat 75 perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN-BH) ramai-ramai menaikkan tarif UKT. Aturan ini membuat dunia pendidikan bergejolak.
Berbagai protes datang dari kalangan mahasiswa dan pemerhati pendidikan Tanah Air. Kenaikan UKT dinilai membatasi kesempatan kelas menengah-bawah menempuh pendidikan.
Presiden Jokowi kemudian memanggil Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi atau Mendikbudristek Nadiem Makariem gara-gara polemik kenaikan UKT ini pada Senin, 27 Mei 2924.
Usai bertemu Kepala Negara, Nadiem menyatakan akan membatalkan kenaikan UKT. Kebijakan itu paling lambat kudu diterapkan PTN/PTN-BH per 5 Juni 2024.
“Baru saja saya bertemu dengan Bapak Presiden dan beliau menyetujui pembatalan kenaikan UKT. Dalam waktu dekat Kemendikbudristek akan merevaluasi ajuan UKT dari seluruh PTN,” kata Nadiem.
2. Naikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Dilansir dari Koran Tempo terbitan Rabu, 13 Maret 2024, Pemerintah menetapkan kebijakan baru berupa kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN naik menjadi 12 persen. Kebijakan ini berlaku paling lambat 1 Januari 2025.
Sebelumnya, pada 2022, pemerintah juga telah menetapkan tarif PPN naik sebesar 11 persen yang berlaku per 1 April 2022. Kenaikan ini merupakan penyesuaian pajak pemerintah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai kenaikan akan berdampak pada minat masyarakat untuk melakukan berbagai aktivitas.
Kenaikan PPN menjadi 12 persen akan menaikkan harga sejumlah barang dan jasa. Meski pendapatan negara akan naik, kenaikan tetap menjadi pil pahit bagi konsumen.
“Karena yang dikenakan PPN selected pada komoditas tertentu, misalnya akan menurunkan minat konsumen untuk makan di restoran,” katanya saat dihubungi, Selasa, 12 Maret 2024.
3. Naikkan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras
Pemerintah menaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras di delapan wilayah sejak Maret 2024. Relaksasi kenaikan HET beras tersebut baru-baru ini diperpanjang. Perpanjangan relaksasi HET ini merupakan kali ketiga.
Sebelumnya, Kenaikan berkisar Rp 1.000 per kilogram untuk beras premium, dan Rp 1.600-1700 per kilogram untuk beras medium.
Presiden Jokowi menegaskan kebijakan HET beras menyesuaikan dengan situasi dan kondisi aktual saat ini.
Harga eceran tertinggi sulit turun, meskipun produksi panen raya sudah melimpah. “Karena memang biaya agroinput, biaya petani, sewa lahan, pokok, tenaga kerja, semuanya naik,” kata Jokowi saat meninjau Pasar Senggol, Dumai, Riau, Sabtu 1 Juni 2024.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, mengatakan kebijakan ini langkah strategis untuk memastikan stabilitas pasokan dan harga beras di pasar tradisional serta retail modern di seluruh Indonesia.
Kebijakan itu tertuang dalam surat Kepala Bapanas kepada stakeholder perberasan Nomor 160/TS.02.02/K/5/2024 tanggal 31 Mei 2024.
“Perpanjangan relaksasi HET beras ini diberlakukan pada hari ini sampai regulasi baru terkait HET dalam bentuk Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) terbit,” ujar Arief dalam keterangan tertulis Bapanas, Senin, 3 April 2024.
4. Seluruh pekerja wajib iuran Tapera
Belum lama ini Presiden Jokowi juga mengeluarkan kebijakan yang menuai banyak protes. Kebijakan tersebut adalah setiap pekerja dengan gaji Upah Minum Regional (UMR) wajib ikut iuran Tabungan Uang Rakyat (Tapera) tiap bulannya.
Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Besarannya 3 persen dari total gaji dengan sistem iuran pekerja dan pemberi kerja. Pekerja membayar 2.5 persen. Sisanya, 0.5 persen dibayarkan pemberi kerja.
5. Perpanjang kontrak PT Freeport
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengungkapkan Pemerintah bakal memperpanjang kontrak PT Freeport Indonesia hingga 2061.
Pemerintah mengizinkan Freeport memperpanjang kegiatan pertambangan yang habis pada 2041 itu dengan menambah penguasaan saham sebesar 10 persen. Sehingga saham pemerintah menjadi 61 persen.
“Sehingga, total saham (Freeport) di pemerintah 61 persen,” kata Bahlil dalam acara Kuliah Umum Potensi Investasi di IKN dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional di Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru pada Kamis, 2 Mei 2024, dipantau Tempo dari siaran kanal YouTube Kementerian Investasi.
Sebelumnya, Bahlil juga mengatakan kontrak Freeport perlu diperpanjang karena puncak produksi Freeport diperkirakan terjadi pada 2035.
Jika kontrak tidak diperpanjang, Freeport tidak bisa melakukan eksplorasi setelah 203 alias terancam terancam berhenti beroperasi.
“Produksinya habis dan eksplorasi underground itu butuh waktu 10 sampai 15 tahun,” ujar Bahlil di Kementerian Investasi, Senin, 29 April 2024.
“Kalau kita tidak melakukan perpanjangan (kontrak) sekarang, siap-siap aja 2040 Freeport tidak operasi.”
6. Organisasi masyarakat (Ormas) keagamaan boleh kelola tambang
Terbaru, Presiden Jokowi meneken aturan baru soal kebijakan membolehkan Ormas keagamaan memiliki Izin Usaha Pertambangan Khusus atau IUPK.
Beleid ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang ditandatangani Kepala Negara pada Kamis lalu, 30 Mei 2024. Dengan aturan anyar tersebut, Ormas keagamaan seperti Nahdlatul Ulama bisa mengelola pertambangan.
Sejumlah organisasi lingkungan hidup angkat bicara mengenai revisi peraturan ini. Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam dan Wahana Lingkungan Hidup alias Walhi meminta ormas keagamaan untuk menolak masuk dalam bisnis tambang.
“Pertambangan itu padat modal dan padat teknologi. Ekonomi tambang sangat rapuh, tidak berkelanjutan, rakus tanah dan rakus air,” kata Jatam dalam siaran pers yang diterima di Jakarta pada Senin, 3 Juni 2024.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf menganggap konsesi tambang untuk ormas sebagai tanggung jawab yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
“Nahdlatul Ulama telah siap dengan sumber daya-sumber daya manusia yang mumpuni, perangkat organisasional yang lengkap dan jaringan bisnis yang cukup kuat untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut,” ujarnya lewat pernyataan tertulis, 3 Mei 2024.
Sumber: Tempo